Mohon tunggu...
Prabu Bolodowo
Prabu Bolodowo Mohon Tunggu... wiraswasta -

" I WANT TO MAKE HYSTORY, NOT MONEY."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Stop Bully Prabowo, Please!

26 Agustus 2014   01:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:34 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Majalah tempo hari ini (25/8) mengeluarkan edisi barunya dengan cover bergambar busana warna putih yang biasa dipakai capres no.1 dan pendukungnya.

Dari segi artistic gambar sampul majalah berita tersebut diolah dengan kesungguhan estetika resmi. Nuansa draperi(lipatan yang membentuk garis berupa bayangan) dikerjakan penuh detil sehingga tak hanya memunculkan kesan natural, namun sekaligus juga empati.

Dalam teori estetika seni rupa, hal demikan disebut keindahan realitas.

[caption id="attachment_355157" align="aligncenter" width="482" caption="Cover Majalah Tempo 25-31 Agustus 2014"][/caption]

Selanjutnya tulisan ini tak berniat untuk membahas teori seni yang definisinya bisa diperbincangkan berabad-abad. Namun, apa yang saya tulis ini sekedar mengagumi karya artistic cover majalah tempo yang begitu syarat pesan!

Dengan gamblang, gambar di cover majalah Tempo tersebut merujuk seragam kampanya capres no.1 Prabowo.Setelah drama perjuangan melelahkan untuk menuntut pemilu ulang kandas di MK, Prabowo pun lenyap bak di telan bumi. Hingga tinggalah seragam putih dan pecinya.

Sebagai penikmat seni rupa, hati ini terasa sakit dan pilu, saat seragam capres np.1 itu di gambarkan sedang memberi sikap hormat. Hormat pada siapa?

Tempo, please deh. Jangan bully Prabowo. Andaibeliau melihat gambar tersebut , dipastikan semakin sakit dan remuk hatinya.

Maafkan kubu Prabowo yang pada saat kampanye pilpres kemarin menghujani Jokowi dengan fitnah ganas. Diteriaki PKI pun Jokowi diam. Begitu pula para relawan Jokowi, tak terhasut.

Pilpres 2014 adalah pelajaran sejarah bagi bangsa ini. Rakyat berharap dalam pilpres mendatangKPU tidak kecolongan meloloskan capres yang megalomania-delusional.Menjadi capres tidak hanya dibutuhkan fisik kuat dan dukungan financial besar. Lebih penting adalah kesehatan jiwanya. Inilah tantangan dokter-dokter pemeriksa kesehatan calon pejabat-pejabat negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun