Mohon tunggu...
Pradipa Farrel Permana
Pradipa Farrel Permana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mengakui bahwa sastra itu nyata eloknya seorang penulis yang saat ini sedang menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Penting Adanya Pekerjaan Rumah di Pendidikan Indonesia?

16 Juli 2022   21:05 Diperbarui: 17 Juli 2022   19:01 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada saat ini, banyak sekali pro kontra mengenai adanya pekerjaan rumah atau yang sering kita kenal dengan singkatan PR. Banyak yang mengatakan bahwa PR hanya menjadi beban siswa di rumah, membuat siswa stress karena adanya pekerjaan rumah, dan dampak negatif lainnya. 

Karena banyaknya dampak negative tersebu, banyak siswa yang menyalahgunakan pekerjaan tersebut, dengan cara menyontek teman, dikerjakan oleh orang tua, dan perilak negative lainnya, sehingga PR kurang efektif untuk diberi. Namun, ada banyak sekali manfaat dari pekerjaan rumah yang diberikan oleh sekolah ini, dan akan dikupas tuntas di artikel ini.

Sebelumnya, siswa harus memahami terlebih dahulu mengenai fungsi dari PR tersebut, agar tidak ada penyalahgunaan didalamnya. Jadi PR sendiri diberikan oleh guru agar siswa dapat mempelajari ulang materi apa yang telah diberikan sebelumnya, sehingga siswa dapat mudah me review kembali materi yang telah diberikan.

 PR sendiri dapat juga dijadikan sebagai pelatihan untuk siswa agar dapat bertanggung jawab melesaikan tugas tugas yang diberikan, mengatur / memanajemen waktunya siswa tidak stres dengan tugas yang ada sehingga dapat menyelesaikan dengan tepat waktu, dengan cara tidak menunda nunda untuk mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.

PR sendiri dapat membuat siswa memiliki pengetahuan lebih luas, karena jika siswa kurang mengerti mengenai tugas yang diberikan, siswa dapat mempelajarinya melalui platform pembelajaran seperti buku, google, youtube, dan lain sebagainya sehingga siswa akan belajar lebih mengenai tugas yang diberi. 

Hal itu juga digunakan agar pada saat pertemuan, siswa tidak memiliki zero knowledge, dan dapat memahami lebih mengenai materi apa yang sebelumnya telah ia pelajari. PR sendiri digunakan agar siswa memiliki rasa untuk belajar, karena kurangnya rasa ingin tahu pada siswa di Indonesia, sehingga dengan adanya PR dan deadline yang ada, siswa belajar untuk menyelesaikan PR tersebut mau tidak mau.

Bila dibandingkan dengan metode pendidikan di finlandia yang sering kali dibincangkan, sepertinya kita tidak dapat membandingkannya, dikarenakan dari awa terbentuknya kurikulum pendidikan, Indonesia kurikulum nya sangat berbeda dengan kurikulum yang ada di finlandia. 

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan mengapa siswa menyontek, kurangnya rasa ingin tahu, dan faktor pengajar. Pengajar atau guru harus mengetahui, dengan tidak terlalu memberi banyak PR, mengajari materi yang diberikan agar siswa paham dengan materi tersebut.

Bila ada pendapat yang ingin disampaikan, silahkan isi di kolom komentar dan dapat kita bahas bersama sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun