Namanya mirip dengan salah satu ulama ternama Tanah Air. Ia adalah Abdullah Agimnastiar (17), namun teman-temannya biasa menyapanya Agim. Ia adalah remaja asli Desa Obel-Obel, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Sejak usia 10 tahun Agim sudah menjadi piatu. Ibunya meninggal karena sakit  yang tak mampu diobati karena keterbatasan biaya. Sejak saat itu Agim bersama tiga adiknya hidup bersama  ayahnya, Udin.
Udin bekerja sebagai nelayan.  Ia berangkat menjala ikan mulai sore hingga besok paginya. Kemudian ia pun menjualnya ke pengepul. Menjadi seorang nelayan penghasilannya tak menentu. Apalagi dengan empat  anak yang masih kecil.
Agim mengerti betul bahwa kesulitan hidup keluarganya tak mesti ditunggunng ayahnya seorang diri. Kepergian ibunya juga tak mesti menjadi sesuatu yang harus ditangisi setiap waktu, akrena kehdiupan terus berjalan dan tetap harus dijalani.
Maka agim pun tumbuh menjadi anak yang mandiri. Ia tak akan membairkan ayahnya menanggung beban keluarga sendiri, setiap kali ada kesempatan Agim selalu membantu ayahnya mencari ikan, menjaga rumah dan menjaga adik-adiknya. Â
Ia tak mau menambah beban keluarga, karena ia tahu ayahnya sudah cukup berat menjadi tulang punggung ia dan adik-adiknya.
Dari kesulitan hidup itu, Agim memiliki tekad yang kuat untuk merubah masa depannya. Ia pernah mendengar gurnya mengatakan bahwa orang yang menghafal Al-Qur'an akan Allah muliakan di dunia maupun di akhirat.
Mendengar hal itu, Agim pun berazam ingin menjadi penghafal Al-Qur'an.Â
Terlebih, ketika ia tahu bahwa salah satu keistimewaan penghafal Al-Qur'an adalah dapat memberikan syafaat kepada keluarganya.
Pada Senin (6/9) lalu, ia sampai di Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Takhassus Cimanggis. Agim adalah satu dari tiga orang yang berhak menerima beasiswa. Ia begitu bahagia, akhirnya impiannya untuk menjadi hafidz Qur'an berada di depan mata. Â
"Ingin menjadi hafidz Qur'an 30 juz, semoga Allah mewujudknya," ungkap Agim. []