Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Melalui Pementasan Teater, Indonesia Kita Memperjuangkan Sosial-Politik yang Lebih "Fair"

20 November 2022   03:49 Diperbarui: 20 November 2022   04:24 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pementasan "Orang-orang Berbahaya" di Taman Ismail Marzuki 17-18 November 2022 lalu sukses memuaskan para penggemarnya. Ini pementasan ke 38 dari Indonesia Kita, grup seni teater yang dibentuk oleh almarhum Djaduk Ferianto seorang pemusik kontemporer yang sering memadukan alat musik modern dan tradisional, Butet Kartaredjasa seorang pelakon yang terkenal dengan monolognya, serta Agus Noor yang menulis skenario dan sutradara.

Kisahnya adalah adanya konspirasi yang dibuat oleh "orang kuat" yang jahat diperankan Marwoto dalam pementasan ini terkesan seperti bandar atau bohir politik yang mengatur supaya orang-orang yang tidak disukainya dimasukkan ke rumah sakit jiwa dan seolah ada pandemi kegilaan menyusul pandemi "covid 19" yang banyak membuat pebisnis menikmati pemeriksaan antigen dan PCR saat itu dan si Marwoto ini mengangkat dokter jiwa palsu diperankan Susilo serta asistennya Wisben yang dulunya mantan hakim dan polisi dengan ijazah palsu (bagian ini agak ngawur tapi lucu).

Lalu sebagai "lawan politiknya" hadir Butet Kartaredjasa berkursiroda dengan asistennya Sri Khrisna Encik yang juga menyanyi di pagelaran ini, yang menyewa Cak Lontong dan Akbar untuk mengungkap keanehan di rumah sakit jiwa yang dikelola Warwoto cs yang juga berpura-pura gila karena menghindari kejaran berwajib atas kasus-kasus hukumnya.

Ada kritik tentang politik identitas, d

Setidaknya mereka tidak berjalan sendiri, ada sekelompok seniman yang siap menyuarakan politik sehat tanpa kekerasan, intimidasi dan fitnah yang menjadi ciri politikus-politikus berbahaya.

eklarasi capres yang sembrono, plesetan tentang tokoh politik atau kelompok-kelompok yang membahayakan persatuan bangsa, beredarnya kabar "hoax', soal sumur resapan, DP 0 rupiah dan sebagainya yang dikemas secara santun dan lucu membuat penonton yang saya yakin rata-rata berjiwa moderat atau malah memang pro ide-ide dari penulis skenario yang lebih memilih kebhinekaan dibandingkan politik bersayap merasa inilah pementasan yang memuaskan kegelisahan mereka tentang adanya "hantu tahun politik 2023".
Pementasan yang lebih 2 jam ini sangat tidak membosankan karena adanya Cak Lontong dan Akbar yang ngomong apapun sepertinya lucu, ditambah aransemen musik Arie Pekar di Jakarta Street Music dan koreografi tari dari Dansity Dance Company yang digawangi Josh Marcy. 

Ada juga Bonita yang pernah mengeluarkan album di tahun 2000-an awal berperan sebagai perawat dan Inaya Wahid yang merupakan anak Gusdur juga menjadi perawat kepala yang sebenarnya juga informan dari Butet Kartaredjasa di dalam rumah sakit itu.

Beberapa kekurangan di pementasan ini misalnya Butet mengatakan rumah sakit jiwa itu baru ada, seolah karena pandemi tetapi Inaya mengatakan dia perawat lama di RSJ itu sejak peletakan batu pertama 30 tahun yang lalu. 

Ada juga adegan Akbar keceplosan bilang obat dimakan bukan diminum yang seharusnya itu omongan Cak Lontong, tetapi penonton tetap ketawa walau kesan kejutannya berkurang. Mungkin karena saya menonton pementasan hari pertama jadi masih kaku. Entah yang tanggal 18 apa lebih rapih.

Secara pribadi saya mendukung cara-cara mengkritik dan memperjuangkan nilai-nilai sosial politik tertetu dengan berbudaya dan cerdas seperti ini karena lebih bertanggung jawab dan sopan dibandingkan membuat berita bohong tertentu dan memviralkannya dan kalau ketahuan salah buru-buru minta maaf dan buat klarifikasi sana-sini tetapi kalau tidak ketahuan terus memproduksi kebohongan-kebohongan dan fitnah baru.

Intinya seperti semboyan grup teater/ seni budaya Indonesia Kita ini, janganlah kapok menjadi Indonesia, tetaplah berjuang, bersuara dengan cara-cara yang berbudaya dan tanpa hoax serta intimidasi atau kekerasan.

dokumentasi KOMPAL
dokumentasi KOMPAL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun