" Mengapa Pasien lambat sekali didaftarkan di depan?" Tanyaku pada perawat yang mendampingi di poliklinik, padahal sudah pukul 830 baru ada 3 pasien yang sudah centang biru menandakan sudah selesai diperiksa tekanan darah dan proses registrasi serta tanya jawab awal.
"Hari ini ada ketentuan baru, dok. Semua pasien BPJS harus verifikasi wajah." Jawabnya.
Selama ini yang saya tahu adalah verifikasi sidik jari, supaya yang memakai kartu BPJS adalah orang yang benar-benar sesuai identitasnya dan sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.
" Lho, jadi gak boleh operasi plastik, dong, kalau pasien BPJS. Nanti mukanya beda?" Tanyaku.
" Iya, Dok. Pake hijab saja, kalau KTP-nya tidak berhijab, bisa tidak terverifikasi, tapi bisa ganti scan jari tetapi selanjutnya lapor ke kantor BPJS biar diambil foto terbaru." Jawab si perawat dengan manis.
Memang beberapa inovasi identifikasi yang dilakukan BPJS ini dilakukan sebagai antisipasi penggunaan kartu BPJS oleh orang yang tidak berhak. Modus operandinya antara lain kartu BPJS aktif dipakai oleh orang lain misalnya saudara, tetangga atau teman kerja yang tidak punya BPJS.Â
Pada masa-masa awal BPJS tahun 2014 sampai beberapa tahun kemudian, belum terlalu ketat verifikasi ini, asal membawa kartu BPJS dilayani saja. Tahun-tahun berikutnya mulai diperketat, tetapi pihak klinik atau rumah sakitlah yang mencocokkan kartu dengan wajah di foto KTP yang dibawa, mirip atau tidak. Tetapi verifikasi yang dilakukan petugas ini bisa saja salah karena subyektif dan pasien atau keluarga pasien bisa saja mengamuk karena kalau dinyatakan berbeda maka mereka bisa saja mengancam dan tersinggung dianggap menipu.
Selanjutnya verifikasi sidik jari, lebih obyektif walaupun kadang-kadang banyak sidik jari yang tidak terdeteksi oleh mesin dibandingkan data sidik jari BPJS, terutama buat orang lansia.
Nah bagaimana mengantisipasi verifikasi wajah ini biar jangan ditolak?