Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pantai-pantai Belitung yang Membuai Mesra

5 Mei 2017   01:59 Diperbarui: 5 Mei 2017   10:20 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin saya adalah salah satu dari sekian banyak wisatawan yang mulai mendengar Belitung karena film Laskar Pelangi. Film yang ditayangkan pada tahun 2008, tiga tahun setelah novelnya dirilis. Saat itu kira-kira kelas 3 SMA , belum bercita-cita berkunjung ke sana kemari. Tapi saya ingat almarhum guru Bahasa Indonesia saya yang memang orang Belitung rajin bercerita tentang kehidupan di sana dengan Laskar Pelangi-nya.

Tak bisa saya pungkiri Laskar Pelangi memang karya yang fenomenal. Kisah yang menginspirasi sekaligus dengan santun menyindir potret pendidikan Indonesia yang masih hitam putih. Selain fenomenal karena prestasinya, Andrea Hirata juga sukses mewarnai dunia pariwisata tanah Belitung. Relasi pertama dari Belitung dalam konteks pariwisata pasti Laskar Pelangi. Hasilnya, hingga kini mendapat julukan Negeri Laskar Pelangi.

Sejatinya film Laskar Pelangi tidak secara langsung mengeksplorasi wisata Belitung. Bahkan pantai yang di-tag sebagai lokasi syuting hanya satu. Belitung memang sudah dilahirkan dengan potensi alam yang memikat. Primadonanya tentu saja pantai. Pantai memang semacam manik-manik berkilauan di Indonesia. Belitung pun turut menyumbang sebagian kecil untaian manik-manik itu.

Angin Laut

Hari dengan langit sedikit berawan membawa angin laut yang berhembus kering namun sejuk di dermaga Tanjung Kelayang, Belitung Barat. Oh ya, wisata Belitung yang terkenal yaitu Belitung Timur dengan jejak-jejak Laskar Pelangi-nya dan Belitung Barat dengan pantai dan pulau-pulaunya yang termasuk perairan Selat Karimata.

Untuk menikmati keduanya dalam waktu sehari, saya rasa tidaklah efektif. Jarak kira-kira 160 km memisahkan kedua primadona ini. Jadi nikmatilah masing-masing satu hari untuk merasakan hangatnya pasir putih pantai-pantai menawan.

Di Barat, wajib menyewa perahu jika ingin singgah di pulau-pulau. Dari Dermaga Tanjung Kelayang, mesin perahu kayu motor sewaan berkapasitas hingga 20 orang mulai menderu. Tenang membelah laut yang juga tenang. Tujuan pertama adalah Pulau Lengkuas. Ikon yang sering muncul di foto-foto Belitung di Google, dengan mercusuar yang bersejarah. 

Ini pulau terjauh, namun tenang, hanya 30 menit waktu tempuhnya. Sebelum menuju ke sana, nahkoda kapal akan mengajak berhenti di Batu Garuda. Tumpukan batu granit di tengah laut yang salah satu batunya berbentuk menyerupai kepala Garuda. Tidak dapat berlabuh di sini, hanya berfoto dari atas kapal.

Granit-granit besar Pantai Tanjung Tinggi (Dok. Pribadi)
Granit-granit besar Pantai Tanjung Tinggi (Dok. Pribadi)
Dari kejauhan mulai muncul sedikit demi sedikit bangunan mercusuar. Lautan mulai ramai karena ternyata di sekitar pulau tanpa sandaran kapal dan dermaga itu, sudah banyak kapal wisatawan yang parkir. Orang-orang tampak padat dan berlalu lalang dengan kegiatan mereka masing-masing.

Saya termasuk orang yang tidak suka tempat wisata terlalu ramai, tapi selalu mencoba berdamai dengan hal itu. Toh, tujuan branding, promosi dan yang sejenis lainnya, tak lain untuk memikat wisatawan sebanyak mungkin.

Jika Pulau Lengkuas tampak penuh, bersiap-siaplah menahan keluh saat menuju puncak mercusuar. Bangunan setinggi 70 meter yang dibangun tahun 1882 itu akan sangat pengap. Tembok besi, dengan jendela yang tidak banyak serta diameter yang tak lebih dari 10 meter dan semakin tinggi semakin menyempit itu, membuat kita harus berebut oksigen dengan pengunjung lain. Tangganya hanya satu, jadi harus bergantian antara yang naik dan turun.

Tapi percayalah, menapaki 18 lantainya sebenarnya tidak terlalu melelahkan. Hanya gerah akibat terlalu banyak orang lah yang terasa mengganggu. Tapi terbayang kan bagaimana indahnya hamparan laut biru, pasir putih, batu-batu besar ditambah orang-orang yang berkegiatan dan lalu lintas kapal pengunjung yang tampak dari atas? Sambil menikmati sepoinya angin, memanjakan mata sejenak dari puncak mercusuar, yang hingga saat ini masih berfungsi sebagai penuntun kapal, tak bisa dilewatkan.

Angin laut masih akrab mengiringi ke pulau selanjutnya. Mengisi perut setelah lelah menaiki mercusuar dan snorkeling di spot di sekitar Pulau Lengkuas. Spotnya standar, namun tidak masalah, yang penting basah. Ikannya cukup banyak juga, sih.

Mercusuar Pulau Lengkuas (Dok. Pribadi)
Mercusuar Pulau Lengkuas (Dok. Pribadi)
Pulau Tanjung Kepayang disebut juga Pulau Babi menyediakan restoran ala-ala. Rujukan utama pelancong yang keroncongan dan ingin membilas badan. Pulau ini sebenarnya berpasir putih dan bersih juga, tapi tujuan ke sini biasanya untuk melepas lelah. Restonya standar tapi harganya relatif tinggi. Belum termasuk makanan, uang 15 ribu rupiah harus dikeluarkan untuk duduk, bilas dan menikmati kopi atau teh panas.

Jadi, ada baiknya membawa bekal makan sebelum berlayar. Agar lebih menghemat pengeluaran dan bersantap tanpa menggerutu pada perbandingan terbalik antara rasa dan harga makanannya. Hmm, baiklah, memang betul, kedua hal itu memang relatif bagi tiap orang.

Menuju Senja

Selepas dari Pulau Tanjung Kepayang  kegiatan hopping island hanya diisi dengan foto-foto di pulau-pulau kecil. Ada pulau pasir yang hanya muncul saat surut, dan satu Pulau Batu Berlayar dengan tembok granit purba yang besar-besar.

Sebelum senja berpulang, dipastikan sudah berada di dermaga lagi. Hopping island selesai, waktunya menunggu senja. Tempat yang paling pas adalah dengan  berkendara ke arah utara yaitu Pantai Tanjung Tinggi atau arah selatan di mana saya sempat singgah di Tanjung Binga.

Tanjung Binga memang bukan tempat wisata, puluhan kapal memenuhi pantainya, berantakan. Dari kapal-kapal yang baru dibuat dan sudah usang. Ada keramba ikan karena memang ini kampung nelayan. Tapi, letaknya yang menghadap ke barat, menjadikannya salah satu spot senja menarik. Apalagi jika lembayung menyinari kapal-kapal itu. Fenomena alam dan kehidupan masyarakat berbaur menjadi suasana senja nan eksotis.

Spot senja di kampung nelayan Tanjung Binga
Spot senja di kampung nelayan Tanjung Binga
Berlawanan, ke arah utara, hamparan pantai menghiasi sepanjang 10 menit perjalanan. Hingga kemudian tiba di tujuan, pantai Tanjung Tinggi. Pemandu lokal tentu dengan bangga menyebutnya Pantai (lokasi syuting) Laskar Pelangi.

Batu-batu granit besar memang menjadi hiasan apik di pantai-pantai Belitung. Dijamin, kombinasi pasir, batu, laut, senja (jika langit tak berawan) dan model wanita cantik (jika ada) akan menghiasi memori kamera. Sekedar ber-selfie sudah menjadi kewajiban.

Tak berlebihan memang branding pada Pantai Tanjung Tinggi. Sebuah tweet dari @Kemenpar_RI bertanggal 27 Maret 2017 menampilkan 3 Pantai Indonesia yang mendapat penghargaan dari majalah asal Korea, Vogue (akun twitternya @VogueKorea). Pantai Tanjung Tinggi bersama Pantai Tangsi dan Gili Meno di Lombok.

Matahari semakin turun. Sayang sekali senja yang dinantikan tertutup mega yang semakin pekat. Dari atas batu besar, duduk sendiri melepaskan diri dari keramaian. Tenang. Damai. Merenung dan berimajinasi tentang negeri ini. Sudut-sudut gugus pulaunya tak pernah bosan memikat hati. Jika kita hidup di kota metropolitan dengan kehidupan khas kota metropolutan (judul lagu grup musik Navicula) seperti Jakarta, dan hati kita semakin suntuk tiap hari, itu indikasi kita kurang menikmati indahnya Indonesia. Silakan buktikan sendiri. Bisa dicoba dari Belitung, Negeri Laskar Pelangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun