Mohon tunggu...
Atika Prabandari
Atika Prabandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

cita-citaku ngobrol sama nicholas saputra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keragaman Perspektif Sosiologi: Buah Pikiran C. Wright Mills

15 November 2022   19:23 Diperbarui: 15 November 2022   19:35 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gb. 2 , Ilustrasi White Collar Worker, disadur dari laman The Spectator.co.uk

Tokoh yang bernama Charles Wright Mills ini, lahir pada 28 Agustus 1916 di Waco, Texas. Mills tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga menengah yang mana ayahnya merupakan seorang Wiraniaga dan ibunya seorang Ibu rumah tangga. 

Hingga Mills dewasa, keluarganya tinggal berpindah ke berbagai wilayah di Texas, sehingga membentuk Mills sebagai pribadi yang relatif terisolasi dari hubungan yang intim dan berkelanjutan. Pada tahun 1939, Mills telah mendapat gelar Master Filsafat dan Sarjana Sosiologi di Universitas Texas. 

Dalam rentang sampai sebelum mendapat gelar P.h.D Sosiologi di University of Wisconsin, Mills telah berhasil menerbitkan karya yang berjudul American Sociological Review dan American Journal of Sociology. Mills mengawali kariernya dengan menjabat sebagai dosen di University of Maryland dan mulai mengimplementasikan sosiologi publik dengan menulis artikel di beberapa surat kabar.

Selanjutnya, Mills mengambil pekerjaan menjadi salah satu peneliti di Biro Penelitian Sosial Terapan Universitas Colombia, yang kemudian direkomendasikan sebagai Profesor Sosiologi di universitas tersebut.

Dalam merumuskan berbagai karyanya, Mills yang memandang tentang sistem sosial budaya, banyak terpengaruh oleh teori Rasionalisasi yang merupakan hasil dari pemikiran Max Weber. 

Mills sepakat dengan pemahaman bahwa individu tidak dapat dipisahkan dari struktur dan sejarah yang menjadi media mereka dalam berinteraksi, sehingga bagi Mills sistem sosial bersifat dependen atau saling memengaruhi satu dengan yang lain, serta memiliki dampak yang komprehensif pada nilai-nilai kemanusiaan, pemikiran individu/kelompok, bahkan perilaku di antara masyarakat. 

Sebab setiap individu terpatri oleh norma, nilai, dan beragam sistem kepercayaan yang melekat dalam kelompoknya. Hal ini yang kemudian membuat individu yang terkungkung dalam birokrasi dan organisasi menjadi semakin berat ketika dihadapkan dengan perubahan struktur yang cepat.

gb. 2 , Ilustrasi White Collar Worker, disadur dari laman The Spectator.co.uk
gb. 2 , Ilustrasi White Collar Worker, disadur dari laman The Spectator.co.uk

Maraknya kumpulan individu yang terkungkung oleh birokrasi dan organisasi, kemudian Mills mengamati mereka serta menyebutnya sebagai White Collar Worker atau Pekerja Kerah Putih. 

Mereka adalah kumpulan pekerja yang lahir sebagai akibat adanya perubahan teknologi dan birokrasi serta naiknya permintaan pada pasar barang dalam masyarakat industri yang kemudian tidak terorganisir serta bergantung pada birokrasi yang mengikat mereka. 

Keberadaan white collar worker juga muncul sebagai dampak dari maraknya spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat industri demi mempercepat kerja dan memaksimalkan output, di mana bersama ini pula muncul strata-strata yang mengotak-kotakkan individu dalam hal kekuasaan, penghargaan, serta gaji yang diterima. 

Dalam strata tersebut, yang berwenang dalam membuat kebijakan dan keputusan ialah mereka yang berada di atas strata white collar worker. Sehingga dapat dikatakan bahwa white collar worker hanya menerima perintah dan sering kali teralienasi dengan kapasitas intelektualnya juga bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Adanya white collar worker, membuat Mills menyoroti adanya pergeseran kegiatan pendidikan di SMA dan perguruan tinggi di Amerika ke arah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan white collar worker. 

Tak hanya sampai di sana, keadaan ini membuat Mills mengidentifikasi tentang masalah sosial yang mungkin akan terjadi seperti alienasi atau keterasingan, baik antara individu dengan orang lain, individu dengan hasil produksinya, bahkan individu dengan dirinya sendiri. 

Selanjutnya kepingsanan moral atau apatis sebagai buntut dari adanya alienasi atau keterasingan antara individu dengan orang lain. Kemudian terdapat ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan manusia, hal ini terjadi karena mungkinnya para white collar worker meng-kudeta birokrasi sebab kebebasan mereka yang terbatas. Terakhir, terdapat kemungkinan terjadinya konflik antara rasionalitas birokrasi dengan akal manusia.

Selain menyoroti tentang keadaan masyarakat, Mills juga mengkritisi penelitian sosial yang menurutnya hanya mengakumulasikan data mengenai suatu kasus untuk diambil keputusan administratifnya. 

Menurutnya, dalam menelaah sebuah kasus, hendaknya dilihat pula bagaimana hubungan struktural dan kesejarahan dari kasus tersebut, khususnya kasus-kasus individual. Sebab, pada dasarnya hubungan kultural dan sejarah kehidupannya mempengaruhi karakter dan perilaku yang dilakukan individu.

Misalnya dalam memandang suatu kasus bunuh diri, seorang peneliti harus mampu melihat bagaimana hubungan struktural korban dengan masyarakatnya, apakah terdapat tekanan dari sistem sosialnya atau tidak mampunya individu untuk terikat dengan kelompoknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun