Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Ya, Jangan Bilang Ke BPJS-nya Ini Kasus "Inex", Dok"

1 Januari 2025   18:52 Diperbarui: 1 Januari 2025   18:52 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Happy New Year (Dokumentasi Pribadi)

"Selamat tahun baru..." Salam-salaman pun terjadi kepada beberapa jemaat gereja di kebaktian awal tahun pagi ini di gereja, ketika dari emergensi rumah sakit menelepon ada seorang wanita muda 20-an tahu awal dibawa teman-temannya ke rumah sakit dengan kondisi lemas, nyeri dada hebat, nadi diatas 120 kali, napas cepat dan gemetar serta keringatan dan menurut temannya makan "inex" dua butir, satu saat malam dan satu lagi saat dini hari.

"Sementara infus dulu, periksa enzym jantung, darah rutin....Lalu berikan ...(bla-bla-bla...beberapa obat penting untuk mengatasi kedaruratan keracunan salah satu "ectasy" tersebut yang tidak etis dituliskan disini...).."Saya pun menginstruksikan beberapa terapi awal yang penting.

"Maaf, Dok. Pasiennya ngotot mengira bisa pakai BPJS-nya. Waktu dibilang BPJS tidak menanggung penyakit akibat obat "ectasy",  teman-temannya marah kenapa pula harus lapor ke BPJS ini akibat obat itu. Jadi tadinya mereka mau bayar pribadi tetapi karena mahal, mereka mau bawa pasiennya pulang. Kebetulan tanda-tanda vitalnya mulai stabil, dok..." Laporan susulan dokter jaga IGD.

Nah, kasus seperti ini beberapa kali terjadi, pasien memaksa pakai BPJS Kesehatan untuk kasus yang ternyata tidak ditanggung oleh asuransi tersebut, padahal setiap lembaga pembiayaan memiliki term and condition tersendiri. 

Beberapa kasus yang dipikir dapat ditanggung BPJS ternyata tidak dapat, antara lain:

1. Kasus penyalahgunaan obat narkotika dan obat aditif lain (NAFZA) serta alkohol.

2. Percobaan bunuh diri.

3. Penyakit akibat hobby, misalnya cedera akibat olahraga, misalnya bertanding bola.

4. Kecelakaan lalu lintas, karena sudah menjadi tanggung jawab Jasa Raharja. Tetapi biasanya Jasa Raharja hanya menanggung sampai jumlah 20 juta, padahal misalnya biaya perawatan lebih dari 20 juta, maka ada selisih yang harus ditanggung oleh pasien.

5. Kecelakaan kerja, karena ada badan penjamin lain yang melakukannya.

6. Penyakit estetik, misalnya operasi plastik, mau buang luka parut, mau mancungin hidung yang pesek.

7. Penyakit menular seksual misalnya GO (kencing nanah, gonorhea), dulu tidak bisa pakai BPJS.

8. Infertilitas, misalnya program bayi tabung.

9. Vaksin/imunisasi, karena ini ada program lain ataupun memang vaksinnya bersifat swasta.

Sebenarnya, untuk kasus "inex" diatas gejalanya mirip kondisi pasien sakit jantung, asma ditambah diare, ditambah kalau ada kejang seperti epilepsi. Kalau yang mengantarnya keluarga dengan pakaian rumahan, sopan dan wajah rumahan biasa, lalu menjelaskan itu gejala saja, maka mungkin saja dokter IGD dapat tertipu. Tetapi kalau yang mengantar berdandan menor, pakaian atraktif atau sexy dan keceplosan bilang baru "party" apalagi baru ngomong "inex" pula, maka otomatis "term and condition" itu berlaku.

Dilemanya sebenarnya adalah ketika misalnya si pasien kondisinya sangat kritis, misalnya tekanan darah sangat turun, tidak sadar, saturasi oksigen di darahnya kurang 80%, walau diberikan oksigen 15 liter permenitpun tidak naik, tetapi ketahuan memakai obat terlarang tambah alkohol pula lalu tidak punya uang untuk membayar pribadi, tidak ada pula "sugar dady" disampingnya yang menyanggupi melunasi tagihan. 

Dokter IGD harus memutuskan menolong kondisi kritisnya maksimal, tanpa peduli siapa yang akan melunasi tagihan kemudian atau tega menyuruh pasien dibawa ke rumah sakit lain yang lebih memungkinkan menolong dengan alasan fasilitas kurang. Biasanya rumah sakit plat merah tertentu di tiap kota besar akan ada yang ditunjuk untuk mengatasi kasus-kasus seperti ini karena ada "pos dana khusus" kasus sosial beginian. Tetapi apakah si pasien akan sampai kesana atau meninggal di jalan?

Begitulah kisah tahun baru di dunia medis yang berbeda kalau di hari lebaran dimana dunia hiburan malam dilarang buka. Tetapi malam tahun baru malah setiap diskotik dan hotel malah banyak pesta "ajep-ajepnya".

Dokumentasi KOMPAL 
Dokumentasi KOMPAL 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun