Mohon tunggu...
PPI Jepang
PPI Jepang Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk Duta Besar Indonesia di Jepang

31 Maret 2016   07:28 Diperbarui: 31 Maret 2016   07:53 12779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait postingan di blog Kompasiana PPIJ yang dimuat pada 30 Maret 2016, bersama ini kami klarifikasi bahwasa tulisan tersebut telah dibahas dalam bidang kajian strategis di PPI Jepang. Oleh karena itu, kami mohon maaf apabila pada tulisan yang terpublikasikan kali ini terdapat bahasa yang dibuat sangat vulgar dengan gaya bahasa satir. Tulisan tersebut pada dasarnya hanya ungkapan dari perasaan sebagian masyarakat Indonesia dan pelajar Indonesia di Jepang. Namun demikian, tulisan tersebut juga merupakan ekspresi yang mengindikasikan bahwa ada sebagian dari kita yang tersinggung dan tersakiti dengan pernyataan Bapak yang sangat kami hormati. Kami menyadari, itu bukanlah pesan damai dari pembelajaran politik yang ada hingga hari ini.

Dapat terlihat bahwa pernyataan serupa berpotensi menimbulkan kegaduhan-kegaduhan baru yang akan muncul bersama perang opini yang bersumber dari isu rasialis dan agama. Tentu saja, setiap kita dapat berpendapat dan beropini termasuk dalam menanggapi tulisan ini.

Sebagai Ketua PPI Jepang saya bertanggung jawab atas munculnya tulisan ini, saya juga yang menjamin setiap mahasiswa di Jepang bisa berpendapat dengan pemikirannya, meskipun saya menyayangkan bahwa tulisan ini secara sadar maupun tidak sadar telah membawa kita lari dari inti permasalahannya, saya berharap ke depannya setiap kita dapat secara bijak membahasakan setiap pendapat yang dikemukakan kepada publik.

Silahkan baca kembali tulisan dibawah ini tanpa saya edit sedikitpun bukan untuk kembali memunculkan isu rasialis, dan jangan disalahartikan menjadi personal.

Terlepas dari segala kekurangannya, tulisan ini menjadi cerminan bahwa ada satu atau sebagian orang yang tersakiti dengan sebuah opini, di mana mungkin semakin kasar bahasanya semakin dalam sakit hatinya, dan bila tidak tahu dan tidak merasa bahwa kita menyakiti seseorang bagaimana kita akan mencoba bijak akan setiap kata dan tidakan kita.

Kritik dan saran sangat kami terima, bahwasanya kita sedang belajar berdemokrasi untuk kebaikan Indonesia secara bersama, Bhineka Tunggal Ika.

 

Jepang 30 Maret 2016

 

Ketua PPI Jepang

Mochamad Candra Wirawan Arief

 

Surat Terbuka Untuk Bapak Yusron Ihza Mahendra,

Dari Rakyat (Hampir) Bintang Tiga

Gifu, 30 Maret 2016

Kepada Yth.

Bapak Yusron Ihza Mahendra.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang.

 

Halo, Bapak Yusron Ihza Mahendra. Maaf ya bapak, saya tidak tahu apa gelar bapak. Tapi yang penting namanya kan sudah jelas. Mungkin bapak terkejut bila mendapati surat ini. Namun, saya yakin surat ini akan mewakili seluruh keluh kesah kami, para rakyat Indonesia yang berada di Jepang khususnya, dan juga rakyat Jakarta pada umumnya.

Kemarin saya lihat lho, postingan di twitter bapak yang ngasih nasehat untuk Pak Ahok. Ih keren ya Bapak Yusron ini, saya pikir. Bagaimana tidak keren coba, bapak kan tinggal di Jepang,  tapi bisa menilai pak Ahok ini arogan. Berarti kan keren, tanpa harus ke Jakarta langsung melihat bagaimana cara Pak Ahok memerintah kota Jakarta, bapak sudah bisa tahu kalau Pak Ahok itu arogan.

Gara-gara berita di twitter yang jadi viral itu, saya jadi kepo tentang bapak, lho. Terus terang, saya nggak kenal siapa bapak. Maklum, sejak 2011 saya merantau ke Jepang. Eh ternyata bapak itu duta besar Indonesia untuk jepang yang baru. Ya wajar sih kalau saya nggak tahu, wong tugas bapak sebagai duta besar Indonesia disini nggak pernah saya rasakan. Bapak lho, nggak pernah mengunjungi saya di Gifu. Nggak pernah tahu betapa kami harus bersusah payah kuliah siang dan malam, dan sebagian dari kami masih harus mengais yen hanya sekedar untuk menopang hidup selama studi disini. Bapak enak sih hidupnya bergelimang harga dan pelayanan. Tapi itu nggak jadi soal. Toh saya tidak tahu tentang bapak, padahal kita sama-sama tinggal dalam satu pulau. Beda dengan bapak, yang tinggal beda negara pun mampu melihat sepak terjang Pak Ahok. Bahkan tahu tentang etnis-etnis Indo-China yang lari ke luar negeri pula. Keren sekali.

Saya lho pak, sampai tanya banyak saudara saya yang tinggal di Jakarta, kebetulan mereka bukan orang kaya dan bukan pejabat, jadi saya anggap suaranya sah. Iya dong, mereka tidak berkepentingan terhadap Jakarta dan tetek bengek-nya. Karena yang mereka pikir hanya kerja, cari uang, dan hidup nyaman. Saudara-saudara saya puas dengan Pak Ahok. Banyak sekali perubahan, terutama di system birokrasi. Lho Pak Yusron, kalau Pak Ahok arogan, setidaknya saudara-saudara saya pasti bakalan langsung pulang ke desa dong. Bapak ini, tinggalnya di rumah mewah, temannya politikus semua sih. Jadinya nggak valid itu pasti informasinya. Turun dong tanya ke rakyat yang tidak berkepentingan. Ah si bapak, masa gitu aja saya harus ajarin?

Oh iya, tadi saya bilang kalau saya ya. Gini pak, ternyata bapak itu adeknya Yusril Ihza Mahendra ya? Ah politikus, banyak bergaul dengan tikus. Jangan pak, nanti dibasmi sama pestisida lho. Yah, meskipun beberapa waktu lalu hampir dikurangi dosisnya, tapi justru karena Pak Ahok lah pestisida pembasmi tikus-tikus itu jadi makin banyak variasinya. Eh, bapak paham nggak sih yang saya omongkan? Nggak ya? Belajar pertanian dulu sebentar pak, biar afdol jadi duta besarnya, biar banyak menguasai hal baru.

Ah jadi ngelantur. Jadi gini ya, bapak rupanya sama-sama dari Bangka Belitung dengan Pak Ahok. Yuh pak, mbok sesama teman sepermainan itu jangan berantem to. Malu dong sama bule-bule, diketawain sama Om Donald Trump nanti. Masak tetangga kok beradu mulut. Inikah Indonesia, pak? Hanya demi kepentingan pribadi, yang mana kakak bapak mau maju pilihan gubernur, lantas bapak tega menyerang Pak Ahok dengan isu ras? Saya heran pak, Pak Jokowi yang lemah lembut, diserang. Pak Ahok yang tegas juga diserang. Bapak itu maunya seperti apa? Mbok ya leren saja pak. Jangan racuni rakyatmu dengan kebencian. Mengapa kalian tidak beradu program yang membanggakan? Ah Pak Yusron, mainlah ke Gifu pak. Saya ajak keliling mengunjungi rakyatmu.

Sudah cukup saya pakai bahasa ndeso ya pak, takutnya bapak keblinger. Baiklah, saya akan memberi kalimat penutup dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua pihak, termasuk bapak.

“Cara berpolitik yang terkotor yang pernah saya ketahui adalah dengan menggunakan pengalaman traumatis akan ancaman genosida etnis! “

Salam Bhinneka Tunggal Ika!

 

Dari sebutir rakyatmu di Gifu, Jepang.

Didukung oleh: Biro Kajian Strategis Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun