"Ha? "Gadget"? Apa bisa?" Matilangka Yunowlah, sang calon wakil presiden Negeri Gemah Ripah Lohjinawi (disingkat:Negeriloh), tidak percaya, tetapi tetap setengah berharap bahwa fakta itu benar, ada harapan dia dan calon presiden Bung Loroh memenangkan kompetisi berdasarkan hitung-hitungan non resmi tetapi akurat.
"Iya, semua pelosok Negeriloh pasti ada SD (sekolah dasar). Dan semua anak SD klas 4-6 sekarang sudah punya "Gadget".Saya sudah mengkoordinir semua anak SD di seluruh negeri untuk mencatat hasil formulir SD 1 (formulir hasil hitungan di tempat pemungutan suara yang ada di sekitar SD mereka) lalu dikirim dengan SMS ("short message service") atau WA ("whatsap") ke empat anak SD terpintar di ibukota yang mengerti program "excel". Jadi, ratusan ribu data dari semua tempat mencoblos, dapat hari itu juga diolah dan disimpulkan oleh empat anak SD cerdas tersebut." Ikal Tali, anggota tim sukses Bung Loroh-Matilangka Yunowlah yang memang rambutnya ikal dan sepatunya selalu bertali, menjabarkan dengan bersemangat.
"Masuk akal, sih. Tetapi apakah institusi resmi dan dunia internasional dapat mempercayai data dari anak-anak SD ? Jangan-jangan kita ditertawakan?" Bung Matilangka yang sudah habis-habisan modal membangun jaringan, strategi dan logistik untuk kampanye panjang selama setahun ini, tidak mau lagi keluar uang sia-sia untuk sesuatu yang tidak jelas.
Sementara berbagai versi metode hitung cepat dan data asli "Election Commission of Negeriloh" yang mencapai input 85% menunjukkan pasangan lawannya Bung Sijih dan Pak Yai sudah memimpin di 67%. Mau mementahkan dua hasil tersebut dengan hitungan versi "gadget" anak SD membuatnya pusing tujuh keliling.
"Kalau kemenangan kita berdasarkan hitung-hitungan lugu "gadget" anak SD ini yang 76% kita umumkan terus menerus 30 hari ke depan di media "mainstream" maupun media sosial, maka lama-kelamaan dapat menjadi viral dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua orang atau minimal simpatisan kita." Ikal Tali menekankan dengan gaya bahasanya yang persuasif dan meyakinkan.
"Kalau ada aparat atau pihak "independent" mempertanyakan siapa-siapa saja anak SD pintar yang mengumpulkan data SD 1 ini, bagaimana?"Tanya si calon wakil presiden seperti mau menangis.
"Biar saya yang pasang badan, saya akan merahasiakan nama-nama mereka, karena nanti takutnya diintimidasi..."Kata si promotor penghitungan suara versi lugu ini.
"Iya, tetapi itu pengumuman ke media,kan, biaya lagi. Saya sudah rugi besar ini, apa yakin langkah begini masih ada gunanya? Saya pikir-pikir dahululah malam ini...." Matilangka permisi, mukanya kecut karena biaya yang diusulkan tim suksesnya masih banyak, untuk menggalang massa 1 juta orang selama 7 hari kurang lebih 30 milyar ripah (mata uang Negeriloh), untuk membayar data anak-anak SD dan pengumuman menangnya, diminta 10 milyar ripah. Belum lagi tim "cyber" yang masih berjuang memproduksi narasi kecurangan lawan berikut bukti-buktinya dan narasi kesalahan-kesalahan "Election Commission" bersama buktinya meminta bayaran lebih, karena semangat juang tanpa pamrih relawan sudah menurun dan sekarang mereka yang tadinya bersedia membantu dibayar serelanya, meminta dibayar profesional.
Matilangka Yunowlah merenung, sakit lambungnya terkadang kumat, namun jantungnya masih kuat. Dia tahu melawan pak Sijih pasti berat, karena punya strategi politik yang susah ditebak, langkah antisipasinya selalu 5-10 langkah lebih maju dari yang lainnya. Maksud dia sebenarnya ikut pemilihan kali ini hanya "test the water" dengan biaya murah meriah, tetapi entah mengapa dia terikut arus mengeluarkan dana habis-habisan karena berharap janji kemenangan besar dari langit.
Mau lari tidak bisa lagi, mau terus maju ya biaya lagi dan semua mata pasti memandang kepadanya menagih. Dia hanya dapat menghela napas panjang sesekali dan berharap besok pagi berani mengucapkan satu saja kata :CUKUP!