Mohon tunggu...
PPI Jepang
PPI Jepang Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk Duta Besar Indonesia di Jepang

31 Maret 2016   07:28 Diperbarui: 31 Maret 2016   07:53 12779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya lho pak, sampai tanya banyak saudara saya yang tinggal di Jakarta, kebetulan mereka bukan orang kaya dan bukan pejabat, jadi saya anggap suaranya sah. Iya dong, mereka tidak berkepentingan terhadap Jakarta dan tetek bengek-nya. Karena yang mereka pikir hanya kerja, cari uang, dan hidup nyaman. Saudara-saudara saya puas dengan Pak Ahok. Banyak sekali perubahan, terutama di system birokrasi. Lho Pak Yusron, kalau Pak Ahok arogan, setidaknya saudara-saudara saya pasti bakalan langsung pulang ke desa dong. Bapak ini, tinggalnya di rumah mewah, temannya politikus semua sih. Jadinya nggak valid itu pasti informasinya. Turun dong tanya ke rakyat yang tidak berkepentingan. Ah si bapak, masa gitu aja saya harus ajarin?

Oh iya, tadi saya bilang kalau saya ya. Gini pak, ternyata bapak itu adeknya Yusril Ihza Mahendra ya? Ah politikus, banyak bergaul dengan tikus. Jangan pak, nanti dibasmi sama pestisida lho. Yah, meskipun beberapa waktu lalu hampir dikurangi dosisnya, tapi justru karena Pak Ahok lah pestisida pembasmi tikus-tikus itu jadi makin banyak variasinya. Eh, bapak paham nggak sih yang saya omongkan? Nggak ya? Belajar pertanian dulu sebentar pak, biar afdol jadi duta besarnya, biar banyak menguasai hal baru.

Ah jadi ngelantur. Jadi gini ya, bapak rupanya sama-sama dari Bangka Belitung dengan Pak Ahok. Yuh pak, mbok sesama teman sepermainan itu jangan berantem to. Malu dong sama bule-bule, diketawain sama Om Donald Trump nanti. Masak tetangga kok beradu mulut. Inikah Indonesia, pak? Hanya demi kepentingan pribadi, yang mana kakak bapak mau maju pilihan gubernur, lantas bapak tega menyerang Pak Ahok dengan isu ras? Saya heran pak, Pak Jokowi yang lemah lembut, diserang. Pak Ahok yang tegas juga diserang. Bapak itu maunya seperti apa? Mbok ya leren saja pak. Jangan racuni rakyatmu dengan kebencian. Mengapa kalian tidak beradu program yang membanggakan? Ah Pak Yusron, mainlah ke Gifu pak. Saya ajak keliling mengunjungi rakyatmu.

Sudah cukup saya pakai bahasa ndeso ya pak, takutnya bapak keblinger. Baiklah, saya akan memberi kalimat penutup dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua pihak, termasuk bapak.

“Cara berpolitik yang terkotor yang pernah saya ketahui adalah dengan menggunakan pengalaman traumatis akan ancaman genosida etnis! “

Salam Bhinneka Tunggal Ika!

 

Dari sebutir rakyatmu di Gifu, Jepang.

Didukung oleh: Biro Kajian Strategis Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun