Mohon tunggu...
Atika Prabandari
Atika Prabandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

cita-citaku ngobrol sama nicholas saputra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Psikoanalisis, Buah Pikiran Sigmund Freud

22 November 2022   20:16 Diperbarui: 22 November 2022   20:36 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gb. 2, ilustrasi tingkat sadar manusia, disadur dari laman Digstraksi.com

Sigismund Scholomo Freud atau Sigmund Freud lahir di Freiberg, kota kecil di Utara Moravia, Republik Ceko pada 6 Mei 1856. Ia terlahir dari hasil pernikahan kedua ayahnya yang bekerja sebagai penjaja wol. Sejak berusia tiga tahun, Freud dan keluarganya terbiasa hidup berpindah dari wilayah yang satu ke wilayah lain. Freud dan keluarganya pernah tinggal di Leipzig, Jerman selama satu tahun sebelum akhirnya menetap di Wina hingga 1938.

 Pada usia 17 tahun, Freud menempuh pendidikan di Universitas Wina dengan fokus bidang pengobatan tanpa minat, tetapi ia berhasil lulus dengan gelar summa cum laude. 

Selama menempuh pendidikannya tersebut, Freud bertemu dengan para ahli yang kemudian menjadi kiblat berpikirnya seperti Brucke, Brentano, dan Carl Claus dari sini juga, Freud mendalami keilmuan Filsafat dengan berkiblat pada teori Evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Setelah lulus, ia berpindah ke negara Inggris dan menjalani profesi sebagai seorang dokter.

Freud menjadi salah satu ahli dalam keilmuan Psikologi melalui teori Psikoanalisis yang ia kemukakan. Perjalanannya membangun psikoanalisis diwarnai banyak pro dan kontra oleh tenaga sejawatnya. Sebab karya yang mengantarkan Freud pada kegemilangan sebagai ahli psikologi ini menuai banyak celaan dan sinisme karena Freud dianggap hanya sedang mengambil kesempatan untuk mencurahkan isi hatinya. 

Dalam Psikoanalisis yang diteorikannya, Freud menjelaskan terdapat tiga tujuan utama manusia menjalani hidup. Pertama, untuk mengejar kesempurnaan. Dalam poin ini, Freud mengutarakan bahwa tiap manusia selalu berusaha untuk menjadi sempurna demi mendapatkan apresiasi positif dari publik. 

Kedua, dalam menjalani kehidupan, seorang manusia selalu berusaha untuk mendapat kenikmatan, yang dalam hal ini Freud menjabarkan bahwa kenikmatan tersebut bisa dalam bentuk sosial, psikis, kesehatan, termasuk pula seks. Terakhir, manusia akan selalu menghindari ketidaknikmatan, maka jangan heran jika ada seseorang yang malas untuk melakukan suatu pekerjaan yang memberatkannya.

gb. 2, ilustrasi tingkat sadar manusia, disadur dari laman Digstraksi.com
gb. 2, ilustrasi tingkat sadar manusia, disadur dari laman Digstraksi.com

Dalam Psikoanalisis, Freud juga membagikan tiga tingkat kesadaran manusia. Pertama, keadaan tak sadar, dalam keadaan ini, hanya terdapat beragam dorongan serta trauma yang pernah dialami oleh seorang manusia. Kedua, keadaan pra-sadar, dalam keadaan ini seorang manusia sejatinya telah berada dalam keadaan yang siap dan sadar, tetapi terkadang kesadaran tersebut tidak ditindaklanjuti. 

Misalnya ketika seseorang melamun atau salah ucap. Ketiga, keadaan sadar, dalam keadaan ini, telah berisi beragam pikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan-ingatan lainnya.

Melalui teori Psikoanalisis ini, Freud berusaha mengungkapkan bahwa seluruh tindakan dan kepribadian seseorang didasarkan oleh tiga komponen yaitu Id, Ego, dan Super ego. Di mana Id dan Ego berada di bawah alam sadar, sementara Super ego ada di dalam keadaan sadar. 

Id merupakan sumber energi psikis yang menggerakkan kegiatan pemenuhan kebutuhan biologis, dan juga menggerakkan tingkah laku agresif. Id mencari kepuasan secara instan terhadap keinginan dan kebutuhan manusia. Apabila kedua ini tidak terpenuhi, seseorang dapat menjadi tegang, cemas, atau marah. 

Dalam menurunkan ketegangan atau menghilangkan kondisi tidak menyenangkan id menempuh dua cara, yaitu melalui refleks dan proses primer.  Selanjutnya ada Ego yang berperan untuk memilih keinginan mana yang hendak direspons sesuai dengan urutan prioritas dan kapan waktunya. 

Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id karena ego tidak memiliki energi sendiri. Ego mempunyai keinginan untuk memaksimalkan pencapaian kepuasan, tetapi melalui proses sekunder. 

Artinya dilakukan melalui proses berpikir yang realistis dan rasional dan berorientasi kepada pemecahan masalah.  Terakhir, Super Ego yang berisi komponen moral dari kepribadian terkait dengan standar atau norma masyarakat mengenai baik-buruk, benar-salah yang didapat oleh individu melalui pengalaman hidupnya.

Sehingga, id, ego dan super ego bekerja bersama dalam menciptakan pola perilaku manusia. Id memberi tuntutan kebutuhan alamiah, ego membatasinya dengan realita, dan superego menambahkan nilai-nilai moral pada setiap tindakan yang diambil. 

Misalnya, dalam sebuah perjamuan makan malam di restoran bintang lima, seluruh menu makanan hingga minuman harus disajikan oleh pramusaji secara bertahap, tetapi tiba-tiba si A merasa haus (inilah saat Id bekerja melalui pemberian stimulus: rasa haus) dan air di gelas miliknya sudah habis. 

Kemudian demi mengentaskan rasa hausnya, mau tidak mau ia harus minum dan ia memiliki dua pilihan, menunggu pramusaji menuangkan air ke gelasnya, atau meminum air dari gelas rekan semejanya. (dua pilihan ini merupakan bagaimana Ego bekerja).

Namun, karena A diajarkan bahwa meminum air dari gelas orang lain itu tidak sopan, maka ia memilih untuk menunggu pramusaji menuang air ke gelasnya (pemilihan dengan mempertimbangkan sopan/tidak sopan inilah cara super ego bekerja).

Ketika sebuah stimulan memberikan rangsangan pada individu, maka reaksi atas rangsangan itulah yang disebut sebagai insting atau naluri. Bagi Freud, manusia memiliki dua insting. Keduanya ialah insting hidup atau disebut Eros dan insting mati atau Thanatos. Insting Eros diartikan sebagai insting untuk mempertahankan atau melestarikan hidup yang oleh Freud dikatakan dapat diwujudkan melalui Libido atau dorongan seksual.

Namun kemudian pernyataan tersebut digeneralkan kembali bukan hanya melalui seks, tetapi juga melalui dorongan-dorongan lain untuk mempertahankan hidup, misalnya dengan memenuhi kebutuhan makan. Berbeda dengan insting Eros, insting Thanatos ialah lawan darinya.

Insting Thanatos lebih bersifat destruktif. Namun, keduanya dapat bercampur atau saling menetralkan. Misalnya, dalam mempertahankan hidup, insting Eros akan mengarahkan manusia untuk makan dan minum, tetapi jika makan dan minum tersebut berlebihan akan berdampak negatif juga untuknya, dari sinilah kemudian insting Thanatos bekerja untuk menghentikan makan dan minum tersebut.

Dari penjabaran mengenai insting ini, kemudian Freud menganalisis dua kalimat yang populer dari Bahasa Latin, yakni Homo Homini Socius dan Homo Homini Lupus sebagai dua kategori manusia di mana Homo Homini Socius ialah manusia yang insting Erosnya bekerja lebih banyak, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia adalah kawan bagi sesama. Sebaliknya, Homo Homini Lupus ialah manusia yang insting Thanatosnya bekerja lebih banyak, sehingga dimajaskan bahwa manusia adalah serigala bagi sesama.  

Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, bahwa keinginan Id yang tidak direalisasikan akan menghadirkan keadaan cemas. Oleh karena itu, Freud juga membagikan bahwa setidaknya terdapat tiga bentuk kecemasan manusia. Pertama, kecemasan realistik, yaitu keadaan manusia mencemaskan sebuah hal yang nyata. 

Misalnya, ketika seorang siswa tidak mengerjakan tugas dari gurunya, maka ia akan cemas akan dimarahi oleh gurunya (hal yang nyata). Kedua, kecemasan neurotik, yakni keadaan manusia cemas atau takut pada manusia lain yang dianggap lebih kuat atau "berpower".

Misalnya, seorang karyawan yang takut terhadap atasannya. Ketiga, kecemasan moral, ialah keadaan manusia yang cemas atau takut terhadap nilai dan norma yang dianut kelompoknya. Misalnya, seorang gadis yang takut pulang larut malam karena penilaian negatif dari masyarakat di lingkungannya terhadap wanita yang pulang terlalu larut.

Demi membendung seluruh kecemasannya, dalam pandangan Freud, manusia memiliki setidaknya sembilan mekanisme pertahanan. Pertama, Represi, di mana seorang manusia akan menekan rasa cemas dan takutnya dengan sugesti yang bertolak belakang dengan rasa takutnya. Kedua, pembentukan reaksi, di mana manusia tidak hanya mensubtitusi perasaannya dengan perasaan yang sebaliknya, tetapi juga mengambil beberapa tindakan untuk meredam rasa cemasnya. 

Ketiga, proyeksi, ini adalah bentuk pertahanan dari kecemasan neurotik dan moral dengan mengubah keduanya menjadi kecemasan realistik, biasanya dilakukan dengan membandingkan keadaan tersebut dengan keadaan yang lebih nyata. Keempat, pemindahan reaksi, adalah bentuk pertahanan dengan melimpahkan segala perasaannya kepada orang ketiga yang tidak tahu duduk perkara yang terjadi. Kelima, rasionalisasi, yakni bentuk pertahanan dengan merasionalkan atau mencari pembenaran atas tindakan yang telah dilarang oleh super ego. 

Keenam, supresi, bentuk pertahanan dengan mencari jalan yang membahayakan ego. Ketujuh, sublimasi, adalah bentuk pertahanan yang diambil karena hal tersebut dibenarkan oleh budaya, padahal tidak dibenarkan super ego. 

Kedelapan, kompensasi, yaitu bentuk pertahanan yang dilakukan seseorang ketika ia memiliki kekurangan dan akhirnya memaksimalkan kelebihannya. Terakhir, regresi, yakni ketika manusia cemas dan hendak menghadapinya, tetapi dengan sifat yang kekanak-kanakan.

Terakhir, dalam teori Psikoanalisis, Freud menjabarkan lima fase perkembangan kepribadian seseorang, yakni fase oral, yang terjadi ketika manusia berusia 0-3 tahun, di masa ini manusia akan banyak melakukan aktivitas dari mulut seperti belajar makan dan disusui, melalui fase ini Freud mengatakan bahwa manusia yang memiliki kepuasan berlebih di fase ini akan membentuk pribadi yang haus pengetahuan, tetapi mudah ditipu. 

Sebaliknya, jika seorang manusia kurang mendapatkan kepuasan di fase ini, akan terbentuk pribadi yang suka berdebat dan sarkas. Fase kedua ialah fase anal, fase ini terjadi saat manusia berusia 1-3 tahun, di mana dalam fase ini manusia akan mempelajari aktivitas yang berkaitan dengan anal atau duburnya melalui proses buang air besar. 

Dalam proses ini, seorang manusia secara tidak langsung akan dilatih pula kontrol dan penguasaan diri. Fase ketiga, yakni fase falis yang terjadi saat manusia berusia 6-7 tahun, dalam fase ini seorang anak akan mengalami fase di mana ia akan membandingkan alat kelaminnya dengan orang tuanya. 

Sehingga nantinya fase ini akan mengonstruksi pandangan anak terhadap orang tuanya, yang kemudian akan membantunya dalam memilih teman atau pasangan. Selanjutnya ada fase laten, yang terjadi ketika manusia berusia 12-13 tahun. 

Di masa ini, manusia akan menjalin interaksi di luar rumah, sehingga akan mempercepat pembentukan super egonya. Terakhir, terdapat fase genital, yang terjadi ketika manusia telah mengalami pubertas, di fase ini seorang manusia sudah memiliki keinginan seks.

sekian pembahasan mengenai Teori Psikoanalisis oleh Sigmund Freud, kurang lebihnya mohon maaf, semoga bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan berikutnya! :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun