Berawal ketika tanggal 22 Maret 2020 lalu ada pasien dalam pengawasan (PDP) meninggal dunia di Palembang yang disusul hasil pemeriksaan jaringan mulut dan hidung almarhum yang positif 3 hari kemudian, maka dimulailah adanya himbauan untuk menghindari adanya keramaian seperti ibadah, pesta dan kegiatan yang melibatkan lebih 20 orang lainnya.
Gereja kami HKBP Palembang, sempat kebingungan dengan situasi seperti ini karena pengalaman melakukan perekaman ibadah ataupun siaran langsung ibadah tidak pernah dilakukan sebelumnya, secara resmi. Untung beberapa aktivis gereja sudah membuat "channel" Youtube resmi gereja yang memuat beberapa aktifitas perlombaan dan kegiatan resmi lainnya dan ada pula beberapa orang yang punya pengalaman di bidang multimedia berkumpul mendadak merundingkan apakah dapat dilakukan perekaman ibadah dan disiarkan di hari Minggu.
Lalu mulailah kami meminta bagian pengadaan gereja untuk membeli beberapa kamera, "video chatcher", "laptop" dan tentu saja meminta jaringan internet gereja dinaikkan kapasitasnya dari hanya 20 mbps ke 100 mbps. Â Sedikit pengalaman saat kapasitas internet kami masih di 20, sempat terjadi banyak gangguan penyiaran, bahkan dengan terpaksa ibadah dihentikan. Setelah dievaluasi, memang memakai internet rumahan berlangganan tetap beresiko untuk terjadi masalah untuk "live", sementara kalau langganan internet yang "premium" sangat mahal, dimana 1 mbps tarifnya hampir 2 juta sebulan, sementara untuk "upload live streaming" kita butuh 6 mbps. Untuk gereja yang bukan institusi bisnis ini sangat memberatkan.
Alhasil, dengan kenekadan yang luar biasa, dari tanggal 5 April- 5 Mei 2020 kemarin, kami sudah melaksanakan ibadah "live streaming" di "Channel youtube HKBP Palembang" sebanyak 22 kali dimana 1x ibadah gagal tayang dan 1 ibadah terpaksa terbagi 2 karena gangguan jaringan internet.Â
Bagi teman-teman yang aktif sebagai pengurus di rumah ibadahnya masing-masing, mungkin adanya kemampuan ber"live streaming" ini dapat menjadi solusi menjangkau jemaat yang harus di rumah saja, baik untuk siraman rohani, berdiskusi atau sekedar memberi pengumuman penting kegiatan keagamaan. Ini sangat penting karena di masa-masa isolasi massal ini, perlu adanya bimbingan spiritualitas dari orang yang tepat, karena kalau tidak kuat mental maka banyak yang stress dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Intinya, yang harus dipersiapkan:
1. Tim "live streaming" yang kompak, ada yang paham tehnologinya, ada yang paham internetnya dan ada yang mengerti mengatur kameranya. Personil dalam tim harus berjiwa melayani, tidak berharap bayaran karena untuk ibadah dan pemberani karena harus datang ke tempat ibadah saat badai corona memerlukan nyali yang mumpuni.
2. Peralatan untuk kegiatan, harus ada yang menyediakan kamera, penangkap video, laptop, lampu sorot dan kabel-kabelnya, entah meminjamkan atau dibeli.
3. Perlu jaringan internet yang kuat. Bisa pilih yang rumahan, tetapi minimal 100 mbps atau yang "premium" tetapi harus siap mencari donatur yang sangat-sangat terpanggil.
Mungkin Juni atau Juli atau bulan September, virus corona ini akan berakhir merongrong sendi-sendi kehidupan kita, tetapi bisa jadi ada wabah lain, kekacauan lain atau bencana lain yang memaksa kita "stay at home" maka adanya fasilitas untuk berinteraksi massal via internet ini sangat membantu untuk menghubungkan jemaat dan pimpinan jemaatnya dalam melewati masa-masa penuh ketidak pastian itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H