"Wah, ini makam atheis, tidak ada nisannya, inisialnya "R*", aku paculi, ya..." Celetuk Cak Lontong dengan geram, di babak kedua pementasan "Kanjeng Sepuh" di Taman Ismail Marzuki semalam 23 Maret 2019, pukul 20.00-23.00, wib.Â
Kegeraman yang seperti serius namun tetap lucu, apalagi lawan bicaranya, Akbar yang menjadi pengumpan atau "korban" banyolan logis silogisme khas Cak Lontong, pas sekali beradu dialognya.Â
Soima merasa dialah titisan Srikandi, karena kaya raya dan menjadi caleg, sementara Cak Lontong merasa titisan Arjuna. Kanjeng Sepuh, yang losmennya tidak laku dan istrinya Wulan Guritno yang kecewa pun bertengkar, lalu pergi meninggalkannya.
Ternyata titisan Srikandi bukan Soima tetapi lawan politiknya Yu Ningsih dan titisan arjuna si Kanjeng Sepuh sendiri.Â
Tim kreatif Butet Kertaredjasa, Djaduk Ferianto dan penulis skenario Agus Noor, mungkin akan komat kamit jantungan sendiri melihat banyaknya variasi, kreatifitas alias spontanitas pemain diatas panggung yang di luar latihan, membuat penonton terpingkal-pingkal sepanjang pertunjukan.
Musik yang apik, penari yang sangat akrobatik, tata panggung yang ciamik membuat pementasan ini bak pentas humor yang berkelas atau pementasan teater berselera humor gila habis, tergantung sudut pandangnya.
Walau berusaha keras untuk "netral" pada 17 April 2019, namun sepertinya pementasan ini milik 01, karena setiap yang sana disindir, gemuruhnya lebih banyak dan para pelakonnya juga sepertinya ke arah-arah sana bahasa tubuh maupun sinyal-sinyal narasinya.
Nilai pementasan ini 96 buat saya, karena sendi rahang saya jadi sakit akibat kebanyakan tertawa ngakak, walaupun di akhir pementasan, sutradara memberitahukan Butet Kertaredjasa, harus dirawat karena sakit dan sedang dirawat, beliau sempat tampil di hari pertama tetapi akhirnya pingsan. Semoga cepat sembuh, pak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H