"Selamat tahun baru..." Salam-salaman pun terjadi kepada beberapa jemaat gereja di kebaktian awal tahun pagi ini di gereja, ketika dari emergensi rumah sakit menelepon ada seorang wanita muda 20-an tahu awal dibawa teman-temannya ke rumah sakit dengan kondisi lemas, nyeri dada hebat, nadi diatas 120 kali, napas cepat dan gemetar serta keringatan dan menurut temannya makan "inex" dua butir, satu saat malam dan satu lagi saat dini hari.
"Sementara infus dulu, periksa enzym jantung, darah rutin....Lalu berikan ...(bla-bla-bla...beberapa obat penting untuk mengatasi kedaruratan keracunan salah satu "ectasy" tersebut yang tidak etis dituliskan disini...).."Saya pun menginstruksikan beberapa terapi awal yang penting.
"Maaf, Dok. Pasiennya ngotot mengira bisa pakai BPJS-nya. Waktu dibilang BPJS tidak menanggung penyakit akibat obat "ectasy", Â teman-temannya marah kenapa pula harus lapor ke BPJS ini akibat obat itu. Jadi tadinya mereka mau bayar pribadi tetapi karena mahal, mereka mau bawa pasiennya pulang. Kebetulan tanda-tanda vitalnya mulai stabil, dok..." Laporan susulan dokter jaga IGD.
Nah, kasus seperti ini beberapa kali terjadi, pasien memaksa pakai BPJS Kesehatan untuk kasus yang ternyata tidak ditanggung oleh asuransi tersebut, padahal setiap lembaga pembiayaan memiliki term and condition tersendiri.Â
Beberapa kasus yang dipikir dapat ditanggung BPJS ternyata tidak dapat, antara lain:
1. Kasus penyalahgunaan obat narkotika dan obat aditif lain (NAFZA) serta alkohol.
2. Percobaan bunuh diri.
3. Penyakit akibat hobby, misalnya cedera akibat olahraga, misalnya bertanding bola.
4. Kecelakaan lalu lintas, karena sudah menjadi tanggung jawab Jasa Raharja. Tetapi biasanya Jasa Raharja hanya menanggung sampai jumlah 20 juta, padahal misalnya biaya perawatan lebih dari 20 juta, maka ada selisih yang harus ditanggung oleh pasien.
5. Kecelakaan kerja, karena ada badan penjamin lain yang melakukannya.