Materi 3 - Damai Dimulai dari Diri
Pada materi ketiga, Ibu Irene Maya Simon, S.Pd., M.Pd. memaparkan bagaimana perdamaian sejati harus dimulai dari diri sendiri. Kami diajak untuk merenung dan mengenali peran masing-masing dalam menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis. "Damaikan diri, damaikan dunia" menjadi inti dari materi ini, di mana kami diajak untuk merenung tentang bagaimana pengembangan diri yang damai dapat memberikan dampak positif pada lingkungan sekitar. Narasumber kami secara lugas membahas pentingnya menemukan kedamaian dalam diri sendiri sebelum dapat memberikannya kepada orang lain. Refleksi pribadi menjadi titik fokus dalam kegiatan ini. Kami diminta untuk mengidentifikasi dan memahami sumber ketegangan dalam diri masing-masing, serta mencari solusi konstruktif untuk menyelesaikannya. Sesi ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya pengendalian diri, empati, dan komunikasi yang efektif sebagai langkah awal menuju perdamaian yang berkelanjutan. Melalui materi "Damai Dimulai dari Diri," kami menyadari bahwa untuk menciptakan dunia yang lebih damai, setiap individu harus berkontribusi dengan membawa keharmonisan dan kebijaksanaan dalam setiap tindakan dan kata-kata mereka. Sebagai seorang calon Guru BK, kami melihat betapa pentingnya membekali diri dengan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri untuk bisa memberikan layanan yang efektif kepada peserta didik.
Materi 4 - Sekolahku Bhineka
Materi keempat, "Sekolahku Bhineka," memberikan wawasan tentang betapa pentingnya menciptakan sekolah yang menerima dan menghormati keberagaman peserta didik. Narasumber kami memberikan contoh konkret tentang program-program inklusif yang dapat diterapkan di sekolah untuk meningkatkan rasa kebersamaan di antara peserta didik. Sesi "Sekolahku Bhineka" mengangkat berbagai aspek, termasuk diversitas etnis, budaya, dan kemampuan, serta memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya menciptakan kebijakan dan program yang mendukung semua peserta didik tanpa memandang perbedaan. Kami diajak untuk merenung tentang peran kami sebagai calon Guru BK dalam memfasilitasi layanan BK yang berorientasi inklusif dan membangun iklim sekolah yang aman, mendukung, dan ramah bagi semua. Salah satu poin refleksi yang menarik adalah bahwa inklusivitas bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif seluruh staf sekolah, peserta didik, dan orang tua. Bersama-sama, kita dapat menciptakan lingkungan yang mempromosikan dialog terbuka, saling pengertian, dan rasa hormat terhadap keberagaman.
Materi 5 - Sekolahku yang Damai
Materi terakhir mengajarkan konsep bahwa sekolah yang damai merupakan hasil dari usaha bersama. Materi ini mengulas strategi konkrit yang dapat diimplementasikan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung perdamaian dan keberagaman. Materi ini membahas konsep sekolah sebagai tempat yang mempromosikan perdamaian, bukan hanya sebagai suatu kondisi ketiadaan konflik. Kami diberikan wawasan tentang pentingnya menciptakan budaya damai melalui pembelajaran yang membangun pemahaman, toleransi, dan keterampilan resolusi konflik di antara peserta didik. Sesi ini memberikan gambaran konkret tentang bagaimana pendidik dapat menjadi agen perubahan yang mendorong sikap positif dan mendamaikan. Materi "Sekolahku yang Damai" telah membuka mata kami terhadap peran sentral pendidikan dalam membentuk karakter dan nilai-nilai perdamaian di kalangan peserta didik. Kami menyadari bahwa sebagai calon pendidik, tanggung jawab kami tidak hanya terbatas pada transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk sikap dan perilaku yang mencerminkan kedamaian.
Melalui perjalanan yang penuh makna dalam Pendidikan dan Pelatihan Diklat WKG, kami sebagai mahasiswa PPG Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Malang, telah menggali kekayaan nilai keberagaman yang dapat membentuk pondasi pendidikan yang inklusif dan harmonis. Setiap materi yang diberikan diselingi dengan permainan yang membuat kami tetap semangat dan hadir secara penuh dalam kegiatan. Setiap mahasiswa terlibat dalam permainan simulasi yang mambuat kami semakin memahami maksud dan tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh Narasumber.
"Kami merasa lebih siap dan termotivasi untuk menjadi agen perubahan dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, beragam, dan damai. Diklat WKG ini merupakan pengalaman belajar yang sangat berharga bagi kami sebagai calon pendidik." Ujar Zaenal Arifin, salah satu mahasiswa PPG BK. Melalui pemahaman yang lebih mendalam terkait keberagaman, kami yakin dapat memberikan kontribusi positif dalam mendukung visi Indonesia sebagai negara yang harmonis dan bersatu dalam perbedaan.
"Diklat WKG mengajarkan kami bahwa dunia ini memang berwarna, dan keberagaman merupakan aset yang tak ternilai." Ungkap Melia Yulanda. Kami pun menyadari pentingnya menciptakan kesadaran global dan mengintegrasikannya dalam kurikulum pendidikan tidak hanya membentuk peserta didik yang cerdas secara akademis, tetapi juga membentuk karakter yang mampu bersikap inklusif, toleran, dan mampu bekerja sama dalam lingkungan yang beragam. "Kami berkomitmen untuk menerapkan nilai-nilai ini dalam praktik layanan BK dan menjadi teladan bagi generasi yang akan datang." Ujar Ria Rizka Awalliya usai refleksi setelah diklat.