Mohon tunggu...
Prabu Mulya Singacala
Prabu Mulya Singacala Mohon Tunggu... Relawan - Menulis itu merawat ingatan agar selalu diinggat

Mulya Institut (MI) pendor sekolah berkebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

5 Upaya Pecahkan Problem Perempuan di Ranah Sosial

24 Juni 2024   21:13 Diperbarui: 24 Juni 2024   21:18 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita utama RCG hari Kamis Tanggal 20 Juni 2024 bertepatan dengan tanggal 13 Dzulhijah 1445H mengangkat tema Cipatakan Ruang Publik Aman bagi Perempuan, tema yang diangkat sangat menarik untuk di analsis lebih lanjut, keberadaan kaum perempuan akhir-akir ini terus di jadikan sorotan kuhususnya pada adanya perlakuan yang tidak adil di ranah sosial, berbagai organisasi tak terkecuali pemerintah melalui perangkat yang dimilikinya sangat mencurahkan perhatian pada kaum perempuan untuk mencapai drajat keadilan di tengah-tengah masyarakat. 

Dikutip dari berita bersebut, perhatian terhadap perempuan yang menjadi bahan pembicaraanya adalah adanya ancaman pelecehan seksual yang berakibat pada ketidak produktifan, menurunnya kemampuan dalam bersosialisasi di kehiduapn bublik. Gambaran ini banyak di temukan dalam berbagai kasus yang menimpa perempuan khususnya yang berkaitan dengan pelecehan seksual.

UU PKDRT No 23 Tahun 2004, usianya telah memasuki 20 tahun belum mampu menjawab persoalan sosial perempuan baik yang terjadi diranah domestik maupun publik. Pada kesempatan lain terbit lagi UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang kemudian terbit peraturan presiden (Perpres) No 55 Tahun 2024 tentang unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA).  

Berbicara perlindungan, apabila memperhatikan perangkat peraturan dari level undang-unndag sampai pada peraturan pelaksana undang-unndag telah mencukupi dan memadari, gambaran UU PKDRT dan UU TPKS serta Perpres UPTD PPA menegaskan tidak ada toleransi bagi pelaku pelecehan pada perempuan dan anak serta tidak ada kesempatan bagi siapapun untuk memperlakukan perempuan sebagai objek ejekan atau perundungan dan atau lainnya.

Menelisik lahirnya UU PKDRT yang mengatur ranah domestik, awalnya terdapat pertentangan yang nyata, mereka berdalih pemerintan tidak bisa memasuki wilayah domestik, pertentangan ini memakan waktu cukup lama terlebih masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim masih terkungkung dengan teks kitab suci yang ditafsrikan secara tektual tidak pada hal yang kontekstual, akibatnya muncul pertentangan dan ini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi kita untuk mewujudkan kedailan gender di masyarakat.

Perlindungan kaum perempuan, apabila memberhatikan Provinsi Jawa Barat dimana Jawa Barat mempunyai program yang disebut dengan Sekper Cinta (sekolah perempuan gapai cita-cita) yang diluncurkan Gubernur Ridwan Kamil saat itu, program ini menyasar kaum perempuan dengan lima komponen pendekatan; pertama, Program Kesehatan Keluarga., kedua, Program citra diri perempuan., ketiga, Program pengembangan minat diri., keempat, Program keluarga bahagia dan, ke lima, Program keterampilan dasar perempuan. Selain itu ada banyak perogram serupa yang di laksanakan oleh provinsi lalin yang mengkonsentrasikan dirinya pada kaum perempuan.

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan civil society dalam membangun keadilan gender atau perhatian pada kaum perempuan terus di galakan, selain undang-undnag dan peraturan yang telah di sebutkan diatas, ada yang mendasari atau ruh yang menjadikan perhatian ini harus terus di lakukan, dasar tersebut terdapat dalam Pereaturan presiden No 52 Tahun 2005 tentang penanggulangan kemiskinan kemudian diikuti dengan intruksi presiden RI No 9 Tahun 2000 Tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, kemudian terbit lagi peraturan mentri pemberdayaan perempuan RI No 1 Tahun 2008 tentag peningkatan kualitas hidup perempuan, dan yang terakhir adalah Peraturan Mentri dalam Negeri RI No 26 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan P2WKSS di Daerah. Dari berbagai peraturan tersebut nampak jelas keseriusan pemerintah dalam melindungi kaum perempuan agar perempuan Indonesia berdaya.

Berbagai problem yang di hadapi perempuan di masyarakat sangat memberikan dampak serius terhadap kemampuan sosial masyarakat hususnya dalam hal pelecehan dan perundungan serta kemiskinan akut yang diakibatkan dari adanya perceraian. Sebagai civil society, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong agar problem tersebut dapat di minimalisir sejak dini:

  • Berikan akses secara terbuka pada bidang pendidikan; pada bagian ini, pendidikan akan memberikan landasan strategis bagi kemajuan suatu bangsa, keterbelakangan masyarakat akan mengikis oleh terbukanya akses pendidikan, para perempuan harus didorong untuk mejadlankan dan menggapai pendidik yang sesuai standar, apakan formal atau non formal, dan untuk menumbuhkan kemampuan sosial para perempuan didorong masuk pada pendidikan non formal yang didirikan oleh lembaga swadaya masyarkat atau Desa.  
  • Mewujudkan pemberdayaan melalui penguatan ekonomi; pada bagian ini, perempuan harus diciptakan mampu secara mandiri tidak lagi menjadi ketergantungan pada kaum laki-laki, kemandirian akan berakita pada kemampuan diri dalam menghadapi ancaman yang ada disekelilingnya, perempuan sering dianggap lemah dan salah satu faktornya adalah ekonomi. Dengan kemandirian dan kemampuan ekonomi, perempuan akan mampu menghadapi problem sosial yang dihadapinya.
  • Mendorong adanya kesehatan dan kesejahteraan keluarga; bagian ini diperuntukan untuk mereka perempuan yang telah terikat dengan perkawinan (keluarga baru), kesehatan dan kesejahteraan keluarga dapat duwujudkan dengan kemandriian ekonomi, pengetahuan yang mempuni dan akses kemampuan sosial yang mapan, sehingga kesehatan dan kesejahteraan keluarga yang dibangunnya dapat di jalin dan terwujud dengan baik dan seimbang.
  • Ketahanan bangunan sosial; ketahanan yang dimaksud adalah keberdayaan sebagai perempuan yang tidak dapat dilecehkan secara fisik dan fisikis, unsur perempuan walaupun mempunyai akses fisik dan fisikis yang rentan tetapi dengan peningkatan kemampuan melalui ketahanan sosial yang dibangun atas dasar penyadaran diri dan peningkatan kemampuan kemandirian akan berakibat pada hilangnya pelecehan yang mengarah pada fisik dan fisikis, sehingga perempuan aka terbebas dari keadaan itu.
  • Penguatan perlindungan hukum dan sosal, bagian ini dapat di wujudkan oleh berbagai komponen, pelecehan yang berakibat pada perempuan dan siapapun perempuannya harus dapat di tindak lanjuti dengan adil dan seimbang, perempuan dodorong untuk berani berbicara dan melaporkan, simpul-simpul perlindungan yang ada di tengah masyarakat seperti LBH (Lembaga Bantuan Hukum), Kader PKK, Desa, Tokoh Masyarakat dan KUA harus menjadi rumah nyaman perempuan untuk mewujudkan pelinduangan dan keadilan yang sebenarnya.

Dari berbagai uraian diatas, perhatian terhadap perempuan terus di gelorakan agar membuat penyadaran berbagai pihak, pengausutamaan gender yang diwujudkan pemerintah melalui peraturannya dan berbagai turunan peraturan dari pusat hingga daerah dan bahkan tidak menutup kemungkinan adanya perdes (peraturan desa) atau lokal wisdom menjadi modal perempuan Indonesia akan berdaya dan terwujud keadilan yang sesungguhnya, adanya respon di ruang publik yang masih memandang lain pada perempuan, harus menjadi pelajaran dan perhatian yang terus di tingkatkan. Wallahualam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun