Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Ketika Tertahan di Pesta Pernikahan Selama Tiga Setengah Jam oleh Reog

26 Desember 2024   08:56 Diperbarui: 27 Desember 2024   09:30 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanya kutunggu sampai jam 15.20 baru itu acara reog Ponorogo dimulai dan seperti yang aku tahu harus aku liput yang ada Singa Barongnya.

Itu adegan paling khas di reog, ketika dua Singa Barong menari-nari yang memiliki tingkat kesulitan tinggi serta berbahaya, karena perlengkapan topeng singa barong dengan berat puluhan kilo harus dimasukkan di kepala dan leher yang kalau tidak terlahir bisa saja terjadi trauma leher berat yang dapat menyebabkan kelumpuhan atau malah kematian.


Reog adalah tarian tradisional dari Ponorogo, Jawa Timur dalam arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, dengan berat topeng mencapai 50–60 kg.

Ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda lumping dan Reog asli dari Indonesia.

Pada 3 Desember 2024, seni pertunjukan Reog Ponorogo masuk dalam daftar UNESCO sebagai Warisan budaya takbenda.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kerajaan Daha, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singa Barong dari Kerajaan Daha.

Pasukan Raja Singa Barong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo, Raja Klono dan Wakilnya Bujang Ganong, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan.

Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Daha dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya (wiki pedia ).

Nah, yang saya tonton ini adalah Reog Ponorogo versi Palembang, mungkin tidak sama dengan yang asli dari Ponorogo, tetapi sebagai pertunjukan seni saya pribadi termasuk betah menyaksikan acara ini dari pukul 15-an sampai pukul 17-an.

Tetapi karena hari mulai gelap, sayapun mohon pamit dengan tuan rumah dan pulang dengan "happy" tentunya dapat bahan tulisan satu lagi di Kompasiana. 

Nyari ide tulisan akhir tahun begini susah, Bro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun