Orang-orang terhormat, berada di posisi yang harus dihormati karena kedudukannya sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik baik itu di eksekutif, yudikatif dan legislatif beberapa oknum "terciduk" dalam dunia yang tidak terhormat, antara lain: nafza (narkotika, alkohol,psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya) , beberapa tindakan asusila dan malah ada kegiatan yang melanggar hukum lainnya, mengapa?
Sebagian besar kambing hitam dicurahkan ke yang namanya "stress pekerjaan" atau beban mental, karena aktifitas mereka untuk kemaslahatan masyarakat banyak membutuhkan waktu, pemikiran dan perdebatan yang luar biasa beratnya.Â
Ini di satu sisi membuat sulit tidur, kecemasan atau malah sifat agitasi menyerang melalui media sosial, fisik atau debat publik di televisi tetapi di lain waktu dan lain orang malah ada yang begitu mudahnya tertidur saat rapat-rapat resmi di gedung parlemen.
Sebenarnya tidak seperti itu, karena setiap pekerjaan ada bebannya masing-masing, petani akan stress juga memikirkan serangan hama atau panen raya yang diikuti harga turun, misalnya. Para penyanyi ada kekhawatiran tidak populer lagi dan tersaingi oleh penyanyi baru, bahkan dokterpun bisa stress kalau ada pasien yang tidak puas lalu menuntut malpraktek. Apakah semuanya berhak menjadikan nafza sebagai pelarian?
Menurut analisis saya, pengedar napza mempunyai cara "marketing" tersendiri dengan menyasar konsumen-konsumen potensial di tempat-tempat potensial, antara lain:
1. Konsumen potensial, tentunya yang punya uang lebih. Politisi terpilih tentunya punya uang lebih banyak dari pegawai negeri sipil biasa, demikian juga artis. Untuk sekedar makan, mungkin 10-20 juta cukup, pakaian juga 10 jutaan, urusan transport juga sama.Â
Kalau penghasilan sebulan diatas 100 juta, maka ada 50 jutaan uang lebih, ini mau dipakai buat apa? Ditabung bisa jadi hanya 20 juta, sisanya untuk "happy-happy". Pilihan rekreasi inilah yang penting, apakah bersama keluarga, bersama teman satu komunitas atau ke hal-hal yang negatif.
2. Tempat-tempat potensial, dimana si orang-orang terhormat kerap mendatangi daerah-daerah yang diapun sendiri seharusnya tahu itu tempat peredaran napza dan atau transaksi seks. Seharusnya orang-orang terhormat manapun tidak mendatangi tempat-tempat ini baik secara tidak resmi maupun secara resmi, ngapain mengadakan kunjungan kerja kesana? Mau membuat penyuluhan hukum dan inspeksi? Itu tugasnya aparat hukum lain, bukan politisi, atau yudikatif , misalnya.
3. Ini yang kita takutnya, sengaja atau tidak sengaja, di kalangan orang-orang terhormat ini ada oknum pengedar yang menyusup menjadi orang terhormat atau orang terhormat yang terekrut menjadi pengedar belakangan.Â
Bisa saja modusnya rapat kerja, lalu di waktu senggang ada yang menawarkan "barang" gratis dahulu, lalu sesudah ketagihan baru dijual mahal atau memang karena mereka "terhormat", jarang dilakukan razia atau tes urin di gedung-gedung tempat kerja karena dianggap "menghina kehormatan" mereka.
Cara menangkalnya mungkin hanyalah razia rutin ke para "orang terhormat" ini per 3 bulan dengan sampel rambut untuk mendeteksi napza, sisa-sisa pemakaian narkoba di rambut dapat terdeteksi dalam pemakaian cukup lama, 2-3 bulan. Kalau sampel di urin terkadang bisa hilang kalau tidak memakai barang haram itu dalam seminggu. Kalau toh mau mendeteksi di urin, coba buat tes di hari senin pagi saat rapat perdana setelah liburan panjang, maka kemungkinan besar para pecandu akan "terciduk".