Setiap orang, dalam hal ini baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa memiliki kebutuhan gizi yang berbeda-beda. Usia, aktifitas, kondisi kesehatan serta berat badan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan gizi seimbang. Untuk itu, pemenuhan gizi ini dapat dilakukan dengan berbagai hal, misalnya dengan mengkonsumsi sayuran dan buah, olahraga yang teratur, istirahat yang cukup serta mengkonsumsi susu.
Beberapa hari ini kita diramaikan dengan polemik pada salah satu langkah pemenuhan gizi seimbang yakni susu kental manis. Polemik susu kental manis ini di masyarakat berawal dari surat edaran BPOM No. HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Susu Kental dan Analognya yang ditujukan kepada seluruh produsen/importer/distributor SKM.Â
Merujuk pada website BPOM (www.pom.go.id) terdapat empat larangan yang harus dipatuhi terkait surat edaran tersebut, antara lain: Pertama, melarang menampilkan anak usia dibawah 5 tahun dalam bentuk apapun. Kedua, melarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan Analognya disetarakan dengan produk lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Ketiga, melarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman. Keempat, melarang untuk menayangkan berupa iklan pada jam tayang acara anak-anak.
Sekilas dari surat edaran tersebut tidak ada yang salah. Namun, yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat adalah munculnya persepsi bahwa susu kental manis tidak benar-benar mengandung susu serta produk tersebut telah beredar di pasaran sudah puluhan tahun lamanya dimana juga belum ada larangan maupun himbauan terkait hal tersebut sebelum diterbitkannya surat edaran BPOM.Â
Untuk tidak terjadi pemahaman yang salah terkait surat edaran BPOM, maka kita sebaiknya terlebih dahulu untuk memahami tujuan diterbitkannya surat tersebut. Tujuan dari surat edaran BPOM No. HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 yakni untuk melindungi konsumen dimana utamanya anak-anak dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan serta dimaksudkan untuk mendukung kebijakan Kementerian Kesahatan terkait salah satu pesan Gizi Seimbang, yakni membatasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak.
Sebagaimana yang kita ketahui, masyarakat Indonesia cukup menggemari susu kental manis dibandingkan dengan susu bubuk, susuk murni maupun susu cair. Berdasarkan data dari Pusdatin Kementerian Pertanian pada tahun 2003 hingga 2017 tingkat konsumsi susu kental manis tercatat sebanyak 0,97 liter per kapita per tahun pada tahun 2003. Kemudian meningkat menjadi 1,41 liter pada 2007 dan meningkat kembali hingga di angka 1,84 liter per kapita pada tahun 2017.
Tingginya tingkat konsumsi susu kental manis juga selaras dengan salah kaprahnya penggunaan susu ini di kalangan masyarakat. Masyarakat Indonesia cenderung mengonsumsi susu ini dalam bentuk sajian gelas dan mempersepsikan sebagai salah satu upaya untuk penambah ataupun pemenuhan gizi.Â
Atas dasar inilah BPOM bertujuan untuk melindungi masyarakat dari misleading terkait penggunaan produk susu kental manis. Padahal penggunaan utama dari susu kental manis adalah dijadikan bahan pelengkap makanan dan bukan diminum seperti penggunaan susu segar sebagai pengganti asupan gizi, misalnya sebagai toping ataupun pencampur pada makanan.
Selain bertujuan untuk melindungi masyarakat khususnya anak-anak, surat edaran BPOM secara tidak langsung mendukung kebijakan Kementerian Kesehatan dalam mempromosikan gizi seimbang, yaitu "Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak". Mengutip dari pernyataan Kepala Badan POM Penny Lukito dimana mengatakan bahwa susu kental manis sangat tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi anak-anak karena mengandung lebih banyak gula dibandingkan protein.Â
Dari pernyataan ini jelas menyatakan sebenarnya bahwa terbitnya surat edaran BPOM mengenai susu kental manis bukan bermaksud mendeskripsikan bahwa produk susu tersebut tidak aman dikonsumsi namun lebih ke bagaimana agar penggunaannya lebih tepat terutama untuk anak-anak.Â
Selain itu, mengonsumsi bahan pangan yang terlalu banyak gula juga dapat memungkinkan munculnya berbagai macam penyakit, misalnya diabetes. Fakta ini diperkuat dalam penelitian yang dilakukan Laurane Nunes Masi (Scientific Reports, 2017) dimana mengonsumsi susu kental manis dapat meningkatkan risiko resistensi insulin dan peradangan pada jaringan lemak.