Mohon tunggu...
Atika Prabandari
Atika Prabandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

cita-citaku ngobrol sama nicholas saputra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keragaman Perspektif Sosiologi: Buah Pikiran Erving Goffman

10 Oktober 2022   21:11 Diperbarui: 10 Oktober 2022   21:12 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gb.2, Kenneth Duva Burke, perintis awal konsep Dramatisme, disadur dari laman wikipedia.org

gb.5, ilustrasi dramaturgi, disadur dari laman IBTimes.id
gb.5, ilustrasi dramaturgi, disadur dari laman IBTimes.id

Dari dua pokok tersebut, Goffman kemudian menekankan bahwa kehidupan manusia tak berbeda dengan konsep tersebut. Di mana, setiap orang akan berusaha menampilkan sisi terbaik atau menunjukkan gambaran yang sempurna di depan lawan interaksinya, kemudian menyembunyikan citra asli atau rahasia yang mereka miliki dari lawan interaksinya. 

Dalam melakoni perannya, Goffman mengemukakan bahwa seorang individu di dalam Front Stage akan terus melakukan Impression Management, yaitu usaha yang dilakukan individu untuk mempertahankan perannya sehingga lawan interaksi atau penonton tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Back Stage. Manajemen impresi dapat dilakukan dengan melakukan kontrol ekspresi dan suara serta menjaga kesadaran diri bahwa diri individu tengah menampilkan citra yang baik di depan lawan interaksinya, serta membuat skenario terlebih dahulu sebelum mengeksekusi lakon atau peran yang akan diperankan di depan umum.

Dalam gempuran era globalisasi yang mengharuskan individu berinteraksi melalui wadah baru yakni media sosial, kasus dramaturgi lebih banyak ditemukan, salah satunya saya pernah melakukan penelitian terhadap penggunaan emotikon yang dikirim kepada lawan interaksi tidak sesuai dengan ekspresi si individu di dunia nyata. 

Di mana, emotikon yang dikirimkan merupakan panggung depan atau front stage bagi si individu, yang ditujukan untuk memperlihatkan citranya di depan lawan interaksi. Sedangkan dirinya di dunia nyata adalah bagian dari back stage, di mana sang lawan interaksi tidak dapat melihat ekspresi asli sang individu.

Menurut Goffman, dramaturgi dilakukan oleh seluruh individu tanpa terkecuali dengan motif atau tujuan tertentu. Dalam melakukan dramaturgi, khususnya ketika berada di front stage akan ada hal-hal pendukung seperti tindakan, gaya, dan semacamnya yang dilakukan individu guna mendukungnya dalam membangun citra yang telah ia inginkan. hal tersebut itu dapat berbentuk tindakan yang spontan (we give on) atau hal yang telah dipersiapkan oleh sang individu (we give off) seperti gaya, manner, dan semacamnya. 

Namun, menurut Goffman ada beberapa hal di luar kendali individu yang kemudian membuat dramaturgi atau proses mencitrakan diri menjadi tidak berhasil sepenuhnya atau tidak mencapai tujuan yang sebenarnya, misalnya penggambaran karakter yang individu tersebut mainkan, apresiasi dari lawan interaksi yang tidak sesuai dengan harapan sang individu, hingga memainkan peran pada momentum yang tidak sesuai.

gb.6, ilustrasi seseorang dikucilkan setelah memberikan lelucon di tengah teman yang berduka, disadur dari laman tribunnews.com
gb.6, ilustrasi seseorang dikucilkan setelah memberikan lelucon di tengah teman yang berduka, disadur dari laman tribunnews.com

Contohnya ketika seorang individu menginginkan citra humoris, ia akan terus memberikan lelucon ketika sedang hang out bersama teman-temannya baik secara spontan atau lelucon yang disampaikan telah ia rencanakan sebelumnya. Namun, citra humoris ini akan hancur ketika teman-temannya menganggap bahwa lelucon itu tidak lucu, atau menganggap bahwa si individu berlebihan, atau ketika si individu membawa lelucon ketika di lingkungan pertemanannya sedang ada yang berduka. Maka individu ini akan dijauhkan atau dikucilkan dan citra yang diinginkannya gagal diperoleh. 

Lebih jauh, menurut Goffman, ketika seorang individu telah mencapai citra yang diinginkan kemudian citra tersebut telah melekat, maka akan terbentuk role distance atau jarak peran. Dalam fenomena ini, seorang individu akan hanya memainkan peran yang telah melekat dan memisahkan citra asli yang dimiliki oleh dirinya. Dalam pandangan Goffman, seorang individu yang berstatus sosial tinggi, cenderung lebih sering membangun jarak perannya. Hal ini disebabkan karena adanya penilaian yang lebih dan penghargaan dari orang lain di sekitarnya, sehingga ia tidak dapat bertingkah laku atau bercitra yang sama seperti kalangan yang lebih rendah.  

Demikian pembahasan mengenai Dramaturgi oleh Erving Goffman, mohon maaf jika terdapat kesalahan dan pemahaman yang keliru, semoga bermanfaat, dan sampai bertemu di tulisan selanjutnya! :D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun