Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Partai Politik Menganggap Relawan Itu Sejenis "Influencer"

13 Juni 2022   21:36 Diperbarui: 13 Juni 2022   21:56 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada bocoran di lingkungan relawan Pakde yang memberi sinyal begini, buatlah jagoanmu melewati batas psikologis 30% di survey-survey nasional yang terpercaya, maka ada alasan untuk memaksa partai-partai besar mencalonkannya menjadi presiden. Dan ternyata batas psikologis itu sudah tercapai.

Masalahnya adalah di beberapa dialog antara perwakilan relawan dan dedengkot partai yang ditayangkan di beberapa media sosial, membuat kesan para petinggi partai besar tidak mau ditekan dan dipaksa-paksa relawan dan malah mengganggap mereka bekerja karena pesanan dan bukan berjuang gratisan.

Benarkah para relawan ini sudah dianggap "influencer" oleh partai-partai? Ini dapat dimaklumi karena ternyata di kemudian hari banyak yang mengakunya relawan ternyata pentolan-pentolannya akhirnya mendapatkan jabatan dan dapat posisi atau bisnis yang berhubungan dengan pemerintahan, sementara relawan kelas kroco terkesan dicuekin begitu saja dan memang tidak minta diperhatikan juga.

Atau mungkin saja, partai-partai politik juga mempunyai rekam jejak bahwa beberapa relawan ini pernah disewa sebagai "influencer" untuk proyek politik tertentu dan memang memiliki jumlah "follower" yang lumayan banyak, sehingga diragukan motivasinya mendukung si calon presiden tanpa pamrih.

Mungkin satu-satunya cara "menodong" partai-partai adalah membuat ancaman yang paling menakutkan mereka yaitu elektabilitas, kalau kalian dukung dia, partaimu kupilih, kalau tidak dukung dia maka partaimu kami tenggelamkan. Walau ini terkesan seperti mengkhultuskan individu tetapi sepertinya tidak ada cara lain karena dialog dengan partai tidak akan mungkin tercapai kata sepakat karena bagi mereka tidak pernah ada makan siang gratis, apalagi makan malam?

Setuju?

dokumentasi KOMPAL
dokumentasi KOMPAL

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun