Mohon tunggu...
pagan pambudi
pagan pambudi Mohon Tunggu... -

Neurologist and Pharmacologist, seorang dokter yang peduli soal Pendidikan dokter, ilmu penyakit saraf dan farmakologi, politik, keindonesiaan dan teknologi informasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Beban Sekolah dan Kesehatan Anak Kita

18 April 2010   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai dokter praktek sehari-hari, sering kali saya menemukan pasien anak usia sekolah dasar datang dengan keluhan nyeri kepala kronis dan keluhan lambung yang mirip dengan sakit maag pada orang dewasa. Kerap kali orang tua sudah "doctor shopping" ke banyak dokter bahkan dokter spesialis, tak jarang pula telah membawa hasil MRI kepala yang kesemuanya adalah normal. Setelah melalui wawancara yang panjang ternyata ketahuan bahwa sang anak merasa tertekan dengan semua beban di sekolah sehari-hari. Lihatlah ilustrasi salah satu pasien ini, orang tua anak kelas 3 SD dengan keluhan nyeri kepala: "Anak saya berangkat sekolah jam 6 pagi, pulang sekolah jam 14.00, jam 4 sore dia sudah harus les mata pelajaran matematika, bahasa inggris, mengaji. dll, setelah habis maghrib sampai jam 9, dia harus mengerjakan PR yang sangat banyak sampai-sampai saya yang ikut membantu mengerjakannya, ikut pusing dokter, dan aktivitas ini hampir rutin setiap hari." Seorang pasien yang lain mengeluh kesemutan pada lengan sebelah kanan yang setelah diteliti akibat tekanan tali ransel pada saraf lengan yang melewati bahu, akibat ransel itu terlalu berat, penuh buku yang harus dibawa anak ke sekolah. Ngeri rasanya melihat kenyataan ini, dan keluhan ini sering ditutup oleh pernyataan orangtua; "mau bagaimana lagi dok, sudah tuntutan kurikulum." Sebagai dokter tentu saya bukan pakar pendidikan, namun melihat ekses dari model pendidikan seperti ini hati saya miris . Haruskah anak-anak ini tertekan, 5 hari dalam seminggu dengan resiko mengalami problem kesehatan yang serius. Apakah untuk membentuk manusia yang hebat harus menjejalkan sebanyak mungkin materi pelajaran. Jangan lupa stress pada anak justru akan merusak sel-sel saraf di otak anak yang sedang berkembang. Mungkin perlu ada evaluasi ulang pada kurikulum pendidikan, untuk mengurangi ekses-ekses terutama di bidang kesehatan mental anak. Apa yang kami tulis adalah cerita nyata, yang mungkin merupakan fenomena gunung es di mana keluhan-keluhan somatik anak dianggap penyakit organik oleh orang tua atau dokter sekalipun sebenarnya adalah masalah psikologis anak yang sangat mungkin dipicu oleh masalah akademik. Keep your kids smile

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun