Mohon tunggu...
Pradana Abimantra
Pradana Abimantra Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Belajar menyampaikan opini #MantraPerubahan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menghadapi Stigma Bunuh Diri di Indonesia

24 Oktober 2023   11:46 Diperbarui: 24 Oktober 2023   11:48 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Freepik

Isu bunuh diri di Indonesia adalah masalah serius yang belum terselesaikan. Kematian akibat bunuh diri masih dipenuhi oleh stigmatisasi masyarakat dan seringkali diperlakukan sebagai tontonan drama.

Bunuh diri tiruan atau yang dikenal dengan "copycat suicide" atau "suicide contagion" dapat terjadi ketika pemberitaan tentang bunuh diri disajikan dengan cara yang tidak tepat. Hal ini bisa mendorong orang lain untuk melakukan tindakan serupa. Oleh karena itu, penting untuk mendekati isu ini dengan hati-hati.

Apa yang Menjadi Alasan Bunuh Diri?

Sebagian besar orang yang mencoba bunuh diri menghadapi masalah kesehatan mental. Lebih dari 90 persen dari orang yang bunuh diri memiliki gangguan mental seperti depresi, gangguan bipolar, atau diagnosis lainnya.

Gangguan mental, neurologis, penggunaan zat terlarang, dan tindakan menyakiti diri sendiri berkontribusi sebanyak 23% terhadap semua tahun hidup dengan disabilitas. Khususnya, gangguan kecemasan dan depresi adalah dua kondisi yang paling umum terjadi, mencakup hampir 50% dari semua gangguan mental di wilayah Asia Tenggara.

Selain masalah kesehatan fisik dan kronis, penyalahgunaan zat, bisa terjadi karena pengalaman traumatis, faktor sosial ekonomi, hingga perasaan putus cinta juga bisa menjadi pemicu untuk tindakan bunuh diri.

Namun, tidak ada yang benar-benar tahu apa yang menjadi alasan pasti di balik tindakan bunuh diri. Setiap aksi bunuh diri adalah kasus yang unik, dan tidak tahu apa yang jadi alasan utama di baliknya, bahkan para ahli sekalipun. Ada banyak alasan yang bisa mendorong seseorang untuk ingin mengakhiri hidupnya.

Mengapa Banyak Kasus Bunuh Diri yang Tidak Terduga?

Ada lebih dari 50 studi di seluruh dunia yang menunjukkan bahwa cara kita berbicara tentang bunuh diri dapat memengaruhi pemikiran bunuh diri seseorang. Tingkat pemikiran bunuh diri ini seringkali berkaitan dengan seberapa banyak, seberapa lama, atau seberapa dramatis cara kita berbicara tentangnya.

Risiko bunuh diri juga meningkat ketika berita tersebut secara eksplisit menjelaskan cara bunuh diri, menggunakan gambar atau judul yang terlalu dramatis, atau berulang kali memberitakan hal tersebut dengan berlebihan atau memberikan stigma kepada mereka yang telah meninggal atau mereka yang ditinggalkan.

Sebagai contoh, kita bisa merujuk pada kasus baru-baru ini tentang kematian GDS di Bali. Alih-alih memberikan informasi dan pengetahuan yang akurat tentang bunuh diri dan cara mengatasi masalah tersebut secara sehat, banyak media fokus pada asumsi, metode bunuh diri, dan aspek pribadinya.

Bunuh diri selebritas juga seringkali mempengaruhi banyak orang. Jika seseorang yang terkenal, sukses, dan memiliki karier yang cemerlang saja merasa tidak mampu menghadapi kehidupan, maka lebih sulit lagi bagi mereka yang mungkin sedang mengalami kesulitan. Studi di Korea menunjukkan hal ini.

Dukungan yang Diperlukan

Dalam konteks pemberitaan bunuh diri, informasi pribadi seperti identitas lengkap (nama dan alamat), foto atau video lokasi bunuh diri, dan isi pesan bunuh diri tidak perlu ditampilkan dalam berita. Sebagai alternatif, jurnalis bisa menggunakan foto atau video yang lebih netral, seperti gambar atau video ketika orang tersebut masih hidup. Mereka juga bisa melaporkan bahwa ada pesan bunuh diri tanpa perlu membeberkan isinya.

Pemerintah juga memainkan peran penting dalam menyediakan sumber daya dan dukungan untuk masalah kesehatan mental. Di Indonesia, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah memberikan arahan baik kepada perusahaan-perusahaan BUMN untuk memastikan kesejahteraan karyawan mereka, termasuk kesehatan mental.

Selain itu, ada ide untuk membuat platform di mana kita bisa berbicara, berdiskusi, atau mencari informasi tentang kesehatan mental. Gagasan seperti ini bisa membantu mengurangi rasa ragu-ragu atau khawatir bagi mereka yang ingin mencari pertolongan untuk masalah kesehatan mental.

Jika Anda atau ada anggota keluarga atau teman terdekat yang merasa butuh bantuan seputar perasaan ingin bunuh diri, jangan ragu untuk mencari psikolog atau psikiater terdekat. Mereka siap membantu Anda dan orang yang Anda cintai. Kesehatan mental adalah hal yang sangat penting, jadi jangan ragu untuk mencari dukungan yang diperlukan.

Jika memerlukan bantuan lebih lanjut, hubungi Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di nomor darurat 112 atau 021-500-454. Mereka punya konselor yang siap membantu selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Semua percakapan akan dijaga kerahasiaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun