Mohon tunggu...
shofiyatun syamwil
shofiyatun syamwil Mohon Tunggu... -

crochet entusiast. blogger. coffee lover. backpacker.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Akhirnya Krakatau, Cobaan Seorang Traveller!

2 Juli 2012   05:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:21 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Trip Krakatau ini merupakan trip terlama dan terpanjang saya. Bagaimana tidak perjalanan terpanjang? Untuk sampai ke trip ini saya melewati tujuh propinsi. Dimulai dari Jawa timur sebagai titik start perjalanan saya, kemudian lanjut Jawa Tengah, Jogja, Jawa Barat, Jakarta, Banten serta berakhir di Lampung sebagai garis finishnya. Perjalanan dimulai dari jumat malam tanggal 29 September 2011 , dimana saya sudah janjian bahwa sepulang kerja akan langsung menyusul mbak Endah-nantinya akan menjadi teman perjalanan saya yang panjang ini- di terminal Purabaya jam 19.00 wib. Namun apa daya, jam segitu ternyata saya baru bisa kabur dari kantor. Sehingga saya terlambat hampir sekitar dua jam, dan baru merapat di terminal Purabaya sekitar jam 21.00 wib. Kita berdua langsung menaiki bis Eka dengan rute Surabaya-Jogja. Selama perjalanan saya sudah menyiapkan beberapa logistic, ada cemilan-cemilan dan minuman ringan di dalam ransel. Perjalanan Surabaya-Jogja berjalan dengan lancar, walau ketika entah di daerah mana, terjadi semacam ledakan, semua penumpang kaget, kalau saya kerasanya bis yang saya tumpangi seperti habis nyenggol sebuah kendaraan, entah motor entah mobil, yang ternyata ketika diperiksa sama kondekturnya tidak ada apa-apa, hanya ban bis yang sedikit gembos. Walau akhirnya saya sampai dengan selamat dan utuh hingga terminal Giwangan Jogja. Di terminal Giwangan ini, saya dan mbak Endah memutuskan berpisah untuk sementara. Dan nanti sekitar jam 08.00 wib akan bertemu kembali di stasiun Tugu. Saya menunggu subuh dan menunggu pagi di musholla dekat terminal, sedang mbak Endah melanjutkan perjalanan ke Magelang guna melayat sodaranya yang meninggal. Sambil menunggu subuh datang, saya mempelajari rute trans jogja dari terminal Giwangan ke stasiun Tugu. Langkah pertama adalah mengunduh peta rute trans Jogja, terus mempelajari, dan begonyia saya suka disorientasi kalau hanya belajar dari peta. Jadi saya memutuskan ketika nanti sudah sampai shelter saya akan bertanya ke petugas mengenai rutenya. Sebenarnya saya sempat sms dua orang teman guna menanyakan tentang rute, namun apa daya tak ada satupun sms berbales, walau akhirnya sms itu berbales juga, namun itupun ketika saya sudah duduk cantik di kereta menuju Jakarta. Kelar subuhan, saya langsung merapat ke shelter, dan ternyata shelter belum buka, waktu itu jam tangan saya menunjukkan angka jam 05.00 wib, sedang shelter baru buka jam 05.30 wib. Sembari menunggu shelter buka saya memperhatikan geliat pagi kota Jogja dengan dimulai dari shelter yang berada di sebelah barat terminal Giwangan ini. Petugas yang bebersih shelter dan peron, sepasang muda-mudi yang sepertinya sedang di mabuk asmara, seorang bapak yang sepertinya baru dating dari luar kota sama seperti saya, serta seorang ibu-ibu agak sepuh namun masih sangat sehat dan enerjik. Yah, enerjik sekali malah. Ibu ini membawa sebuah kasur kecil serta sebuah rice cooker. Dan dari bajunya juga cukup gaul, kaos dengan motif kembang-kembang yang dipadu dengan celana legging dan sebuah tas kecil. Masak masih kurang gaul? Hehe Begitu shelter dibuka, saya langsung membeli tiket trans jogja seharga 3 ribu rupiah, dan kata pak petugas shelter saya akan melewati rute dari terminal giwangan – Kridosono - 4A - stasiun Tugu. Dan ternyata kebetulan sekali, dari hasil obrolan saya dengan ibu agak sepuh namun gaul ini ternyata beliau berasal dari Malang Jawa Timur. Ah..senang rasanya bertemu dengan orang sedaerah di daerah orang. Dan kemudian dengan senang hati si ibu ini menunjukkan jalan arah ke stasiun Tugu, karena shelter terdekat ternyata agak jauh dari stasiun sehingga saya harus berjalan kaki sekitar 500 meteran. Yah, menikmati kota Jogja yang baru beranjak bangun itu menyenangkan sekali. Berjalan kaki sambil menghirup udara segar. Sambil memperhatikan para penyapu jalanan beraksi, menyusuri langkah demi langjah, ah..sungguh menyenangkan sekali. Sudah lama , saya ingin mengeksplor kota ini, namun tiap kali ke ke sini keinginan buat mengeksplor penuh hanya tinggal keinginan. Dan pagi itu saya sukses mengeksplornya walau hanya dengan rute terminal Giwangan hingga stasiun Tugu. Sambil berjalan kaki mulut saya tak henti-hentinya menyanyikan lagunya Katon yang berjudul jogja. Jam 06.45 saya tiba di stasiun Tugu. Sembari menunggu kedatangan mbak Endah, saya mencari warung makan yang ada jasa buat nge-charge, karena hape saya sudah berasa hidup enggan mati tak mau. Akhirnya pilihan warung jatuh ke warung Toegoe. Kebiasaan saya kalau lagi di jalan adalah tak enak makan, maka saya memesan mie goring bakso tambah telor, serta segelas jus jeruk guna mengganjel perut. Entah kenapa selama perjalanan ini saya selalu merasa lapar tapi malas makan nasi. Jam 7.45 kereta Fajar Utama tujuanJakarta merapat ke stasiun. Setelah menemukan gerbong yang sesuai di tiket, saya langsung menghubungi mbak endah yang belum jelas kelihatan batang hidungnya guna ngingetin kereta 15 menit lagi berangkat. Sempet panic juga, gimana kalau mbak endah ketinggalan kereta? Yang kemudian pada detik-detik terakhir keberangkatan mbak Endah sukses merapat ke kereta juga.

***

Yah, perjalanan panjang bagian kedua segera dimulai. Kalau semalam sekitar 7 jam-an saya menggelar lapak di bus Eka, 8 jam-an kedepan saya menggelar lapak di kereta Fajar Utama ini. Perjalanan nan panjang, kalau partner jalannya seorang mbak Endah itu tidak perlu khawatir kehabisan stok bahan cerita, karena stok cerita dia banyak sekali dan terperinci. Tapi, karena saya suka bosanan dengan cerita yang terlalu rinci, terkadang saya sambil baca buku dan tiduran serta bersocial media. Kebetulan saya membawa dua buku baru, yaitu Life Traveler dan Antologi Rasa guna menemani saya dikala bosan mengobrol melanda. Dan dengan beberapa aktifitas di atas, perjalanan panjang ini jadi tak begitu kerasa. Begitu kereta merapat di stasiun Bekasi, mbak Endah mulai beberes dengan barang-barang bawaannya. Sedang saya masih tetap leyeh-leyeh baca buku, saya mikirnya entar ajalah setelah lewat stasiun Jatinegara baru beberes. Begitu sampe stasiun Jatinegara, mbak Endah menawarkan buat nurunin ransel saya, tapi saya tolak karena mikirnya entar ajalah tak turunin sendiri, dan ketika saya lirik ke atas, ransel saya itu mesih teronggok dengan cantik di tempat semula. Dan di sinilah malapetaka dimulai! Begitu lewat stasiun Jatinegara, saya mau ngeberesin barang-barang saya yang di luar ransel. Ada buku life traveler, minuman, cemilan, jaket serta sarung selimut. Eh begitu saya mau nurunin ransel, ranselnya sudah tidak ada di tempatnya alias raib. Hiks. Waktu itu saya masih bisa senyum cengngesan karena masih mikir ada orang salah nurunin, dan kemudian naruh tas saya di ruang informasi. Begitu kereta berhenti di stasiun Senen, saya langsung berburu tiket KRL arah Jatinegara yang kebetulan juga selang beberapa menit lagi segera berangkat. Sedang mbak Endah saya maintain tolong buat mencari informasi tentang ransel saya dari posko informasi stasiun Senen. Dalam perjalanan antara stasiun Senen dan stasiun Jatinegara ini, saya mulai ragu, gimana kalau beneran ransel saya ada yang nyuri? Gimana dengan trip saya? Karena perlengkapan trip 4 hari saya selama di Krakatau ada di ransel itu. Dan ternyata benar, kata petugas di bagian informasi, kalau orang salah nurunin barang pasti barangnya diantar ke ruang informasi. Tapi kalau barangnya tidak diantar ke ruang informasi berarti barangnya sengaja diturunkan buat dicuri. Dan statement nomer dua yang kejadian dengan saya. Yaitu ndak ada orang yang ngantar ransel saya ke ruang informasi. Akhirnya dengan langkah gontai saya melapor ke Polsuska tentang musibah yang menimpa saya itu, serta langsung mencari tiket KRL menuju gambir. Di atas kereta saya mulau galau, antara lanjut trip apa skip mengingat yang tersisa cuman baju yang nempel di badan sama tas hoodie kecil berisi dompet dan henpon. Saya mengecek hape dan ternyata ada beberapa sms dan telpon dari beberapa teman. Intinya menanyakan gimana keadaan saya? Terus trip saya gimana? Bahkan ada yang mungkin karena khawatirnya sama saya, teman saya telepon “wes, koen mulih ae bhing! Ga atek Krakatau-kratauan! Pokoe mulih!”  saya hanya iya-iya saja menjawab telpon teman saya ini, bahkan dia sampai sms teman saya yang juga temannya agar menyuruh saya pulang ke Surabaya dan membatalkan keikutsertaan saya dalam trip ini. Namun saya mikirnya masak saya batal trip hanya karena saya kehilangan barang? Dan untungnya saya mendapat sms lagi yang isinya “inilah cobaan seeorang traveler shop!”. Dan teman saya satu lagi bilang “lanjutkan tripmu shof! Have fun!” aaah…saya semacam mendapatkan suntikan semangat. Krakatauu…here I come!! Sesampainya di stasiun Gambir, saya di sambut oleh mbak Nana, Mbak Nina, serta Enggar yang kemudian disusul oleh Tika, Riandi dan Dewak. Empat nama terakhir ini adalah sahabat-sahabat saya di sebuah mini blog. Bahkan ini saya pertama kalinya ketemu dengan Tika serta Riandi. Tika membawakan saya sekotak Brownies, sedang Dewak dating dengan membawakan saya 3 kaos lengan panjang, kaos kaki serta kerudung. Ah..terharuu.. Jeda beberapa menit, mbak Endah menyusul dari stasiun Senen. Kemudian kopdar berlanjut dengan makan bareng di Bakso Malang yang ada di stasiun Gambir. Karena ngejar meeting point jam 20.00 kita makannya balapan, walau pastinya tetap tak lupa buat foto narsis, apalagi ini pertama kali saya ketemu dedek gede saya si Tika. Kelar kopdar, saya menuju ke indomaret guna membeli keperluan toiletries macam sabun dan sodara-sodaranya dan yang tak boleh lupa tentunya sun block. Kelar berburu barang-barang ini saya bersama mbak Nana, dan mbak Nina menuju ke kos mbak Nana di daerah Petamburan guna mengambil carrier serta celana panjang buat ganti nanti. Setelah itu langsung menuju ke Slipi Jaya guna membeli underwear, dan waktu sudah menunjukkan jam 21.00, padahal meeting point jam 20.00 dan telatlah kita. Akhirnya saya, mbak Nana, mbak Nina, mbak Endah, mbak Nunung serta Yodhi berangkat barengan dari depan rumah sakit Harapan kita menuju Merak. Bisnya penuh penumpang dan kita duduknya kepisah-kepisah, bahkan Yodhi sempat tak mendapat tempat duduk. Walau suasana bus yang penuh dan pengap, saya sempat tertidur ternyata, mungkin karena efek saya merasakan capek yang sangat setelah berburu ransel hilang yang pada akhirnya tetep tak ketemu, kemudian lanjut hunting barang-barang penggantinya. *** Sampai di pelabuhan Merak sekitar jam 00.00 dan  kita tidak langsung naik ke kapal tapi istrahat dulu di musholla dekat pelabuhan sembari menunggu teman-teman yang lain merapat. Dan kalau ditotal rombongan ini berjumlah 20 orang, yang anggotanya teman ngajak teman, dan temannya lagi ngajak temannya lagi. Dan di sini saya sukses membawa salah seorang teman multiply, yang sebelumnya saya juga belum pernah ketemu. Jadi bisa dibilang ini kopdar pertama saya dengan dia. Sekitar jam satu dini hari kita akhirnya merapat ke dalam kapal, kita naik menuju ke dek kelas ekonomi, langsung naruh barang dan langsung tertidur lelap. Bangun-bangun kapal sudah merapat di pelabuhan Bakaheuni, begitu kita turun ternyata subuh menjelang yang kemudian dilanjut dengan sholat subuh dulu di musholla pelabuhan. Hey ya! Ini pertama kali saya menginjak tanah Sumatera loh! Kelar subuhan kita langsung menuju pelabuhan Canti dengan menggunakan dua angkot yang sudah diurusin sama seoran teman di sini. Intinya saya cuman ikot, bawa badan, jangan rewel dan ngikut aja. Hehe. Dari pelabuhan Bakaheuni menuju pelabuhan Canti ditempuh dengan kurun waktu sekitar 2 jaman. Begitu sampai pelabuhan Canti, kita juga tidak langsung menuju kapal, tapi mandi-mandi dan sarapan dulu serta melakukan beberapa aktifitas rutin di pagi hari.

***

Setelah semua kegiatan rutin di pagi hari kelar dilaksanakan, kita semua langsung merapat ke kapal nelayan yang akan membawa kita ke pulau Sabesi. Di pulau Sabesi ini kita cuman sebentar, karena kesana cuman naruh barang-barang sama sekalian ngambil makanan buat makan siang. Sehabis itu langsung menuju ke Anak Krakatau atau lebih dikenal Krakatoa. Waktu tempuh antara pelabuhan Canti – Pulau Sabesi – dan anak Krakatau ini sekitar 6 jamaan. Dan berarti bisa dibayangkan kita naik ke bibir kawah anak Krakatau pada waktu tengah hari dan matahari pas berada di atas kepala. Namun panasnya pasir di kaki, panasnya matahari tak membuat kita patah semangat guna sampai ke atas. Apalagi saya, saya penuh perjuangan buat sampai ke sini dengan berkorban seonggok ransel yang hilang di kereta. Begitu turun dari perahu, yang itu artinya langsung kaki gunung Anak Krakatau, kondisi sekitarannya masih sangat rindang, penuh dengan pepohonan dan semak. Dan yang pastinya kita tak langsung naik tapi masih melakukan prosesi foto narsis, entah sendirian, berkelompok dan rame-rame serombongan. Foto-foto kelar, times to hike! !

Melewati jalan setapak diantara rimbunan pepohonan, keadaan masih tak terasa panas, angin semilir sejuk masih menemani. Namun itu tak bertahan lama, 500 meter setelah ini, kondisi jalan langsung pasir menanjak dan tak ada satupun pepohonan. Sejauh mata memandang sudah lautan pasir. Ada sih satu dua pohon yang mencoba bertahan di panasnya lautan pasir itu. Tapi keadaannya sungguh mengenaskan, seakan-akan mati enggan hiduppun tak mau. Pohon-pohon itu seakan-akan terjebak dan tak bisa kemana-mana! Emang sejak kapan pohon bisa berpindah-pindah?

134120762969718985
134120762969718985
Melihat pemandangan yang ada di depan mata, yang sejauh mata memandang hanya lautan pasir panas, pikiran saya jadi menerawang, seperti apakah padang Mahsyar nanti? Saya jadi merinding bayanginnya. La wong menuju puncak tepi kawah anak Gunung Krakatau panasnya saja sudah seperti ini, apalagi padang Mahsyar? Heu..oke! back to topic! :D Mendaki di lautan pasir tentunya tidaklah mudah, apalagi pasir panas seperti ini, jadi keinget kerupuk pasir, mungkin kalau dibiarkan tergeletak di sini, kerupuk itu akan matang dengan sendirinya dan bisa menjadi cemilan buat pendaki. Eh..oke focus! Dengan semangat 45, saya pelan tapi pasti, menyeret kaki langkah demi langkah, keringat sudah mengucur deras tapi saat itu juga berasa langsung mongering karena saking panasnya. Begitu separuh pendakian, Subhanallah! Sejauh mata memandang tak hanya lautan pasir, tapi juga seakan-akan ada danau di samping kita, panas terasa langsung hilang berganti kesegaran. Sungguh sebuah komposisi yang maha indah, kita berdiri di tanah pasir dengan kemiringan yang agak terjal, dengan background lautan serta pulau Rakata dengan gunung Krakatau Besarnya.

13412076861934890935
13412076861934890935

Ini membuat saya tak sabar untuk segera sampai atas, di separoh perjalanan aja pemandangannya sudah se-subhanalla gini, apalagi pas sampai atas? Pasti lebih dan lebih. Dan begitu sampai atas, beneran ternyata, pemandangannya so amazing! Bisa nggak bayangin?

“Kita sedang berada di pinggir kawah Ijen, dengan belerang warna kekuningan dan asap mengepul dari kawahnya. Tapi di saat itu juga kita sedang berada di pos 4 Ranukumbolo, menikmati indahnya Ranukumbolo dari atas. Bisa bayangin kan? Kalau nggak bisa, ayo kesana dulu! Jalan-jalan ke Ranukumbolo dulu, terus lanjut ke kawah ijen. Dan kita akan merasakan perpaduan dua tempat ini di sini, di pinggir kawah Anak Krakatau!”

***

Perpaduan pemandangan ini membuat saya malas turun, namun apa daya, waktu telah siang-siang sekali bahkan mendekati sepertiga hari terakhir –analogi dari sepertiga malam terakhir – Jadi kita mau tidak mau, malas tidak malas, harus turun lagi melintasi padang pasir nan panas ini, guna segera sampai bawah, makan siang dan lanjut snorkeling ke pulau Lagoon Cabe. Perjalanan turun ini, rasanya pingin menggelundung saja, namun apa daya, pasir panas tak mendukung buat menggelundung ria, yang ada lari-lari kebawah sambil kaki loncat-loncat kepanasan.

Di pulau Lagoon Cabe, saya langsung aja nyebur bermodal nekat. Bukan apa-apa, saya sebenarnya tidak bisa berenang sama sekali. Namun pengalaman waktu di Karimun Jawa, yang penting saya pakai pelampung, snorkel, serta fin dan yang utama jangan mudah panic, InsyaAllah snorkeling berjalan lancer aman sentosa. Dan saya membuktikannya.

Alam bawah laut di pulau Lagoon Cabe ini bagus sekali, walau tetap tak sesuai ekspektasi saya. Tetep lebih bagus snorkeling di kepulauan Karimun Jawa, jadi saya anggap snorkeling di Lagoon Cabe sabagai bonus tambahan saya ke Krakatau. Jadi setelah panas-panas berkutat dengan padang pasir panas di gunung anak Krakatau, snorkeling di pulau Lagoon cabe adalah obat penurun panasnya. Selain panas saya turun, saya dapat bonus lagi ngelihat pemandangan bawah laut yang cantik. Berasa berada di aquarium maha besar dan yang sebenarnya. Keluar dari pulau Lagoon cabe, kulit saya yang sebelumnya sudah eksotis jadi tambah eksotis kuadrat, bahkan bisa dibilang eksotis pangkat tiga. Snorkling kelar, perjalanan dilanjut kembali ke pulau Sabesi. Yah, malam ini saya dan rombongan menginap di sini. Menikmati semilir angin di sebuah pondokan dengan ditemani secangkir kopi serta kehangatan sahabat itu menyenangkan sekali. Kita bercerita tentang banyak hal, mbak Nina dengan hobi fotografinya, mbak Endah bercerita tentang pekerjaannya, Yodhi dengan cerita tentang keluarga kecil barunya. Sedang saya bercerita apa? Rahasia! Saking nikmatnya bercengkrama, tak terasa sudah jam 10.00, dan badan serta mata sudah mulai protes minta istirahat. Karena besok masih akan ada sesi kedua snorkeling, dan otomatis itu butuh tenaga yang besar juga, akhirnya kita mutusin untuk beristirahat. Sebenarnya masih ada sesi bakar-bakar ikan, cuman saya sudah kecapean dan melewatkan sesi ini. Kebangun dengan mata pedes, tapi mau ndak mau sudah harus bangun, sholat subuh terus lanjut menemani mbak Nina berburu sun rise. Namun ternyata pulau sabesi pagi itu di selimuti mendung, dan kita tidak mendapat sun rise. Karena tak mendapat sun rise saya dan mbak Nina melakukan susur pantai sembari foto-foto narsis, yang kemudian dilanjut dengan jalan-jalan ke rumah pohon. Rumah pohon ini semacam sebuah pondokan dengan beberapa ruang kamar yand dibuat diatas sebuah pohon tua. Dan sewa rumah pohon ini sangat mahal, sekitar 3 juta untuk semalam. Waktu itu seorang teman nyeletuk “Kalau mau nginep di sini rame-rame , ntar gantian tidurnya, separoh malam di tenda, separoh malam di rumah pohon biar sama-sama merasakan sensasi tidur di atas rumah pohon itu kayak apa?“ Yah, hari kedua ini di isi dengan snorkeling dan snorkeling. Spot snorkeling pertama di pulau Umang-umang, alam bawah laut di sini tak kalah dengan alam bawah laut di pulau Lagoon cabe. Pulau Umang-umang ini sangat kecil, hanya butuh waktu sekitar 10 sampai 15 menit untuk susur pantai secara penuh mengelilingi pulau ini. Dan yang tak kalah seru, kita snorkeling hingga ke bibir pantai. Padahal waktu itu ombaknya lumayan besar. Dengan bermodal tekad, ketenangan serta tak mudah panic, saya sukses juga sampai bibir pantai walau kenyataannya saya tidak bisa renang. Snorkeling di pulau umang-umang kelar, pelayaran berlanjut ke pulau Sebuku. Namun karena ombak gede yang tak kunjung mereda, kita disarankan untuk tidak snorkeling demi keselamatan. Waktu itu, yodhi, mas Is serta Gading turun untuk mencari spot yang bagus, namun karena ombak yang gede, mereka akhirnya ketinggalan perahu dan kecapean di tengah lautan sehingga perahu harus berbalik kembali guna mengangkut mereka. Karena ombak yang sangat tinggi itu, akhirnya kita seperahu memutuskan untuk kembali ke pulau Sabesi saja, menuntaskan hasrat snorkeling di sana, merapat ke pulau, terus mandi, makan siang dan langsung cabut ke pelabuhan canti. Bener saja, ombak yang tinggi membuat beberapa teman dan saya mabuk laut. Untung waktu saya membawa obat anti masuk angin sehingga lumayan mengurangi mabuk laut dan membuat saya terlelap hingga pelabuhan canti. Dari pelabuhan canti, langsung ke pelabuhan Bakaheuni. Sebelum naik ke kapal, kita menyempatkan dulu hunting oleh-oleh khas lampung yaitu keripik pisang. Dan saya sendiri membeli tiga bungkus buat oleh-oleh ke teman-teman di kosan. Kelar berburu oleh-oleh kita langsung foto narsis memamerkan keeksotisan kita. Dan setelah itu langsung menuju ke gate guna naik ke kapal ferry. Dan yipeee..guna menghindari kerameian music kelurahan kita mengapgrade yang tiket dari kelas ekonomi ke kelas bisnis. Namun pada kenyataannya, ternyata di ruang kelas bisnis jadi semacam ruang dugem karena gaduhnya suara music dengan lagu pembuka, kemanaaaa…kemanaaa…kemanaaaa…? pada tahu lagu itu kan?? Niatan mau tidur cantik gagal seketika, jadi selama 3 jam perjalanan pulang ini kita disuguhin pertunjukan oskestra, mulai dari lagu dangdut pada umumnya, lagu dangdut berbahasa sunda hingga lagu rock. Dan saya tidak paham ketika mbak-mbak penyanyinya berinteraksi dengan penumpang di kelas ini dengan memakai bahasa sunda. Heuu… Sekitas jam 21.00 kapal merapat di pelabuhan merak, dan sebagian rombongan berpisah di sini. Sedang saya bergabung dengan mbak Nina, mbak Endah serta Yodhi. Dan nantinya yodhi akan mengantar kita ke kos mbak Nana di daerah Petamburan. Saya merasa keunikan di perjalanan pulang ini, karena dari Merak kita naik bus jurusan Kampung Rambutan dan kita turun di tol Tomang serta pakai sensansi loncat pagar tol –ini tidak boleh ditiru- seumur-umur saya baru sekali melakukan ini, dan ternyata seru!! Lumayan sekali seumur hidup! Dan besoknya dengan menggunakan kereta promosi Argo Anggrek, saya dan mbak Endah meninggalkan Jakarta menuju Surabaya. Good Bye Jakarta! Good Bye Krakatau! See U on the next trip kawan! Tapi sebelum kereta berangkat mari kita foto narsis dulu di Monas, yuk marii… ***

***

tulisan ini diikutkan pada lomba

Kompasiana-Opera Travel Blog Competition Berhadiah Gadget Keren!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun