Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menonton Pilpres 2019 dengan "Frame" Film "Crazy Rich Asians"

5 Oktober 2018   23:09 Diperbarui: 5 Oktober 2018   23:18 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan presiden (pilpres) 2019 tetap menggembirakan untuk dijalani walau ada tragedi "3 Oktober 2018" yang membuat sebagian penggembira menggulung tikar dan memberes-bereskan lapaknya.

Apa sebabnya? Karena banyak cara menikmati pesta demokrasi selain dengan membuat "hoax", "playing victim" maupun pemaksaan kehendak melalui pengerahan massa 8 jutaan orang di monas yang secara hitungan matematika sebenarnya hanya mungkin dipenuhi orang maksimal 800-an ribu kalau berdiri satu-satu, berbeda kalau dukung-dukungan sampai 10 tingkat.

Salah satu caranya kalau kita membanding-bandingkan "drama pilpres" dengan film-film yang sedang "box office", salah satunya "Crazy Rich Asians".

Beberapa hal yang kira-kira mirip atau dimirip-miripkan antara kisah nyata dan kisah imajinasi dari novel ini adalah:

1. Perbedaan kekayaan. Pasangan Prabowo-Sandi jika digabungkan kekayaannya sekitar 7 trilyun, sementara pasangan Jokowi-Maaruf jika ditotal hanya 60-an milyar. Jadi, kalau membandingkan hartanya, maka kita bisa tebak yang mana keluarga kaya lama dan keluarga baru bisa kaya.

2. Di film "Crazy Rich Asians" di 10 menit pertama, ada adegan Rachel Chu sang profesor ekonomi dan pacarnya Nick Young berbincang di sebuah restoran dan salah satu tamu wanita di restoran itu memotret mereka dan langsung foto kedua muda-mudi yang dimabuk cinta itu disebar ke media sosial membuat berita berpacarannya Nick menyebar di seluruh Singapura. Di pilpres inipun berita baik atau buruk langsung cepat disebar,bukan?

3. Pada saat Rachel Chu di Singapura, dia diundang ikut pesta bujangan Araminta Lee, tunangan Collin, sahabat sekolah Nick Young. Disana dia bertemu Amanda, mantannya Nick Young sebelum sekolah ke Amerika. Amanda pada awalnya mengakrabi Rachel Chu, tetapi lama kelamaan perbincangannya menohok dan membuat pacar Nick itu tidak nyaman. Bahkan ketika Rachel pulang ke kamarnya, ada ikan dipotong dan darahnya disebar di tempat tidur si gadis cantik. 

Ini mungkin menggambarkan orang yang awalnya seperti baik dan mendukung salah satu pasangan capres-cawapres namun ujung-ujungnya "meneror" bahkan membuat kacau segala aspek yang sudah dipersiapkan. Ada istilah "kuda Troya toko sebelah" dapat disematkan pada adegan dan tokoh ini.

4. Pada adegan di taman setelah pernikahan Collin dan Araminta, mamanya Nick Young serta Ahma, neneknya memanggil Rachel Chu dan mengatakan mereka sudah menyelidiki latar belakang calon menantunya itu yang anak selingkuhan ibunya di Tiongkok dan dia tidak pantas di keluarga mereka. 

Bukankah latar belakang, "track record" masa lalu para kandidat juga diselidiki dan diungkap ke publik dengan berbagai versi? Soal pantas atau tidaknya mereka menjadi presiden sebenarnya tidak perlu diragukan lagi, karena sudah ditetapkan dan memenuhi ketentuan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Tetapi masa lalu yang kelam mungkin akan tetap "digoreng" selagi ada yang menyukai "gorengan".

5. Adegan Rachel Chu bertanding mahyong dengan calon mertuanya Eleanor Sun Young. Si gadis mengatakan kalau dia mau menerima lamaran Nick, maka mereka berdua akan bahagia tetapi si mertua akan menderita seumur hidupnya. Sebaliknya kalau dia pergi, si mertua akan bahagia tetapi Nick akan menderita sepanjang hidupnya. 

Ini adalah pilihan, seperti pada kita ditawarkan dua calon pasangan dengan prioritas dan gaya memimpin berbeda, kalau kita pilih yang A kita mendapatkan 1,2,3,4 dan seterusnya namun kalau kita pilih B maka kita akan mendapatkan 5,6,7,8 dan seterusnya. Tetapi untungnya, kita kalau salah pilih atau gagal memenangkan pilihan kita dan terpaksa menerima presiden dan wakil yang berbeda, itu efeknya hanya lima tahun dan tidak perlu seumur hidup seperti di film ini.

Boleh setuju pandangan saya memandang pilpres 2019 dengan kaca mata film laris ini, tetapi itu semua semata-mata hanya untuk membuat kita tetap menganggap agenda nasional tersebut menarik dan menggairahkan bukan malah lesu atau menjadi ketakutan.

Setuju?

dari FB Kompal
dari FB Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun