Mohon tunggu...
Prabu Kresna
Prabu Kresna Mohon Tunggu... -

saya hanya rakyat biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Siaran Pers Kejaksaan Agung Terkait Kasus DW

2 Maret 2012   09:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38 2463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

M. ADI TOEGARISMAN, S.H., M.H.
JAKSA UTAMA MUDA NIP.196002281988031001

Dari siaran pers diatas ijinkan saya berpendapat mengenai apa yang di sampaikan oleh Kejaksaan Agung ini, segala pendapat saya ini tidak ada maksud untuk membela sdr DW dan saya tetap berprinsip bahwa korupsi di negeri ini tidak dibenarkan dan tidak boleh dibiarkan, pemberantasan korupsi harus berjalan terus tanpa pandang bulu entah siapa itu. Dari siaran pers ini dapat kita lihat beberapa hal sebagai berikut :


1. Kejaksaan Agung sama sekali tidak memahami bagaimana sebenarnya tugas seorang Account Represntative (AR), dalam KMK Nomor 98/KMK.01/2006 jo KMK 68/PMK.01/2008, tugas seorang AR adalah:
Account Representative mempunyai tugas :
a.    melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak;
b.    bimbingan/himbauan dan konsultasi teknik perpajakan kepada wajib pajak;
c.    penyusunan profil wajib pajak;
d.    analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi; dan
e.    melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kejaksaan Agung dalam siaran Persnya menyebutkan "Seorang PNS yang saat menjabat selaku Account Representative pada kantor Pelayanan Pajak di Ditjen Kementerian Keuangan diduga telah melakukan penyimpangan sebagai pemeriksa pajak yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai dengan keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan Pajak" . Sungguh sangat disayangkan dalam suatu siaran Pers resmi untuk level Kejaksaan Agung yang notabene adalah penegak hukum itu sendiri tidak bisa memahami bahasa hukum, mengapa saya katakan demikian, karena sangat tidak mungkin seorang AR melakukan tugasanya diluar apa yang menjadi tugasnya, di dalam DJP seorang AR bukanlah Pemeriksa Pajak. AR dan Pemeriksa Pajak adalah dua petugas yang berbeda, jadi ada suatu pertanyaan dalam hati, mungkin KAPUSPENKUM ini belum pernah ke Kantor Pelayanan Pajak untuk suatu urusan pajak dengan yang namanya AR dan Pemeriksa, atau bahkan setingkat pejabat ini malah belum memiliki NPWP, klopun punya juga tidak pernah tau apa itu hak dan kewajiban memiliki NPWP.
2. Selama ini berita beredar kasus DW adalah PNS dengan uang sebanyak Rp. 60 M, ternyata dalam siaran persnya Kejagung "seorang PNS dengan gol III/C melakukan transaksi dengan volume yang relatif besar yaitu antara Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.1.950.000.000 (satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) dalam bentuk transaksi tunai dari tahun 2005 – 2011. Kegiatan transaksi-transaksi tersebut terlihat terdapat dugaan pada upaya menyamarkan asal-usul uang dengan mempergunakan PT. Mitra Modern Mobilindo dengan penghasilan 1,5 milyar pertahun padahal PT tersebut baru didirikan pada tahun 2006"
3. Berdasarkan point 2 tersebut diatas dilihat klo transaksi yang di duga money laundry adalah tunai, ini bisa diartikan klo kasus DW ini bukan analisa PPATK.
dari tiga hal tersebut diatas, klo menurut saya ada yang aneh dengan proses penyidikan kasus DW.
sekali lagi saya tegaskan tulisan ini bukan untuk membela sdr DW, karena saya pun tidak pernah kenal dengan sdr DW. saya sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Tolonglah kejaksaan untuk bisa lebih bijak dalam bertindak agar penilaian kinerja Kejaksaan dari MENPAN tidak lagi C alias pas-pasan atau paling bawah. dan jangan jadikan kasus DW di persamakan dengan kasus GT lagi, dan jangan ada lagi gerakaan boikot bayar Pajak, bagaimanapun Pajak juga untuk pembangunan bangsa, contoh sederhananya adalah setiap liter bensin di subsidi sekitar Rp. 2.500,- per liter, berapa liter anda setiap hari itulah sedikit  manfaat yang bisa kita rasakan dari pajak.



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun