Di Rantepao (Ibu Kota Kabupaten Toraja Utara) kami solat Jum'at di Masjid Agung di tengah kota dan pasar, Masjid Agung Rantepao namanya. Khutbah hari itu dibuka dengan kalimat yang sejuk. "Saudara-saudara kita yang beragama Kristen sedang berbahagia merayakan Hari Paskah. Jadi sudah seharusnya kita menghormati mereka." Ah sayang sekali kalimat sejuk itu ditambah sejuknya masjid dan rasa kantuk yang akut membuat saya tak bisa untuk tidak tidur. Bahkan baru bangun saat Iqomah sudah selesai dan jemaah sudah mulai berdiri. Hehehe.
Mulai Berwisata
Tiba juga waktunya berwisata. Energi sedikit pulih berkat tidur sejenak setelah sholat Jum'at. Wisata utama di Toraja tentu melihat Tongkonan dan Kuburan. Seperti tujuan pertama kami ini, Kete Kesu. Letaknya tak jauh dari masjid agung. Berada di jalan dengan nama yang sama, Kete Kesu bertetangga dengan Istana Saleko dan Buntu Pune' (yang akan saya ceritakan terpisah).
Rerumputan hijau menghampar luas dengan latar rumah tongkonan adalah pemandangan pertama saat memasuki areal parkir. Kete Kesu adalah sebuah desa adat dimana sebenarnya jika kita mau sedikit 'mengulik', kita bisa menemukan kehidupan tradisional orang Toraja. Namun, sebagai objek wisata, Kete Kesu menampilkan rumah Tongkonan, kuburan batu, dan tanah upacara dengan batu-batu menhir. Toko pernak-pernik dan oleh-oleh ala Toraja juga berderet, Termasuk Kopi Toraja. Tapi di satu kios saya melihat ada Top Kopi Toraja Blend yang dipajang sebagai salah satu oleh-oleh khas Toraja. Hehehe.
Berjalan mengikuti petunjuk arah yang sudah jelas, kita akan menuju kuburan batu. Perhatian saya teralihkan pada sebuah bangunan kecil dengan foto-foto di dinding bagian atas dan patung kayu nenek-nenek duduk di depannya. Patung kayu itu tidak sembarangan ternyata. Patung itu disebut Tau-tau. Hanya orang-orang yang sudah melalui upacara dengan persembahan minimal 24 ekor kerbau, bisa dibuatkan Tau-tau. Dan mayoritas yang bisa melakukan itu tentu saja orang yang berkedudukan.
Beranjak menaiki anak tangga di samping batuan karst yang keras, saya melihat banyaknya peti-peti mati tergeletak. Tengkorak dan tulang belulang juga bukan hal yang aneh. Itulah memang kuburan batu, di mana jenazah orang Toraja disemayamkan. Untuk yang sudah berupa tulang-belulang, tentu usia kematiannya sudah cukup lama. Dan dengan letaknya yang berada di tempat yang lebih rendah, mereka adalah orang-orang biasa, karena semakin tinggi letak kuburannya, semakin tinggi pula kedudukan sosialnya semasa hidup.
Sebenarnya di sisa sore itu masih ada tempat yang kami kunjungi yaitu Istana Saleko dan Buntu Pune, sebelum kami menuju tempat bermalam yang juga berkesan di daerah Batutumonga. Untuk Istana Saleko saya tidak masuk dan untuk Buntu Pune, ada sore yang bersahaja untuk diceritakan sambil menghirup kopi.
Di sana, alih-alih menyantap makanan di restoran yang ada, kita memilih masak sendiri. Ya, rencana awal kita adalah camping di Lolai, Negeri Diatas Awan Toraja yang sedang hits itu. Namun sayangnya kami tidak mendapatkan tenda dan infonya Lolai sangat ramai. Kompor dan gas sudah siap membawa sendiri. Selagi bapak-bapak sholat Jum'at tadi, ibu-ibu berbelanja lauk mentah, sayuran, hingga pisang.
Alat masak untung saja boleh meminjam wajan dari sana. Alhasil, menu masakan ala-ala lengkap dengan gorengan dan kopi melengkapi obrolan kita menjelang tidur. Tentu tak hanya melengkapi, tapi memuaskan perut. Ah, malam yang begitu tenang di hari yang berakhir menyenangkan.