Mohon tunggu...
Prabu Mulya Singacala
Prabu Mulya Singacala Mohon Tunggu... Relawan - Menulis itu merawat ingatan agar selalu diinggat

Mulya Institut (MI) pendor sekolah berkebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Buku yang Terbengkalai di Pojok Taman

22 Juni 2024   20:54 Diperbarui: 24 Juni 2024   07:36 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlihat buku-buku yang terbengkalai dan berdebu jauh dari sentuhan tangan halus dan tatapan mata. Foto diambil 22/06/24

Kotak Literasi Cerdas (Kolecer). Kemunculannya fenomenal, mengagungkan, dan tentu mencerdaskan. Gagasan Jabar Juara yang di kampanyekan Gubernur Ridwan Kamil masa itu sangat membangun asa rakyat Jawa Barat. Berbagai ide dan gagasan cerdas dan kreatif menjadi gerakan masyarakat untuk mewujudkan Jabar Juara dengan gol lahir dan batin, Kolecer menjadi konsep yang diikutsertakan dalam mewujudkan Jabar Juara lahir batin.

Lemari berwarna dengan kaca transparan sengaja ditempatkan di sudut-sudut taman kota, sebagaimana yang saya temui di Kabupaten Majalengka. Lemari itu berdiri di pojok Utara Taman Raharja Majalengka dengan berbagai judul buku melengkapinya yang tergeletak di dalam. 

Mulanya banyak yang tertarik, mungkin karena warnanya atau karena aneh saja kok ada lemari buku di pojok taman? Mungkin itu pikiran sebagian masyarakat, tapi ini menarik, kami mampir di awal kemunculannya dan mencoba menikmati sajian buku yang ditulis orang ternama dan penuh hikmah di dalamnya. Sungguh memberi pelajaran dan pengalaman. 

Memori saya mencatat, kunjungan ke Kolecer hanya efektif 2 tahun saja, entah kenapa, entah bukunya usang atau masyarakat kita tak terbiasa membaca, atau pengelolanya yang dilepas karena kekurangan anggaran, entah mengapa dan ini terus bertanya-tanya tak ada jawabannya. 

Ya begitulah nasib Kolecer. Dalam bahasa Sunda Kolecer itu sebuah alat permainan yang dibuat dari serutan bambu atau kayu tusuk dibuat tipis dengan poros tengah untuk keseimbangannya, lantas berputar-putar tertiup angin, semakin kencang anginnya maka putarannya semakin kencang. 

Berbeda dengan cerita di negeri Kolecer (Amsterdam), Kolecer dibuat untuk membangkitkan tenaga listrik yang dapat menghasilkan kekuatan kilo wot dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, dengan adanya aliran listrik semua jadi hidup dan menghidupkan. Itu cerita singkat diluar sana. 

Di Jawa Barat lain lagi, Kolecer menjadi sebuah nama implementasi program Jabar Juara lahir batin, program ini harus diisi dengan konsep yang membangkitkan dan mencerdaskan awalnya, tapi seiring perjalanan berkata lain. Hari ini Kolecer terbengkalai menunggu induk semang yang merawatnya, entah siapa tertarik lagi. Bisakah masyarakat menginisiasi atau melanjutkan gagasan inovatif tersebut? Entah, semoga. 

Buku yang Debuan

Sudah pasti disana ada kotak Kolecer di sana pula ada buku-buku dengan judul beraneka ragam, buku itu jadi penghuni utama, bukan sebagai penghias tapi pemanggil asa masyarakat yang tercerdaskan. 

Terlihat buku-buku yang terbengkalai dan berdebu jauh dari sentuhan tangan halus dan tatapan mata. Foto diambil 22/06/24
Terlihat buku-buku yang terbengkalai dan berdebu jauh dari sentuhan tangan halus dan tatapan mata. Foto diambil 22/06/24

Ide cerdas menggambar pemimpin cerdas, tetapi tak selaras dengan tujuan utamanya, mereka hanya mampu berdiri tak lebih dari 2 tahun saja dan kesananya terbengkalai dikunci saja. 

Buku-buku sangat menunggu mata intim melihatnya, tangan baik dan halus merabanya dan menunggu sautan bibir komat-kamit mengeja kalimat yang tersusun di lembaran-lembarannya. Itulah harapan setiap buku, toh kalau bisa menyerukannya. Ya entah siapa yang bisa sampai padanya. 

Hanyalah debu kecil yang masuk dari sela-sela kaca yang membungkus dan melindunginya, bukan membuka dan mengelus apalagi komat-kamit kalimat melainkan malah membuat dirinya usang dan lusuh tak terjaga dan nangis rasanya. 

Begitulah Gambaran buku-buku yang nasibnya jadi penjaga sejarah Kolecer terbengkalai di sudut kota Taman Raharja. 

Katanya Hilang Anggaran

Bukan sebuah pengamat dan bukan pula hasil pengamatan, ini hanya mungkin kejadiannya karena anggaran. Sejak tiga tahun lalu sejak induk semang ini menghilang asal dan usulnya, mungkin soal anggaran. Kenapa demikian? Karena ini dikelola berdasarkan pada anggaran pemerintah, maka wajar ketika anggaran tidak cair maka terputuslah segala kegiatan. Ini budaya atau ini kebiasaan. Mungkin. 

Sempat wawancara ketika induk semang itu urus mereka, kami tanya, bagaimana ini kelanjutannya. Mereka bilang selama kami diberi tanggungjawab maka ini bisa dinikmati masyarakat, tapi entah sampai kapan. Saya masih diminta laporan, berapa pengunjung yang membaca, dari komunitas mana dan dari mana. Itu masih di catat dan dilaporkan, katanya. 

Ya itu administrasi prosedur untuk anggaran, ada input pasti ada output, hukumnya begitu. Semenjak tiga tahun entah kenapa, buku administrasi sama tertumpuk di dalam saja membebani buku-buku yang tak tersentuh tangan halus masyarakat, ya begitulah...

Rasanya pahit dan ketir, niat mulia dan lantas berlanjut terus menerus hingga jabatan purna, Jabar Juara lahir batin slogan yang diupayakan dan berakhir tanpa berputarnya Kolecer menerangi warga.

Wallahualam. Semoga ada asa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun