"Dok, pasien kamar lima, hasil "swab PCR-nya" sudah negatif dua kali, padahal dia pemeriksaannya positif baru 5 hari sebelumnya, bagaimana bisa?" Tanya perawat yang mendampingi kunjungan ke bangsal pasien yang suspek maupun terkonfirmasi covid-19.
Pasien ini kami rawat hanya dengan keluhan batuk pilek berdahak kental dan saat diperiksa swab PCR covid-19Â (pemeriksaan jejak DNA Covid-19 melalui pulasan hidung maupun mulut pasien) atas permintaan kantornya di tanggal 14 Juli 2020, hasilnya ternyata positif dan masuk rumah sakit tanggal 19 juli 2020.
Hari pertama perawatan dan hari keduanya tanggal 20 Juli dilakukan lagi pemeriksaan pulasan di hidung karena memang harus dilakukan konfirmasi ulang setiap pasien yang masuk, dan bukan untuk prosedur menetapkan kesembuhan, karena untuk pemeriksaan swab kesembuhan baru dilakukan hari ke 14 sejak dinyatakan positif, yaitu tanggal 28 Juli 2020 dan 29 Juli 2020.
"Oh, saya pikir kalau terinfeksi virus corona ini positif di hari "H", wajib baru negatif di hari "H+14" , ternyata bisa lebih cepat. "Katanya lagi.
Lalu saya jelaskan, pemeriksaan "swab PCR" yang baru diulang 14 hari setelah dinyatakan positif karena alasan efektifitas dan efisiensi, mengingat pemeriksaan ini cukup rumit dan harganya cukup mahal di kisaran Rp 1-2 juta.
Kalau dilakukan setiap hari untuk "follow up" maka anggaran negara pasti jebol dan hampir pasti kurang nyaman di pasien harus dicolok tiap hari hidung dan mulut belakangnya.
Tetapi ada pengalaman teman saya yang bekerja di instansi pengawasan para penumpang pesawat luar negeri, seorang pasien diperiksa "PCR" positif dengan biaya sendiri, jadi hasilnya cepat hanya sehari disuruh karantina dan dia memilih di hotel yang ditunjuk, lalu tiga hari kemudian dengan biaya sendiri minta diperiksa "PCR" ulang dan hasilnya sudah negatif dan diapun boleh pulang ke rumahnya. Ini memang kasus khusus dan karena pemeriksaannya swasta diulang bisa cepat dilakukan dan hasilnya cepat pula.
Bagi pasien seperti ini "time is money", harus menunggu 14 hari jika dibandingkan 3 hari itu sangat berarti walaupun harus keluar uang sendiri. Apakah mungkin ada salah pemeriksaan?
Masih mungkin, tetapi pada dasarnya pasien seperti ini adalah orang tanpa gejala dan daya tahan imunnya tinggi, apalagi kalau pemeriksaannya mandiri, kemungkinan "error" tertukar spesimen atau hasil pemeriksaan yang "molor" 3 hari sampai 1 minggu tidak akan terjadi.
Maka dari itu sebenarnya selain vaksin, pengadaan cairan pendeteksi (reagent) "swab PCR-test" yang murah, sehingga dapat diperiksa lebih cepat dari 14 hari dengan biaya swasta sekitar 100 ribuan, seharusnya diadakan, karena ternyata banyak orang tanpa gejala yang imunitasnya baik tidak menunggu dua minggu hanya untuk boleh lepas karantina dan produktif lagi.