"Ah, palingan juga begitu-begitu saja..." Pernah terpikir di benak saya dan mungkin beberapa teman sekalian akan pelaksanaan ASIAN GAMES 2018 18 Agustus sampai 2 September lalu.
Ini berkaca pada PON 2004, SEAGAMES 2011 dan Islamic Solidarity Games tahun 2013 yang dilaksanakan di Palembang, walaupun cukup baik tetapi sebagai warga negara yang cenderung  nonpartisan dan hanya sekadar berpartisipasi "clingak-clinguk doang" maka kesannya "event" olahraga besar hanya begitu saja, sekali lewat dan kurang membekas. Terkadang masih terucap kata lumayanlah.
Tetapi hentakan pertama tentu saja "Opening Ceremony" ASIAN GAMES yang fenomenal di Gelora Bung Karno yang konon dianggap pembukaan pesta olahraga terbaik sejauh ini yang pernah disiarkan langsung.
Disusul kesuksesan pertandingan atlit kita yang mendapatkan prestasi 31 emas dan bonus langsung dibagikan sebelum keringat mereka kering.
Pemilihan tanggal cantik 18-8-18 yang notabene adalah puncaknya kekeringan musim kemarau dibarengi kemampuan pengendalian kebakaran hutan di Sumatera yang membuat kesan ini pekerjaan luar biasa dari sebuah tim yang senyap tetapi "nendang banget".
Erick Thohir sebagai ketua panitia pelaksana ASIAN GAMES berhasil membuat sajian pertunjukan beruntun yang indah, mahal tetapi pantas, karena citra sebuah negara terangkat dan saya pribadi terpaksa mengakui ini pekerjaan tim yang "bukan manusia rata-rata". Ini anomali.
Bagaimana dengan PILPRES 2019? Saya harap cara kampanye yang pakai "stuntman jumping", menari dukungan bak penari daerah Aceh dengan permainan konfigurasi indah dan lagu-lagu kampanye "positif thinking" ala "Theme Song" yang dinyanyikan Via Valen tetap menjadii pilihan dimana para calon legislatif bersama calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya bertanding tetap sportif.
Dan diharapkan walau seperti di ASIAN GAMES pihak lawan ada yang protes karena merasa tidak adil, itu sifatnya tidak massif dan lawan tanding tetap saling hormat mengakui hasil perjuangan masing-masing pihak. "Memanage" lawan tanding yang mengamuk sampai merusak kamar ganti, dia pasti punya strateginya.
Kalau Pilpres 2019 nanti dapat seperti "Kisah Cinderella" yang selalu "happy ending" buat semua, baik tokoh protagonis maupun antagonis yang tetap diterima dalam keluarga, maka bukan tidak mungkin di 2024 nama Erick Thohir akan diminta beberapa partai untuk lebih berperan di negeri ini.
Tetapi manusia seperti ini yang menurut saya sudah cukup untuk dirinya sendiri, tidak akan memaksakan diri maju dengan mahar, dia sepertinya tipe seperti Jokowi yang diminta atau malah "dipaksa" relawan atau partai karena kapasitasnya dianggap mampu menyiapkan perlehatan olahraga internasional yang biasanya membutuhkan waktu 7 tahun menjadi hanya 3 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H