Mohon tunggu...
Prabu Mulya Singacala
Prabu Mulya Singacala Mohon Tunggu... Relawan - Menulis itu merawat ingatan agar selalu diinggat

Mulya Institut (MI) pendor sekolah berkebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kasih Sayang Satu Rumpun

8 Maret 2024   20:36 Diperbarui: 8 Maret 2024   20:54 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tiga Hari Persahabatan yang susah dilupakan, tampak serasi dari Kanan Dr. Ros, Prof Iriana (Malayasia), Adik Iriana dan Dr. Kania (Indonesia)

Habislah cerita panyaweyan, lanjutkan perjalanan telaga biru Panten kecamatan Sindang melalui susur hutan bambu yang elok bagaikan terowongan. Pohon bambu menjulang kuat ujungnya menyapa satu dan lainnya membentuk trowongan yang mengabumkan sampai cahaya matahari hilang dari pandangan, ini perjalanna mengesankan kawan dan aku yakin sangat mengesankan yang akan di ceritakan kelak di sana sahabat serumpun kita. Hehe

Panorama alam yang tak luput dari pandangan dengan sajian jepretan alami dari OPPO A77s. (Dok Peribadi)
Panorama alam yang tak luput dari pandangan dengan sajian jepretan alami dari OPPO A77s. (Dok Peribadi)

Jam menunjukan pada nagkan 13.45 harusnya kami lakukan makan siang dengan nasi kebul yang dihidangkan. Ini jadi kelupaan karena indahnya Seyuman Tuhan sajikan Alam Indonesia yang kami pandang. Tiba di tempat makan jam 14.50 kami bergegas pesan daging tusukan (sate) yang cepat bakar dan lahap menyantapnya.

Makan diatas Mobil Bak

Sate telah tersaji diatas piring yang dibagi berdasarkan jiwa yang lapar.. hujan sambut suasana dengan pikiran yang tenang baknya sufi yang meditasi tapi kami memulai makan dengan lahat menyambung tenaga utuk lanjutkan perjalanan ke Cipanten yang tak jauh dari tempat kita makan.

Ya makan ku di atas mobil terbuka, ini engga terbuka amat karena diatas kepala kami ada titupnya dengan terepan biru bagaikan tempat hajatan sunatan di depan rumah. Cuap dan lahatnya jadi keseruan dan ami nikmati makan dengan turunnya hujam yang semakin membesar.

Panten

Inilah telaga biru yang kami ceritakan, catatan sejarah tidak begitu gamlang menyebitkan kapan ditemukan dan siapa penemunya serta dari mana nama itu ada. Tapi ini telaha CIPANTEN yang kami kenal sekarang. Telaga ini sajikan air yang terlihat biru dari kejauhan.

Sayang... sayang ... hujan menyambut kami sampai tidak sempat mengelilingi dan hanya terdiam di kedai kopi yang sajian Ibu saji memperlihatkan keramahan sebagai pribumi. Inilah panten kami perkenalkan ke sahabat serumpun kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun