Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengamen di Bus Kota

11 Juni 2014   15:38 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:15 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14024211531177333472

Berbicara tentang jalanan di Jakarta memang tidak ada habisnya. Dari mulai kemacetannya, transportasinya, sampai kehidupan jalanannya semua punya cerita. Jakarta memang menjadi magnet bagi orang-orang daerah. Termasuk saya sendiri yang memutuskan tinggal di Jakarta dengan alasan klasik, penghasilan.

Namun tidak hanya profesi kantoran yang menarik orang-orang daerah untuk merantau kesana. Dengan alasan di Jakarta kerja apa saja bisa menghasilkan uang, tak sedikit orang-orang desa yang hijrah hanya modal nekat. Yang penting sampai ke Pulo Gadung, Kampung Rambutan, atau Tanjung Priok. Masalah kerja bisa dipikir nanti. Tentu saja itu menjadikan Jakarta kota yang padat. Sangat padat. Dan kepadatan inilah yang menjadi lahan untuk para ‘pekerja jalanan’. Salah satunya pengamen.

Pengamen memang unik. Mereka menyebut diri mereka seniman jalanan atau musisi jalanan. Tak jarang pula musisi-musisi besar merintis karir dari jalanan. Contohnya Iwan Fals yang pernah mengamen saat usianya 13 tahun. Ada juga Tegar yang baru-baru ini muncul di televisi sebagai pengamen ‘sukses’. Lahan mengamen di Jakarta memang banyak, dari mulai taman, tempat wisata, sampai bus kota (Metro Mini atau sejenisnya).

Saya yang sering menggunakan angkutan itu banyak menemui pengamen-pengamen dengan berbagai polah. Seperti dua sisi koin yang bertolak belakang, pengamen ada yang benar-benar menghibur dan ada pula yang hanya sekedar meminta, memaksa bahkan kurang ajar. Saya sendiri mencoba objektif saat memberi uang pada pengamen. Syarat utama saya bukan bagus tapi dia niat menghibur atau tidak. Dan kebanyakan yang niat itu pasti bagus.

Pengamen yang asal-asalan memang banyak. Salah satu yang masuk kriteria asal-asalan dari saya adalah pengamen anak-anak. Walaupun mereka masih anak-anak, tapi dari sisi mengamen saya tidak suka memberi mereka. Mereka hanya naik, kadang sendiri atau berkelompok, lalu bernyayi yang lagunya yang itu-itu saja. Hanya sebentar dan tidak jelas lalu mereka meminta uang.

Lain lagi di terminal Kampung Rambutan setiap saya pulang, disana pengamen memang biasa tapi cara memintanya yang tidak biasa. Sebelum bernyanyi mereka akan mencolek-colek kita menandakan dia akan bernyanyi. Walaupun saya tahu itu artinya “harus ngasi”. Saat mereka meminta uang, setidaknya satu bangku salah satunya harus memberi. Dan kebanyakan akan ngomel kalau dikasi uang lima ratus. Lebih parah lagi, pengamen-pengamen serupa itu dari mulai keluar bus sampai mau masuk tol bisa sampai tujuh kali. Saya pernah.

Ada juga yang parah. Dia bawa gitar lalu menyayi dengan chords yang asal-asalan. Tidak nyambung sama sekali. Atau hanya stay di satu chord dari awal sampai lagu habis. Pasti baru belajar satu chord itu. Bahkan ada yang tidak pakai chords, cuma di-genjreng.

Yang kurang ajar yaitu saat pengamen itu tiba-tiba duduk di samping cewe yang cantik atau seksi. Biasanya mereka berdua, yang satu main gitar yang lain cari kesempatan mendekati si cewe dan bernyanyi di sampingnya sambil terus memandangi wajahnya. Campur aduk pasti perasaan cewe itu. Saran saya sebaiknya pakai masker saja, Mbak.

Tapi, ini titik baliknya, ada juga pengamen yang bagus. Niat maksudnya. Yang menjadi favorit saya adalah pengamen-pengamen Kopaja P-20 AC di terminal Senen. Mereka bagus-bagus, lagunya variatif mulai dari yang jazzy-jazzy, berbau sosial sampai slow rock. Pernah ada yang nyanyi lagu Bon Jovi – Bed Of Roses. Keren. Saking sukanya saya biasanya memilih ikut ngetem sambil mendengarkan. Dan saya menghargai mereka per lagu.

Tidak bagus suaranya tapi kalau nyanyi all out. Itu pengamen yang sering saya temui di Metro Mini 75. Orangnya bersih, tindikan tapi rapi. Sendirian, bawa gitar dan harmonika tremolo (harmonika 12 keytone yang harganya paling murah). Saat bernyanyi sebenarnya suaranya agak cempreng tapi tidak ada nada fals walaupun menyanyi nada tinggi. Terlebih lagi dia tidak segan-segan teriak lepas saat lagunya mengharuskan begitu. Setelahnya, dia selalu berkeringat tanda dia “benar-benar” bernyanyi.

Yang terakhir ini pengamen yang menjual suara. Benar, dia menjual suara. Jadi dia tidak pakai alat musik tapi bernyanyi lagu-lagu pop yang menonjolkan suara bagus seperti lagu-lagu Glen Fredly. Sudah seperti nonton audisi penyanyi solo kalau ketemu dia. Pernah sekali saya lihat dia setelah ngamen tidak turun tapi duduk di belakang dan membuka catatan berisi lirik lagu. Sambil menunggu sampai tujuan (mungkin), dia menghafal lagu-lagu itu.

Pengamen memang bisa jadi penghibur tapi bisa juga meresahkan. Jangan terlalu apatis pada pengamen apalagi kalau dia benar-benar bagus, hargai kalau memang bagus karena mungkin dia berlatih untuk itu. Dan terserah kalau untuk pengamen yang asal-asalan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun