Mohon tunggu...
Prabu Bolodowo
Prabu Bolodowo Mohon Tunggu... wiraswasta -

" I WANT TO MAKE HYSTORY, NOT MONEY."

Selanjutnya

Tutup

Money

Tidak Cuma Orang Kampung, Agung Podomoro pun Berniat Menyerobot Lahan Negara

3 April 2016   11:33 Diperbarui: 3 April 2016   12:16 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawan, kalian pasti pernah lihat pagar halaman tetanggamu maju 50-100 cm dari pagarmu. Akibatnya jalan di depan rumahmu jadi sempit. Yg mestinya jalan itu bisa utk papasan 2 mobil, kini cuma bisa di lalui 1 mobil.

Nah, orang yg suka nyerobot lahan ini namanya orang serakah bin tolol. Karena secara harga pasar, lokasi tanah/rumah yg memiliki akses utk 2 mobil nilai jualnya lebih tinggi ketimbang yg bisa dilalui 1 mobil. Terlebih, lokasi rumah yg tdk bisa diakses dgn mobil, harganya jatuh. Kecuali ada pengembang yg baik hati ingin menggusur seluruh kampung. Nah, baru kalian bisa kompak minta harga tinggi.

Jujur, sy pikir contoh di atas cuma dilakukan di kampung doang. Keserakahan nyerobot lahan orang lain, dalam ilustrasi tsb ternyata cuma ujung puting dari sebuah toket besar.

[caption caption="sumber ; http://search.kompas.com/"][/caption]

Coba tengok, corporate yg telah go publik macam APL, ternyata presdirnya bermental kampungan. Dewan direksi tentu kecewa berat. Sosok Arisman dengan pengalaman ceo-nya yg terpilih menjadi Presiden direktur pada RUPST, Mei 2015 silam, kok bisa melakukan penyuapan cuma senilai 2 milyar perak untuk mempengaruhi kebijakkan publik yg sedang digodok DPRD DKI? Sungguh tidak dapat dimengerti oleh logika corporate. Mengapa ia berani nyuap Muhammad Sanusi cuma 2 milyar perak? Apakah dengan menyuap 2 milyar perak, Pihak DPRD berani merubah kewajiban pihak pengembang yang semula 15 persen menjadi 5 persen.

Seperti dikatakan oleh Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama, "Saya menduga para pengembang bermain dengan oknum anggota DPRD DKI Jakarta untuk menghilangkan kewajiban membayar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tiap proyek reklamasi. Tidak hanya DPRD", (m.liputan6.com, 2/4/2016)

Kekeliruan selalu datang terlambat. Padahal sdh sering sy lontarkan, bagusnya APL kasih 18 persen, bukan 15 persen spt di minta Gubernur Ahok. Dng hibah 3 persen, APL akan memperoleh manfaat maksimal: dikenal sbg corporate kredibel, dermawan, bersih dan pro rakyat. Dgn lebel ini, sdh barang tentu nilai saham semakin seksi.

Nah, gegara Arisman kasih 2 milyar perak kpd Sanusi, demi nyerobot 10 persen lahan negara, kini ia di bui.

Asudahlah, mudah2an saham APLN tidak melorot. Andai melorot, dipastikan seluruh jajaran dewan direksi akan malu krn terlihat toketnya sprt papan gilesan.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun