Mohon tunggu...
PPMI Malang
PPMI Malang Mohon Tunggu... -

Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang yang bergerak dalam bidang jurnalistik. PPMI terlahir sebagai kelompok asosiasi yang menghimpun semua Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) pada universitas se-Indonesia termasuk di Malang

Selanjutnya

Tutup

Nature

PPMI dan WALHI Bersama Kawal Lingkungan Malang

3 Oktober 2012   09:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:19 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata (Pasal 66 No. 32/2009 PPLH)”. Berikut bunyi kutipan yang tertulis di bait terakhir dalam TOR (term of reference) yang ditulis oleh Abdul Rohman, SH. Narasumber WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) yang memberikan materi diskusi soal isu lingkungan Kota Malang, di LPM Dianns Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Senin lalu (1/10).

Diskusi yang dihadiri sekitar 20 orang tersebut berfokus pada pembahasan persoalan lingkungan yang terjadi di Kota Malang. Seperti alih fungsi hutan kota dan RTH (Ruang terbuka hijau) menjadi perumahan, mall, dan rumah sakit. Padahal, menurut Abdul Rohman, hutan kota dan RTH sudah diatur peruntukkannya di dalam Perda RTRW (Rencana tata ruang wilayah) Malang. “Tapi anehnya, muncul keputusan walikota yang memberi ijin pembangunan mal Matos, MOG, dan  Perumaan Ijen Nirwana . Padahal keputusan walikota tersebut tidak boleh melangkahi Perda yang lebih tinggi kedudukannya,” Urai Rohman, selaku anggota divisi advokasi WALHI Jatim.

Akibat dari keblingeran diatas, Rohman menggambarkannya melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) yang menyebut bahwa 30 tahun lagi, Malang akan tenggelam. “Jadi bisa dipahami, bahwa persoalan lingkungan ini tanggungjawab kita semua, termasuk teman-teman persma. Karena kita hidup dalam satu ekosistem bumi. Dimana jika bumi rusak, maka manusianya pun akan rusak,” tegas pengajar hukum di Universitas Gajayana.

Dalam kesempatan diskusi itu pula, kawan-kawan persma menyampaikan persoalan yang di temui di daerahnya masing-masing. Seperti Asrur dari UAPM Inovasi UIN yang menguraikan persoalan peminjaman lahan perhutani oleh masyarakat di daerah Pujon, Batu. Dan Amir dari LPM Fenomena Unisma yang menggambarkan maraknya pembukaan hutan untuk produksi kelapa sawit.

Kegiatan diskusi yang diselenggarakan PPMI Malang ini merupakan bentuk dukungan atas kesepakatan Mukernas PPMI IX minggu (23/09) lalu yang menghasilkan isu “Lingkungan alam untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Dalam diskusi ini juga disepakati adanya hubungan keberlanjutan antara WALHI dengan PPMI Kota Malang, mengingat dalam dua tahun kedepan PPMI akan terus mengawal isu sentral ini. (red)

WALHI Urai Mekanisme Litigasi

Dalam kesempatan kali itu, Rohman juga memberikan uraian mekanisme advokasi  kepada masyarakat yang terkena permasalahan lingkungan, yang nantinya bisa dilakukan PPMI.  “Yang pertama temukan fakta yuridis. Apakah ada fakta pelanggaran hukum yang dilakukan individu atau suatu perusahaan. Yang kedua, temukan fakta sosial. Apakah masyarakat sekitar tersebut bergejolak dan protes atas adanya persoalan lingkungan. Yang ketiga, temukan fakta empiris. Temukan bukti nyata bahwa persoalan ini berdampak pada kerusakan lingungan,” Urai pemilik gelar hukum ini.

Menurut Rohman, tiga poin diatas menjadi hal mutlak yang harus dimiliki, “Karena percuma saja jika sudah capek-capekaksi, tapi masyarakat tidak peduli dengan lingkungan.” Rohman menambahkan “Jika masyarakat sudah tidak peduli seperti itu, teman-teman persma diharapkan bisa masuk dan menyandarkan masyarakat. Jadi, teman-teman PPMI tidak hanya mengadvokasi, tapi lebih lanjut dapat melakukan litigasi terhadap masyarakat. “

Rohman menegaskan sekali lagi peran serta masyarakat, terutama persma untuk dapat mengawal problem lingkungan dan UU-nya. Karena dalam diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah melalui undang-undang yang mengatur masalah pengelolaan alam merupakan kontributor terbesar atas kerusakan alam di Indonesia. “Sudah menjadi rahasia umum rasanya jika UU migas, tambang, air, dan hutan adalah pesanan investor,” jelas Rohman. (red)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun