[caption caption="pic. by canstock photo"][/caption]
Apa yang ada di pikiran Anda ketika melihat poster berukuran jumbo bertuliskan 70% All Item? hanya lirikan ujung mata sambil lalu mengabaikan pada detik pertama, sesaat kemudian kembali menatap dalam kesadaran penuh diserta mata membeliak berkunang-kunang? jantung berdegup liar? nafas memburu? tangan mengepal? keringat dingin bercucuran? atau beberapa dari anda mungkin berpendapat bahwa dunia jahat sedang berkonspirasi berusaha menggerogoti anda? hahaha...
Menurut saya itu bentuk respon yang wajar dari seorang manusia normal di belantara dunia nan sungguh Hedon ini.
Kenapa? (nurani anda bertanya) Kenapa? yang benar saja? siapa yang tidak? mengabaikan begitu saja poster yang bagaikan susuk genit rupawan melambai-lambai menjanjikan kenikmatan memiliki barang impian dengan hanya membayar 30% dari harga biasanya? siapa tak tertarik? sementara sebagian besar manusia berjibaku mempertahankan hidup di negeri Indonesia yang konon katanya negeri subur makmur loh jinawi tapi penduduknya sebagian besar berpenghasilan kisaran UMR? bagaimana bisa menolak godaan Great Sale nan jahanam ini ditengan tipis harapan mengganti baju yang kunjung menipis dimakan papan penggilesan? kapan terakhir beli baju? lebaran tahun lalu?
Bagaimana bisa menahan godaan belanja murah. Murah? relatif... bahkan kalo sudah sale, bahkan barang kelas recehan hingga barang mini berlabel ratusan ribu, bahkan jutaan, seharga motor atau bahkan seharga mobil jadi terasa murah. Tergantung siapa dan dimana even great sale digelar. Mulai Gedung Mall kelas Metropolitan nan adem dengan sayup jazz, hingga Plaza kelas pinggiran pun, dimana bau matahari campur bau keringat berbaur, dimana musik hingar-bingar berdentum memekaan telinga ditingkahi sembernya suara MC dari SPG berpengalaman yg penuh semangat berkoar-koar menyemangati pengunjung yang mulai mengendur semangatnya patah harapan, untuk terus mengobrak-abrik tumpukan barang.
Selanjutnya di sisi lain sebagian orang akan bertahan dalam idealisme, bertarung mempertahankan harga diri bertaruh ketangguhan iman melawan keinginan, sementara jutaan orang berlari menggebu terbirit-birit menerjang puluhan box aneka barang menarik setinggi gunung, menunggu dibelai, disentuh, dijamah dan akhirnya direnggut dengan terpaksa oleh jutaaon orang dengan raut penuh nafsu mengabaikan kenyataan dompet yang mengenaskan, bahkan sebagian rela menggesek kartu bolak-balik.. (bayarnya gimana? aah.. kemaha engke laah..).
Disisi lain, sebagian orang lainnya berusaha bertahan dan berdamai dengan nafsu. Berusaha realistis dengan nasib dompet yang sedang miskin-miskinnya. Biasanya tipe ini akan bersikap tidak perduli, tatapan dingin dan sikap tubuh menantang, bahkan mengabaikan tatapan sayu sang istri penuh harap. Namun tetap saja pada akhirnya menyerah setelah mendengar kabar si tetangga sebelah rumah yg berhasil memborong sandal dan baju yang katanya murah-murah), dan puncaknya setelah rayuan maut yang berujung omelan panjang ga karuan nada tinggi ditambah delikan judes sang bini yang mengakibatkan stress skala dobel).
Ada satu tipe lagi... tipe yang nggak ngaruh great sale, harga normal kek, atau bahkan harga selangitpun, belanja jalan terus (tipa orang berduit). Belanja bagaikan rutinitas mingguan dalam membuang waktu dan duit atau sekedar nongkrong di kafe ikut tren zaman. Kongkow santai sambil ngeceng. Tapi kadang kalo asli noraknya muncul, tipe ini akan ikut ngibrit bertarung bersama ribuan orang lainnya saling cakar dan sabet menunaikan hajatnya dapat belanjaan murah.
Nah Bagaimana dengan saya? ada di tipe manakah saya?
SAYA? Ehm.. (berdehem)... saya adalah tipe orang yang bijak dalam berbelanja (ciyeeee..)... bijak dalam menganalisa, seberapa pentingkah belanja? apakah ada barang yang perlu dibeli? adakah kebutuhan mendesak sekarang? kalo perlu minggir saya akan minggir dulu, berpikir dengan jernih apakah ada baju yang mulai aus butuh peremajaan? adakah sepatu anak-anak yang mulai tipis dimakan usia? adakah barang urgent yang sangat butuh dibeli? rasanya tidak, semuanya baik-baik saja. Keadaan masih normal jadi tidak ada alasan kenapa harus berbelanja. Jadi, dengan hati teguh sekuat baja saya mulai berjalan meninggalkan arena.
TAPIII... AAARRRGGHHHH.... KENAPA BARANGNYA KELIATAN BAGUS-BAGUS BINGIIIT?... tak tahan saya kembali menoleh, dengan tatapan penuh harap, bertekuk lutut menyerah pada keadaan. Dan disinilah saya... dengan semangat menggelora bagai kesetanan saya berlari, menerjang dengan sisa kekuatan yang ada, mencongkel, mencengkeram dan meraup tumpukan baju penuh emosi dan nafsu, diserta napas memburu, tatapan mata liar yang nanar menatap lincah melompati setiap bongkahan demi bongkahan barang dari box ke box (bahkan nyambil tarik-tarikan baju dengan si ibu di sebelah sana), peluh bercucuran dan kaki gemetar takut kahabisan barang dan waktu.
yaaah... ternyata saya nggak jauh beda dengan tipe yang lainnya.
Betapa kejamnya dunia, kalo sudah begini jadinya... fiuuhhh
Biasanya, ungkapan : mangkanyaaa..., atau tuuh kan apa saya bilang... atau coba aja kalo kemaren... bla..bla.. blaa.. ungkapan basi yang biasanya datang saat keadaan sudah terlambat. Reaksi selanjutnya adalah datangnya perasaan bersalah, merasa tak berguna, bahkan yang terparah adalah perasaan Depresi dan Halusinasi, perasaan digentayangi ratu demit yang sebenarnya : TAGIHAN KARTU KREDIT. Oh Tidaaaaaaaaakk....
Jadi, Hantu Momok? atau Susuk?
aah.. buat saya sama saja... sama-sama melenakan, sama-sama menakutkan, tapi sama-sama ditunggu-tunggu penuh gairah.
--------
Jadi, bagaimana seharusnya? Bagaimana menangkis serangan Setan Great Sale yang ternyata jahanam ini?
Perlu Introspeksi sepenuh hati dan jiwa, Sikap dan keimanan yang teguh. Nggak main-main lho, banyak orang yang terjerumus kedalam lembah nista Tagihan Debt Collector Kartu Kredit. tidak sedikit yang deprersi bahkan gila dililit hutang. Ini bagian dari akibat tidak langsung dari sikap hidup hedonis, sedangkan kantong tak mampu. Abai terhadap realitas.
Untuk itu, kita perlu berdamai dengan hati, niatkan dengan ikhlas dan buat suatu Prinsip dalam hidup. Mau dibawa kemana diri anda? keluarga anda? hidup anda? tentunya jauh-jauh dari lilitan hutang nan beringas.
Bersikaplah jadi pemimpin yang bijak, ajak dan minta dukungan istri / suami dan keluarga. Berikan pemahaman dan bijaksana dalam menanamkan sikap dalam menghadapi fenomena Great sale ini. AJak dan buatlah target dalam keluarga anda. Rumuskan tujuan diri sendiri, keluarga, orang tua, anak-anak, pendidikan, asuransi, budget liburan dll. Buat dan libatkan keluarga dalam membuat priorotas dalam keluarga anda. Mana Prioritas utama, mana prioritas tambahan, mana yang sisipan.
Maka dengan keteguhan hati dan keimanan sekuat baja, anda akan terhindar dari Godaan Great Sale yang jahanam.
Jadi tatkala Spanduk Jumbo kembali mengudara berkibar ceria di angkasa, anda bisa bersikap cuek, mengibaskan rambut, dan berkata Huh... nggak lah yaaa.. sambil melambaykan tangan. Nah kalo anda nggak balik badan lagi seperti saya, dan tetap melangkah tegap meninggalkan arena, maka anda dinyatakan BERHASIL.... yeeeaaaa..... Berhasil...berhasil,... berhasil ... HOREE (sambil melakukan ritual tarian Ala Dora.)
So... teruslah melangkah ... tinggalkan dunia hitam kelam ini...
Say No to GREAT SALE!!!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H