Mohon maaf, walau mengagumi sepak terjangnya selama memimpin Jakarta, namun melihat arti negarawan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), artinya adalah: ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan: beliau merupakan pahlawan besar dan -- agung;
Beliau memang pernah menjadi anggota DPR RI tahun 2009 namun itu bukan sebagai eksekutif, sehingga definisi menjalankan negara seperti yang diminta KBBI gagal dipenuhi.
Ini penting, karena ide-ide yang dimiliki Ahok tentang transparansi, berani "perang" dengan anak buah yang korup atau legislatif yang dianggapnya "tidak elok mainnya" ini baru sampai di tingkat regional, yaitu Belitung Timur tahun 2005-2006 serta di DKI Jakarta tahun 2012-2017.
Menjadikan budaya transparansi habis-habisan serta adu mulut dengan legislatif atau birokrat lintas sektoral dengan "frontal" ke tingkat negara atau secara nasional mensyaratkan beliau harus minimal menjadi menteri, bahkan mungkin saja ke tingkat presidensial.
Mungkinkah Ahok menjadi wakil presiden atau presiden sekalian? Secara undang-undang dasar sebenarnya kata "asli" untuk warga negara menjadi presiden sudah dihapuskan, mengingat orang asli Indonesia itu definisinya sangat beragam, nenek moyang kita pun konon dari Yunan, China Selatan.Â
Bila Suku Kubu (Suku Anak Dalam, di perbatasan Jambi-Sumatera selatan) atau Badui atau Tengger yang masih ada di pedalamannya belum tersentuh modernisasi sama sekali dianggap orang asli Indonesia banget, maka presiden kita semestinya dari suku-suku itu, bukan?
Mungkin saja dia mengikuti kompetisi presiden, namun apa mungkin membuat partai baru? Partai-partai besar di Indonesia saat ini hampir pasti sudah memiliki putra-putri mahkota sendiri yang akan dielus-elus menjelang 2024, sementara membuat partai baru memerlukan logistik yang tidak sedikit.
Belum lagi resistensi terhadap sosoknya kemungkinan masih tinggi karena "dendam masa lalu" di perpolitikan, ataupun agama. Nah, mengenai agama dan rencana pernikahannya dengan seorang gadis yang agamanya berbeda mungkin saja menimbulkan polemik baru kalau itu dilangsungkan di masa-masa kampanye. Kalau beliau yang pindah agama, saya tidak yakin secara politik pasti aman, mengingat Jokowi yang berpasangan dengan Kyai Ma'ruf Amin pun belum sepenuhnya dianggap "cukup agamis" bagi penentangnya.
Mungkin, kalau Ahok dapat menjalankan rencananya takala di "talk show" masa kampanye pilkada DKI 2017, bahwa kalau tidak terpilih menjadi gubernur lagi akan menjadi "host talk show" di televisi, sementara lebih baik untuknya dan untuk musuh-musuh politiknya. Usianya baru 52 tahun dan 10-20 tahun lagi pun dapat saja mengikuti pemilihan presiden jika resistensi terhadapnya sudah mencair, kemudian ada salah satu partai besar mulai membuka pintu masuk baginya untuk diorbitkan menjadi RI 1.
Atau, bila saja mungkin, ada amandemen lagi di UUD 1945 yang mengijinkan presiden dan wakil presiden ataupun legislatif dipilih melalui jalur independen, maka kapanpun dia mau mencalonkan diri ya tidak masalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H