Debat kedua capres KPU kemarin, 17 Pebruari 2019 ternyata hanyalah pemanasan dari perdebatan panjang sebulan berikutnya. Sebagai pengamat setia youtube saya melihat berbagai versi penilaian "netizen" tentang perdebatan itu. Ada yang bilang Jokowi menang 5-1, ada yang menertawakan Jokowi mengucapkan "unicorn" menjadi "unikon" sebaliknya ada yang membahas Prabowo lawannya Jokowi yang terkesan bingung soal "unicorn".Â
Ada yang menganggap serangan telak Jokowi soal luas lahan yang dikuasai prabowo itu "menohok", tetapi ada yang malah menganggap jawaban Prabowo soal lahan yang lebih baik dia yang kelola daripada asing itu malah serangan balik.
Intinya, anda melihat dari sudut mana, maka itulah yang anda lukiskan. Pengamat netral? Saya kurang melihat ada lagi yang netral sekarang selagi dia mau berkomentar di media sosial, media "mainstream" atau "ngedumel" sendiri, pasti ada keberpihakan.
Menganggap Jokowi menjadi pemenang karena menguasai data juga kurang beralasan karena pilpres bukan ujian nasional soal angka-angka yang jawabannya "multiple choise".Â
Terkadang pilpres itu mirip permainan catur, dimana ada pion yang harus dikorbankan di satu sisi tetapi juga dapat membuat "skak mat" di sisi lain dan gerakan kuda yang berbentuk L dapat membuat "skak-ster" yang membuat pusing lawan. Atau seperti permainan poker dimana saling gertak dan menaikkan taruhan menentukan siapa yang menang besar atau kalah besar.
Seperti pengakuan Profesor Yusril IM dibawah ini tentang kejadian tahun 1999, saat sidang MPR yang menentukan siapa presiden Indonesia saat itu. Peluang Yusril dan Amin Rais sangat besar untuk menjadi RI 1 namun sejarah mencatat Gusdur yang terpilih dan kemudian digulingkan tahun 2001 melalui sidang istimewa MPR dan digantikan Megawati. Apa yang terjadi? Entahlah, kesimpulan Profesor asal Belitung ini, presiden itu memang sudah ditentukan "Yang Diatas" dan tidak mungkin diubah manusia.
Kembali ke perdebatan yang "terlihat" seakan Jokowi yang menang, bagi saya tidak perlulah dilegitimasi, yang sudah ya sudah, apakah para pemilih peragu dan golput memilih Jokowi itu yang penting. Toh Prabowo tidak pernah berujar "saya menyerah" tetapi hanya mengapresiasi kinerja Jokowi yang sudah bagus.Â
Apakah ini nasehat dari konsultan politiknya? Atau dari hati nuraninya? Tidak ada masalah, tetapi itu sebenarnya kemajuan. Jangan anggap remeh "jurus menghargai kinerja pertahana" ini. Bagi pemilih pemula dan pemilih peragu, kerendahan hati adalah sebuah magnet tersendiri dibandingkan serangan membabi buta.