Secair itukah musik jazz? Atau memang JJF 2024 sudah menge-popkan diri karena kurangnya pemusik-pemusik jazz murni bertahan tetap ngejazz sementara pembeli karcis sebenarnya bukan para penikmat jazz murni tetapi hanya tertarik penyayi-penyanyi viral di tiktok atau IG di Indonesia?
Entahlah, yang pasti walaupun terjadi pergeseran-pergeseran genre penyanyi lebih ngepop tetapi JJF tetap menjadi agenda musik tahunan yang diincar banyak turis manca negara, karena saat menunjukkan kartu identitas, banyak yang mengeluarkan paspor mereka bukan KTP dan kalau mengobrol banyak yang berbahasa Malaysia, Inggris, Thailand dan sebagainya. Inilah yang membuat JJF harus tetap didukung karena alasan devisa, citra bangsa dan lain sebagainya.
Sampai jumpa di JJF 2025, mudah-mudahan sampai 10 tahun ke depan ini menjadi agenda wajib saya pribadi selain datang ke Kompasianival yang saya ikuti hampir rutin kecuali ada agenda mendesak lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H