4. Sudah ada vaksinnya. Kalau sudah, maka semua yang belum terkena akan divaksin dan punya kekebalan, jadi tetap dapat beraktivitas biasa. Kalau harga vaksin itu mahalnya 1 juta, misalnya maka nanti status sosial seseorang sangat tergantung vaksin ini, mungkin dia jadi bintang 5 kalau divaksin 5 kali.
5. Pandemi berakhir, biasanya kalau 5 pemilik hak veto di dewan keamanan PBB semua sudah menurun kasus coronanya, maka apapun yang terjadi di negara berkembang seperti kita, maka dunia adem ayem saja.Â
Sebagai catatan penyakit TBC di Indonesia tiap tahun ada 400-900 ribuan kasus TBC baru dengan angka kematian di atas 10%, tetapi karena TBC bukan masalah di negara maju maka kita pun terbiasa menganggap wajar penyakit ini yang cara penularan dan pencegahannya hampir sama persis Covid-19.Â
Kita tidak pernah membuat PSBB atau karantina wilayah walaupun misalnya kasus TBC di sebuah kota naik dua kali lipat.
Demikianlah beberapa pandangan saya tentang "the new normal" di bidang medis menghadapi Covid-19 ini. Mengingat segala teori tentang naik turunnya kasus, statistik, epidemiologi dan cara menurunkan penyebaran memakai beberapa pendekatan "isolasi" ternyata berdampak ke meningkatnya komplikasi penyakit lain yang seolah teranaktirikan karena wabah ini.Â
Belum lagi adanya penurunan pemasukan rumah sakit yang berimbas kepada PHK (pemutusan hubungan kerja) atau dirumahkannya karyawan yang bila berlangsung lebih 6 bulan akan membuat lumpuhnya pelayanan kesehatan secara luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H