Penulis: Alice Pricillya | Sun Yat-Sen University
Workshop ke dua yang diadakan oleh Bidang Seni dan Budaya PPI Tiongkok pada tanggal 19 Desember 2020 kali ini mengusung tema "Implementasi Karakter dalam Kostum dan Makeup Pementasan".Â
Acara dibuka oleh moderator Kamila Yeta, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Unit Kreasi Seni Budaya PPI Tiongkok. Setelah membuka acara, moderator lalu mengajak para peserta workshop untuk berdoa bersama, diikuti dengan pengambilan foto.Â
Sebelum pemaparan materi dimulai, Sanggar Tari Musika, yang merupakan performers pertama dari tiga performers yang telah diundang untuk mengisi acara, membawakan tarian 'Sorote Lintang' yang berasal dari Banyuwangi.Â
Workshop kali ini pun dibagi menjadi 2 sesi, dimana sesi pertama membahas tentang cara pembuatan kostum pementasan secara tangan. Yusuf Maulana Firdaus selaku Ketua Unit Kreasi Seni Budaya PPI Tiongkok dan juga pembicara workshop kali ini menjelaskan kepada peserta di Zoom Meeting bahwa ia memegang teguh slogan: "The Power of Sukor Tok!" atau "The Power of Asal Tempel".Â
Asal tempel yang dimaksudkan di sini bukan sepenuhnya "asal", namun untuk mix and match kostum dan aksesoris. Hal ini sangat berguna terutama jika penampil Indonesia perlu mementaskan tarian Indonesia di luar negeri, dimana tidak mungkin untuk mengepak busana lengkap semua tarian karena kendala limit bagasi.Â
Yusuf mencontohkan bagaimana sebuah aksesoris, contohnya 'rapek', bisa dipakai di posisi yang berbeda-beda tergantung dengan tarian daerah yang mau dipentaskan. Ia juga menyarankan untuk membuat aksesoris per satuan agar bisa dilepas dan digunakan kapan pun saat dibutuhkan, sehingga tidak perlu selalu membeli atau membuat ulang.
Sambil menjelaskan, Yusuf juga melakukan demo langsung untuk menunjukkan bahwa membuat aksesoris pementasan tidak sesulit yang dipikirkan, cukup bermodalkan kemauan serta kerja kelompok tim. "Tidak ada yang tidak bisa, tidak ada yang tidak mungkin. Yang ada itu adalah mau atau tidak mau," tegasnya.Â