Mohon tunggu...
Prabu Mulya Singacala
Prabu Mulya Singacala Mohon Tunggu... Relawan - Menulis itu merawat ingatan agar selalu diinggat

Mulya Institut (MI) pendor sekolah berkebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Pojok Kehidupan yang Bersahaja

24 Juni 2024   22:33 Diperbarui: 24 Juni 2024   22:34 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta perjalanan yang ditunjukan Waze menghantarkan ketujuan (Dokumen Pribadi). 

Malam kemarin tanggal 16 Djulhijah 1445H dalam penanggalan Islam, cahaya Bulan terlihat sempurna layaknya tanggal 15, pencahayaannya menerangi seluruh alam semsesta, walaupun tidak secerah Matahari, bulan memiliki bentuk dan warna cahaya yang khas, cahayanya bisa menusuk ruang-ruang kegelapan dan terlihat remang-remang sehingga membantu pengedipan mata dalam menyusuri jalanan. 

Malam itu Minggu tanggal 23 Juni 2024 dalam penanggalan Masehi, undangan yang di sebar melalui WA Grup tertera tanggal Masehi untuk kami berangkat menuju tempat dimana terdapat kegiatan penting yang tak mungkin di tinggalkan karena terkait dengan ketulusan dalam pengabdian gerakan. 

Banyak kawan-kawan memulai perjalanan selesai Magrib dengan jarak yang berbeda-beda, yang paling dekat saja berjarak kurang lebih 10 KM entah yang lebih dari itu akan tiba pada jam baerapa, semuanya berjalan dalam pengabdian dan gerakan yang penuh pengkhidmatan dan keikhlasan. bismillah. 

Jalanan terus di susuri, roda mobil membawanya meninggalkan tempat kediaman menuju tempat yang di tuju, suasana keramaian jalan raya hanya ada di jalur utama penghubung kota-kabupaten dan bahkan provinsi, jalan yang lainnya masuk kepelataran pedesaan yang melewati rumah penduduk, hutan, ladang dalam keadaan sepi yang sesekali ada terlihat riak kehidupan, karena jam menunjukan masih dalam suasana wajar (selesai Isya). 

Perjalanan kami telah jauh meninggalkan kediaman asal, ketika masuk pada pelataran hutan, Waze (sebuah aplikasi pemandu perjalanan) terlihat garis biru yang menandakan tidak ada halangan perjalanan dan perjalanan akan tibda pukul 19:56 menit waktu Indonesia bagian Barat (WIB), yang ada kami terlambat jauh dari perkiraan tersebut, kami tiba lebih 1/4 jam lebih dari jam perkiraan. 

Kendaraan tak henti-hentinya kami gas, jalan yang berkelok dan menanjak membuat perjalanan kami terlambat, sempat ragu dalam keadaan ditengah hutan, sesekali kami lirik Waze masih berjalan dalam koridor yang benar dan tidak ada komentar kesalahan jalan, perjalanan terus dilanjutkan hingga mencapai pertengahan dari panjangnya jalan yang di susuri, suasana malam membuat mobil melambat selain problem jalanan yang berkelok dan menanjak saja. 

 Waze terus memandu, lirikan yang kesekian kalinya membuat perjalanan tidak yakin, apakah benar jalannya ke arah ini atau malah menyasar jauh dari tempat tujuan, dalam keheningan malam yang baru masuk suasana malam, kegelapan menghadang, hutan jadi kecemasan dan jalan berkelok dan menanjang jadi semacam ancaman yang harus di taklukan. kecemasan menjadi-jadi, adakah kehiduapn di depan sana?. pertanyaan itu ters bergelayut dalam pikiran dan perasaan. 

Pikirannya mengembara kemana saja, bagaimana kalau menyasar jauh dari tempat yang dituju, ini hutan dan ini tidak ada orang, sama sekali tidak menemukan orang, kemana kami minta tolong, kepada siapa dan ke-siapa, dengan kebutuan rasanya tidak penting memikirkan siapa yang akan menolong dan kami akhirnya berserah diri pada khidmat dan tugas menghadiri undangan. 

Memohon Pertolongan 

Ditengah hutan dimana perjalanan terhenti sejenak, kami memikirkan solusi untuk keluar dari ketirnya perasaan dan kecemasan. kami mengingat tugas mulia yaitu khidmat pada Guru-Guru yang nun jauh sebenarnya sangat mendoakan kita semua, kami kembali pada niat khidmat karena jalan itu akan menjadi jalan terbaik dalam menghadapi berbagai kesulitan. 

Suasana sangat cepat, perasaan cemas, khawatir dan lainnya sirna seketika. kami yakin dengan jalan yang di arahkan Waze menuju tempat disana yang yang kami akan tuju sebuah kehidupan yang bersahaja. Roda empat kami gas, terus melaju menyusuri gelapnya hutan belantara, cahaya lampu kendaraan menembus gelapnya jalan, terlihat pepohonan yang berbaris di pinggir jalan, angin menghembus dan dedaunan melambai-lambai seakan menemani perjalanan menuju tujuan. 

Cukup jauh, jok mobil yang di duduki terasa hangat menandakan jauhnya perjalanan, tak lama di sebelah kanan terlihat lampu kedap kedip dan menandakan adanya kehidupan, hatiku berbicara "Alhamdulillah sampai juga". dengan semangat, gas mobil di kencangkan dan tak lama sampai di tujuan. Alhamdulillah. 

Sesampainya di tujuan, kami disambut petugas penjaga, dengan sigap mereka mengarahkan mobil memasuki lapangan untuk berparkir di sana, hilang rasanya kecemasan dan yang ada rasa bahagia karena Allah telah menyelamatkan. kami yakin atas berkah para Guru dan ulama, mereka semua tidak pernah diam selalu membimbing dan meyakinkan hati para santrinya dengan keyakina yang tulus dan ikhlas sehingga jadi jalan menuju kebenaran yang sesuai syariat Tuhan. Aamin. 

Terheran-heran

Teringat pertanyaan yang dilontarkan di tengah perjalanan, adakah kehidupan di sana?, mata dibaut terbelanga dengan suasana yang penuh kebersahajaan, sambutan dinginnya malam menjadikan suasana lebih bersahaja, dilanjutkan sambutan kawan seperjuangan yang sudah terlebih dahulu sampai disana, dengan suasana gembira dan mengharukan semua bertanya bagaimana cerita di perjalanan, dengan tanpa basa basi cerita itu disambut dengan tertawa riang dalam suasana kekeluargaan. ya perjalanan pokonya hebat dan sesekali mencemaskan, itu yang terlotar dengan sambutan tertawa riang dari mereka. 

Ini tempat dimana anggapan tanpa kehidupan, nyatanya tempat ini menjadi saksi kesehajaan kehidupan, gambaran hidup yang sederhana jauh dari denyut kota dan zaman gelobal, kehidupan disana begelut dengan pengetahuan, kitab-kitab bertuluskan arab jadi teman sejati yang terus di pelajari yang akan mematri diri menuju kehiduapn bahagia dan abadi. 

Ya.. tempat ini berada di ketinggian dengan jarak tempuh kurnag lebih 20 KM dari pusat Kota Majalengka, tepatnya di Kecamatan Argapura, Desa Sukadana, Blok Balandongan dengan nama lembaga Pesantren Nurul Abror 1978. suasana pegunungan dengan udara dingin dan beriramakan hafalan nadzom-nadoz Jurmiah, Imriti dan sampai Alfiah. Subhanallaoh. 

Ini tempat kebersahajaan, tempat yang jauh dari hiruk pikup kota dan keberbudayaan zaman milenial. tempat yang tumbuh dari keikhlasan Guru Mulia, para santri tumbuh ngaji membangun assa dengan kehidupan yang serba terbuka untuk mempu menghadapi ketirnya suasana. perjalanan ini sangat berkesan dan mengasikan walaupun digelayuti kecemasan yang berakhir dengan keyakinan karena kembalinya niat peng-khidmatan. wallahu'alam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun