Mohon tunggu...
Pradana Brian Wicaksana
Pradana Brian Wicaksana Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa

Mahasiswa di Tarumanagara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Entrepeneurship and Innovation

28 Maret 2022   03:00 Diperbarui: 28 Maret 2022   06:06 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan Entrepreneurship mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa Negara Seperti Eropa , Amerika, Dan Kanada. Bahkan Sejak 1970-an banyak Universitas yang sudah mengajarkan manajemen usaha kecil. Pada Tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika serikat sudah mengajarkan tentang EntrepreneurshipDi Indonesia, Entrepreneurship dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman Entrepreneurship baik melalui Pendidikan formal maupun pelatihan – pelatihan di segala lapisan masyarakat Entrepreneurship menjadi berkembang.

Fungsi dan peran entrepreneur dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu secara mikro dan makro. Secara mikro entrepreneur memiliki dua peran, yaitu penemu (innovator) dan perencana (planner). Sebagai penemu entrepreneur menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, seperti produk, teknologi, cara, ide, organisasi dan sebagainya. Sebagai perencana entrepreneur berperan merancang tindakan dan usaha baru, merencanakan strategi usaha yang baru, merencanakan ide-ide dan peluang dalam meraih sukses, menciptakan organisasi perusahaan yang baru dan lain-lain.

Ciputra mengemukakan lima alasan penting mengapa perlu mempromosikan entrepreneurship untuk negara berkembang seperti Indonesia (Nugroho,2009).

1.Budaya “pegawai” atau “pekerja”

Ciputra (2009) mengemukakan fakta bahwa kebanyakan generasi muda Indonesia tidak dibesarkan dalam budaya entrepreneur, melainkan dalam budaya “pegawai” atau “pekerja” dan ambtenaar atau “pegawai negeri”. Mereka lahir dari kalangan pegawai negeri, petani, nelayan, buruh, hingga pekerja serabutan. Entrepreneurship tidak ada dalam pendidikan keluarga, tidak mengherankan jika setelah dewasa mereka memiliki pola piker “mencari kerja” dan tidak dalam pola piker “menciptakan kerja”.

2.Entrepreneurship tidak eksis di pendidikan formal

Jika pendidikan entrepreneurship tidak eksis dalam pendidikan keluarga, demikian juga dalam pendidikan formal. Inspirasi dan latihan entrepreneurship tidak tercermin atau tidak kita lihat dalam materi ajar kebanyakan sekolah, sebagian besar pendidikan entrepreneurship diberikan di Balai Latihan Kerja atau vocational education dan program-program kemitraan dari pelaku usaha besar.

3.Terlalu banyak pencari kerja

Ciputra (2009) menegaskan bahwa sudah waktunya untuk menyampaikan fakta kepada generasi muda sejak bangku sekolah dasar bahwa saat ini kita terlalu banyak memiliki pencari kerja dan sebaliknya memiliki terlalu sedikit pencipta kerja. Bahkan sekarang kita juga semakin banyak memiliki penganggur terdidik. Sehingga dengan fakta ini kita dapat memberikan keyakinan kepada generasi muda agar dapat memikirkan pilihan menjadi entrepreneur secara matang dan mereka tahu bagaimana mempersiapkan diri menjadi entrepreneur.

4.Mendidik kemampuan menciptakan pekerjaan

Ciputra (2009) mengemukakan apabila kita tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi generasi muda, kewajiban kita adalah mendidik dan melatih generasi muda untuk memiliki kemampuan menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri mereka sendiri. Mengutip pendapat dari Caroline Jenner dalam The Next Generation Survey bahwa “We cannot give them jobs, but we can ensure that they have the core skills and competences to create them”.

5.Penciptaan kesejahteraan masyarakat lebih luas

Pertumbuhan jumlah entrepreneur bukan hanya akan menolong generasi muda, melainkan secara keseluruhan akan mendorong penciptaan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Kemiskinan yang semakin berat di Indonesia dapat dipahami karena melihat kondisi tingkat pengangguran. Pada tahun 2004 pengangguran mencapai 10,14% dari populasi atau sekitar 10,25 juta jiwa.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tingkat pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2009 mencapai 9,26 juta atau 8,14% dari total angkatan kerja. Pada tahun 2007 di Stadion Senayan Jakarta lebih dari 10.000 srjana di Indonesia bersaing untuk merebutkan 500 pekerjaan (Nugroho,2009).

Selain tidak adanya kesesuaian antara yang dibutuhkan pasar kerja dan kualifikasi kompetensi calon tenaga kerja, besarnya pengangguran juga terjadi karena jumlah pencari kerja jauh lebih besar dari kesempatan kerja yang ada. Bila satu orang lulusan perguruan tinggi menjadi entrepreneur, maka kemungkinan ia akan mencari temannya sebagai partner dan mungkin salah satu temannya akan diajak menjadi karyawan (bekerja kepadanya).

 Jika jumlah lulusan itu menjadi entrepreneur adalah 10%, maka yang akan bergabung dengannya bisa mencapai 20% (satu partner dan satu karyawan), dengan demikian jumlah pencari kerja angkatan tahun tersebut akan berkurang 30%. Ketika lulusan perguruan tinggi kesulitan mencari pekerjaan, entrepreneurship bisa menjadi langkah untuk mencari nafkah dan bertahan hidup (Hendro,2011)

"Butuh 20 tahun untuk membangun reputasi dan hanya 5 menit untuk menghancurkannya. Jika Anda berpikir demikian, Anda akan melakukan sesuatu dengan beda" (Warren Buffet)

Hardvard’s Theodore Levitt dalam Suryana (2014:43) mengemukakan definisi dari inovasi adalah kemampuan mengaplikasikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan dan peluang yang ada untuk lebih memakmurkan kehidupan masyarakat. Jadi inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru.

Dalam melakukan sebuah inovasi ada beberapa tahapan proses yang perlu dilakukan. Menurut Luecke (2003) ada lima proses inovasi, yaitu Ideas Generation, Opportunity Recognition, Development, Commercialization, dan Ideas Evaluation.

Menurut Statistic Canada dalam buku Managing Innovation oleh Joe Tidd dan John Bessant menyatakan bahwa perusahaan yang berinovasi biasanya memiliki pertumbuhan lebih kuat dan sukses daripada yang tidak berinovasi, dan perusahaan yang memimpin dalam market share dan profibatibility adalah perusahaan yang berinovasi (Tidd and Besant, 2014). Menurut buku Entrepreneurship karangan Barringer dan Ireland, menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah "proses di mana individu mengejar peluang tanpa memperhatikan sumber daya yang mereka kendalikan saat ini". 

Jika bicara mengenai inovasi, kemungkinan besar berkaitan erat dengan enterpreneurship. Karena untuk meluncurkan hasil inovasi ke pasar dibutuhkan keahlian enterpreneur. Jika tidak, produk tersebut hanya akan menjadi hiasan gudang belaka. Atau, mungkin produknya terus berkembang, namun sang inovator tidak pernah menikmati hasilnya secara finansial.
Innovation, atau inovasi, yang dimiliki seseorang belum tentu akan terwujud menjadi suatu bisnis. Hal ini tergantung dari beberapa faktor, seperti prospek karier di tempat lain, keluarga, role model, keadaan ekonomi, ketersediaan sumber daya, dan sebagainya. Contoh, kasus penisilin yang sudah dipaparkan.

Karena itu, jika kita bertanya inovasi macam apa yang dibutuhkan oleh Indonesia?, dapat kita jawab bahwa dibutuhkan secara mendesak: Inovasi yang mampu menciptakan proses dan produk pertanian yang lebih produktif namun labih ramah lingkungan, serta inovasi dalam produk olahan hasil alam.

Inovasi yang sulit ditiru dan berpotensi besar adalah yang berbasis kekayaan intelektual, atau disebut industri kreatif. Perkembangannya sangat ditentukan oleh kreativitas individual yang mampu dimassalkan.

Ide Kewirausahaan. Nilai suatu barang atau produk dapat diciptakan melalui:
• Inovasi. Keberhasilan wirausaha dicapai apabila wirausaha menggunakan produk, proses, dan jasa- jasa inovasi sebagai alat untuk menggali perubahan.
• Mengubah tantangan menjadi peluang. Menciptakan permintaan melalui penemuan baru (market driven). Menurut Zimmerer, ide-ide yang berasal dari wirausaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan pasar. 

Bekal Pengetahuan dan kompetensi Kewirausahaan. Untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yangharus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa inovasi sangat dibutuhkan dalam perkembangan berwirausaha karena dengan adanya inovasi maka akan semakin membuat bisnis yang dijalankan menjadi lebih banyak dilirik karena ada banyak manfaat baru atau penemuan baru yang membuat masyarakat tertarik. sangat disayangkan apabila pengusaha hanya meniru apa yang sudah ada tanpa memikirkan tentang inovasi apa yang bisa diberikan kepada masyarakat. oleh karena itu apapun inovasinya yang jelas membawa banyak perubahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun