Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Lombok 05: Pulau Kecil nan Ramai itu bernama Gili Trawangan

5 Juli 2016   14:46 Diperbarui: 6 Juli 2016   10:38 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cidomo, kereta kuda transportasi GIli Trawangan (Dok. Pribadi)

Menjelang tengah hari, perjalanan saya dari Pantai Kuta di sisi selatan Pulau Lombok dilanjutkan. Kali ini tujuan utama saya adalah sebuah pulau kecil di yang letaknya di tengah-tengah Selat Bali. Pulau kecil ini begitu tersohor, dan selalu merupakan jadi agenda wajib bagi yang berkunjung ke Lombok. Gili Trawangan, begitu nama pulau yang bisa dijangkau dari Pelabuhan Bangsal, Lombok. Gili berarti pulau kecil. Gili Trawangan bisa berarti Pulau Trawangan.

Tak hanya Gili Trawangan sebenarnya, masih satu jalur penyebrangan dengannya, ada dua gili lagi yakni Gili Air dan Gili Meno. Saya hanya memilih menuju Gili Trawangan karena ingin merasakan pulau yang kabarnya menjadi salah satu pusat keramaian di Lombok. Terutama kehidupan malamnya yang menuai pro kontra bagi turis lokal di dunia maya lewat artikel-artikel yang ada.

Perjalanan dari ujung selatan hingga ke Pelabuhan Bangsal memakan waktu hampir 4 jam menggunakan sepeda motor. Rutenya melewati Jalan Raya Senggigi yang pemandangan pantai dan tebing-tebingnya menghilangkan kantuk dan bosan selama berkendara. Indah sekali warna gradasi tosca lautya saat dilihat dari jalan raya yang letaknya di atas dan berkelok-kelok.

Tiba pukul 4 sore di Pelabuhan Bangsal, suasana terlihat ramai. Pengeras suara yang berkali-kali memanggil calon penumpang sedikit tak terdengar jelas. Pelabuhan ini melayani penyebrangan ke tiga gili. Fasilitas seperti tempat parkir, penitipan kendaraan, loket, dan ruang tunggu cukup lumayan kondisinya. Kapal penumpang berkapasitas 40 hingga 50 orang inilah yang mengantar 40 menit perjalanan menuju Gili Trawangan.

Tidak perlu takut calo karena harga tiket sudah ditetapkan seharaga 10.000. Tak perlu sibuk tawar menawar. Kecuali jika memilih menggunakan kapal sewaan yang bisa digunakan ke semua gili dalam sekali sewa. Banyak yang menawarkan jasa tersebut di sana. Penyebrangan ke Gili Trawangan adalah yang paling banyak dan ramai. Waktunya pun setiap saat dari pukul 9.00 hingga pukul 18.00. Lewat dari itu, jika ingin tetap menyeberang mau tak mau harus menyewa kapal.

Jalan utama Pantai Gili Trawangan (Dok. Pribadi)
Jalan utama Pantai Gili Trawangan (Dok. Pribadi)
Tak sampai 30 menit menunggu setelah mendapat tiket, kapal yang dibagi sesuai warna tiket yang dipegang sudah tiba. Kapal bergerak menembus tenangnya selat Bali. Tanpa terasa kapal sudah berlabuh sisi timur Gili Trawangan. Tepat di depan tulisan besar “TRAWANGAN” yang berwarna merah, kuning, hijau, biru dan penuh coretan vandalisme-nya.

Riuh

Suasana riuh sudah terasa. Pengunjung berlalu-lalang di sepanjang Jalan Pantai Gili Trawangan. Jalan utama yang mengelilingi gili, yang penuh dengan café, bar, mini market, penjual paket wisata berkedok information center, penginapan, toko pakaian, toko buku, rental sepeda, dan restoran. Berderet dan bersaing dengan produk-produk mereka masing-masing.

Wisatawan mancanegara sangat mendominasi di sini. Mereka hilir mudik berjalan keluar masuk toko, bersepeda, atau ber-cidomo. Cidomo adalah kereta kuda yang merupakan transportasi utama untuk menikmati pulau ini selain sepeda. Tak ada mobil. Motor hanya terlihat beberapa dan jarang-jarang. Sedikit polusi udara memang.

Tubuh basah dengan pakaian ketat dan mini hingga bikini tampak banyak di sana. Kebanyakan mereka baru selesai berenang, ber-snorkeling atau ber-diving ria di sekitaran gili. Wisata air yang utama tentu saja adalah dunia bawah laut. Beberapa penginapan bahkan menyediakan kolam renang untuk pengunjungnya melakukan “pemanasan” sebelum menyelam. Wahana Scuba Diving dengan lisensi PADI (Professional Association of Diving Instructors) banyak di sini.

Cidomo, kereta kuda transportasi GIli Trawangan (Dok. Pribadi)
Cidomo, kereta kuda transportasi GIli Trawangan (Dok. Pribadi)
Keriuhan lebih terasa lagi bahkan cenderung jadi kebisingan di malam hari. Sudah tidak ada lagi suara debur ombak yang damai dan menenangkan. Semua kalah oleh suara sound system dari café-café yang menyediakan live performance. Beragam musik dari beragam café bercampur bersama riuhnya obrolan para pelancong di jalan-jalan. Ada café reggae, akustik, hingga rock. Beberapa café tampak gegap gempita dengan lampu disco dan beragam games dengan hadiah menariknya. Ada pula yang memasang layar proyektor dengan film yang beragam dan sofa-sofa santai menghadap ke pantai.

Kehidupan malam di sana bagi saya tidak terlalu cocok untuk wisatawan lokal. Hingar bingarnya memang cocok bagi bule pecinta party. Mungkin mereka baru selesai keliling Lombok, bahkan hingga puncak Rinjani, kemudian kangen kehidupan malam di negaranya. Apalagi, bir di sini dijual bebas. Party pun lengkap rasanya. Makanan western, bar-bar mewah yang spesifik untuk negara tertentu dan pernak-pernik kuliner asing lainnya pun berderet di pintu masuk yang memberi kesan pertama pada pengunjung.

Semakin ke selatan atau ke utara memang keramaian mulai berkurang. Dari hotel-hotel gaya urban, menjadi hotel-hotel privat dan eksklusif. Dengan pekarangan luas yang privat, kamar yang saling terpisah dan sepi, pelayanan eksklusif, buffet mewah, bahkan wahana kolam renang yang memanjakan anak-anak.

Rasa Lokal

Memang bagi wisman dan pelancong yang bergaya mewah, gili ini begitu memanjakan. Namun jangan salah, menikmati gili ini tanpa hingar-bingar pun bisa. Tak hanya menjual keramaian, gili terbesar di antara ketiga gili ini juga memiliki panorama alam yang indah. Pasir putih masih bisa dinikmati dengan sedikit menjauh dari deretan café-café yang tidak dipungkiri memang pusat perputaran ekonomi masyarakat pulau ini. Pantainya yang menghadap kedua sisi menjadikan “Gili T”, sebutan populer bagi para wisman, memiliki sunrise dan sunset sekaligus.

Bagi yang ingin “merakyat” di malam hari pun bisa. Di sebuah lapangan di salah satu sudut keramaian, pada malam hari digelar “night market”. Disini penjual lokal menjajakan jajanan dan makanan lokal ala kali lima. Harganya relatif lebih murah dibanding masuk ke café-café. Night market ini sangat terkenal akan seafood dan jajanan sate warna-warni berbahan dasar jenis seafood yang beragam. Semua memang dikemas merakyat dengan bangku plastik yang biasa disebut “bangku bakso” dan meja panjang seperti halnya pasar malam di kota-kota lain. Inilah tempat yang tepat menikmati keramaian pulau ini dengan rasa lokal. Walaupun sebenarnya bule-bule pun banyak yang memilih bersantap malam di sini.

Sudut Night Market. Penjual sate seafood. (Dok. Pribadi)
Sudut Night Market. Penjual sate seafood. (Dok. Pribadi)
Rasa lokal pun terasa jika menginap di bagian dalam pulau. Kontras dengan keramaian pantainya, pulau ini terasa sepi di bagian dalamnya. Di gang-gang yang dinamai biota laut ini saya menginap di salah satu penginapan. Kehidupan malamnya tenang. Jauh dari bising. Beberapa remaja nongkrong sambil bermain gitar di bawah lampu jalan. Di sinilah kehidupan lokal asli warga gili ini. Di sepanjang sudut gang terpasang larangan "No Bikini“, untuk menghormati penduduk lokal. Sebuah pulau yang kontras dengan garis batas yang memisahkan budaya dan kehidupan. Melangkah ke depan penuh gemerlap dan dentuman nada, berjalan ke belakang hanya gang-gang sunyi di malam hari yang seolah tidur tak pernah begadang.

Inilah Gili Trawangan. Pulau yang begitu tersohor hingga mancanegara yang dibangun untuk memanjakan wisatawan mancanegara. Namun, kehidupan lokalnya tetap bisa terpisah tanpa saling mengganggu satu sama lain. Layaknya warga biasa ada sekolah, tempat ibadah, balai warga, dan norma-norma yang telah disepakati. Keragaman fasilitasnya dengan panorama yang indah bisa dinikmati oleh segala kalangan. Tinggal pintar-pintar memilih mana yang pas dengan selera dan kantong kita. Yang terpenting adalah Gili Trawangan menjadi salah satu penggerak pariwisata Lombok yang banyak berkontribusi menyedot wisatawan asing dan lokal dengan akses yang mudah dijangkau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun