Tanah Papua Untuk Indonesia -- Begitu hebatnya permainan kata kata "retorika" yang dengan lancangnya menyebut demokrasi di era Jokowi mengalami pemburukan, dan program pembangunan yang diselenggarakan Jokowi menimbulkan ketimpangan.. Capres 01 harusnya berkaca terlebih dahulu kepada dirinya saat ini, ketika menuduh Prabowo tidak tahan beroposisi karena melakukan rekonsiliasi damai bersama Jokowi Pasca Pilpres 2019.. Yang tidak disadari oleh dirinya, bahwa Partai pengusung Capres 01 itu, di dominasi oleh Partai yang hingga hari ini, masih memiliki Menteri di Kabinet Jokowi.. Pernyataan Capres 01 ini justru sejatinya menampar wajah Partai Pengusungnya sendiri, terutama PKB dan Nasdem..
Pernyataan yang sama dapat diarahkan ke Partai Pendukung Capres 01, bukan kah Nasdem dan PKB dapat dipandang tidak memiliki rasa malu dan etika politik, dimana Capres yang mereka usung justru secara terang terangan menyerang Program Presiden Jokowi? dan dalam waktu yang bersamaan, mereka masih makan enak di dalam kabinet Jokowi? Rasa rasanya terkait integritas Capres 01 yang banyak mengajukan retorika teori "etika politik dan demokrasi" yang tampak enak di dengarkan oleh telinga, namun sejatinya syarat dengan kemunafikan..Â
Jika tidak ingin di justifikasi sebagai kelompok munafik, tentunya sikap penentangan terhadap program Presiden Jokowi tersebut haruslah di ikuti dengan komitmen "nyata" dalam bentuk "action" perbuatan, bahkan secara "etika dan moral" seorang "pengkhotbah" seperti Anies yang dianggap sempurna dalam hal gagasan demokrasi, harus memimpin PKB dan Nasdem secara etika dan moral pula, untuk keluar dari Kabinet Jokowi..
Apa yang Capres 01 ucapkan "tentang pemburukan demokrasi dan menyerang program pembangunan jokowi" pada kenyataannya hanyalah sebuah "permainan kata kata" yang menipu.. Dirinya, mungkin bahkan berusaha mendorong PKB dan Nasdem tetap berada di dalam Kabinet Jokowi (terbukti dengan tidak adanya komitmen etis dari partai pengusung Capres 01 untuk keluar dari Kabinet Jokowi yang sering mereka serang dan jatuhkan), ataukah patut kita duga, mereka secara sengaja berusaha mencari jalan pembenaran untuk dikeluarkan dari kabinet "menguji batas kesabaran Jokowi" lalu kemudian mengolah narasi sebagai "korban kedikatoran jokowi" layaknya "menempatkan diri mereka sebagai korban "playing victim", dan dalam waktu yang bersamaan, mereka tetap mendapatkan manfaat dari jabatan kekuasaan di kabinet selama Jokowi tidak bertindak apa apa..Â
Thats prove, youre hipokrit.. 1000 persen, ucapan anda yang manis itu, dibatalkan oleh logic perbuatan anda sendiri yang benar benar bertentangan "penuh kemunafikan dan hasrat yang begitu haus dengan ambisi kekuasaan"..Â
Ingin menunjukkan retorika sebagai "new hero" yang tengah membasmi kejahatan, namun dirinya sendiri masih di sokong oleh mereka yang masih "hidup dan makan" di rumah orang yang dituduhnya berbuat kejahatan.. Sungguh pertentangan antara gagasan dan realita yang tidak sinkron, menjadi sebuah paradoks "no meaningfull idea"..Â
Kita tentunya, mengenal sosok tokoh politisi berkebangsaan Italia yang hidup pada abad ke 14-15, yang bernama "Nicollo Machiavelli", orang mengenalnya karena sikap politiknya yang suka menghalalkan segala cara demi ambisi berkuasa.. Dengan mudahnya seorang yang beraliran Machiavelli menuduh orang lain tidak demokratis, tidak adil, bertindak otoriter, namun, dirinya sendiri mendapatkan sokongan politik dari partai yang juga tetap dihidupkan dengan relasi kekuasaan yang dituduhnya tidak demokratis dan tidak adil itu..Â
Seorang calon Presiden, seperti tanpa "empedu" menyerang Pemerintahan Jokowi, sedangkan dirinya sendiri masih mendapatkan manfaat dari "kebijaksanaan" pemerintahan Jokowi yang masih memberikan kesempatan kepada Partai Pengusungnya untuk tetap berada di Kabinet..
Kekhawatiran terbesarnya adalah, jangan jangan romantisme Nasdem dan PKB saat ini bersama calon Presidennya, hanyalah sebuah "batu loncatan", mengambil manfaat dari kesempatan yang muncul dalam pemilu saja "temporary relationship".. Namun, setelah yang bersangkutan terpilih, tabiat aslinya akan keluar dengan rangkaian penghianatan, yang bahkan ikut menghancurkan Nasdem dan PKB itu sendiri dimasa masa pemilu 2024 dan dimasa mendatang..
Karena realitas sejarah telah membuktikan, bagaimana ikhlasnya Prabowo pada saat itu, mengayomi seorang sosok yang saat itu terbuang dari Kabinet Jokowi "pecatan Menteri", lalu mengangkat derajatnya menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, yang pada akhirnya merasa menjadi Gubernur Paling sukses di Jakarta, dan bahkan bersikap arogan dihadapan Prabowo yang notabene adalah orang tua yang membesarkan karirnya dengan memberikan kesempatan kepada dirinya untuk dicalonkan sebagai Gubernur Jakarta saat itu..Â
Sekali lagi, tanpa memiliki "empedu", menebarkan narasi yang menjelekkan Prabowo, yang notabene adalah orang tua yang memberikannya kesempatan menjadi pemimpin..
Sebagai orang Timur, orang Indonesia yang memiliki "pattern" kebudayaan, rasa rasanya tidaklah pantas bagi seorang yang tidak memiliki etiket kepada orang tua yang berjasa dalam hidupnya, untuk dijadikan panutan apalagi diberikan mandat kepercayaan untuk memimpin Indonesia, dengan segala kearifan "wisdom" yang dimiliki oleh bangsa yang besar ini..
Sebagai penutup, alangkah baiknya kita mendengar nasihat dari Tiongkok Kuno, yang mengatakan:Â
Chi shui bu wang jue jing ren -- Ketika minum air sumur, jangan lupa dengan penggalinya, yang artinya "Jangan lupakan orang orang yang pernah membantu kita mencapai keberhasilan"..Â
Jika tidak sanggup berbuat baik, maka bersikap santun lah kepada orang yang pernah berjasa dalam hidupmu, maka kesantunan itu, merupakan selemah lemahnya perbuatan baik seseorang kepada penolongnya..Â
Horas..
Maturnuwun..
Wa Wa Wa
Hormat Kami,
Willem Wandik S.Sos
Waketum DPP PD Demokrat
Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran Presiden 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H