Siapa yang sudah mengenal Dahlia Rasyad? Pasti banyak yang belum mengenalnya, karena memang dia baru mengeluarkan satu novel ini yang memenangkan pengharhaan karya sastra terbaik Balai Bahasa Yogyakarta tahun 2014.
![img-20180813-195712-5b7180d26ddcae4dca5b01e2.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/13/img-20180813-195712-5b7180d26ddcae4dca5b01e2.jpg?t=o&v=770)
Ide ceritanya tentang feminisme di satu sisi  dan pemberontakan terhadap ketidakadilan di sisi lain yang dialami wanita-wanita di dusun mereka yang tertindas hukum adat setempat yang interpretasinya sesuai pemuka adat yang berpengaruh.
Kisah lengkapnya sengaja saya simpan, karena panjang dan jangan menghilangkan minat anda-anda baca sendiri. Â Yang saya acungi jempol, Â panitia yang bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan Daerah Sumatera Selatan dapat menghadirkan Ken Zuraidah, Â pemain Bengkel Teater, istri WS Rendra almarhum, Â sebagai pembedah novel, Â selain Sdina Trisman (wartawan senior), Syamsul Fajri (penulis) Â dan Dian Susilastri (dosen sastra).Â
Kritik tetap ada baik dari pemilihan diksi dan alur cerita, Â sejarah yang semestinya lebih diperdalam dan sebagianya, Â tetapi yang penting bagi masyarakat pecinta sastra Sumatera Selatan, acara bedah novel yang dilehat Minggu kemarin 12 Agustus 2018 di Auditorium Perpustakaan Daerah Sumatera Selatan jalan Demang lebar Daun, Â ini sebagai perayaan sastra yang besar karena baru kali ini acara seperti ini diadakan.
![Sdinah, Penulis, Ken Zuraida,Dian,Syamsul (dok. Pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/13/img-20180813-190416-5b717c87677ffb34c64b3858.jpg?t=o&v=770)
Syamsul berpendapat lain lagi, Â bahwa novel ini belum selesai, Â masih bisa ditambahi atau dikurangi kalau ada kesalahan dan pembaca juga boleh menambahi karya ini dengan imajinasinya masing -masing.Â
Bu dosen Dian pun meminta ada konsistensi untuk kata ganti orang atau benda dan beberapa tata bahasa tertentu, Â sementara Ken Zuraida mengusulkan buku novel ini ada versi digitalnya, Â untuk menjangkau pembaca generasi milenial.Â
![Saya, bu Ken Zuraidah, Umek Elly Suryani (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/13/img-20180813-192410-5b718815c112fe0a4118ec12.jpg?t=o&v=770)
Kompasianer Palembang lain yang juga hadir adalah bu Soufie dari Lahat, mbak Winda dan Molly.Â
Satu hal yang saya tidak duga ketika bilang pada bu Ken, Â bahwa saya pengagum berat karya WS Rendra, Â motivasi menulis saya beliau, dia malah bilang begini, Â "Karya saya belum kamu baca, kan? Â Berarti belum sampai di Palembang,ya..... "
Nah, lho. Â Berarti walaupun suami-istri, Â tiap sastrawan punya kebanggaan sendiri-sendiri atas karya masing-masing. Jangan memuji berlebihan karya orang lain di depan suami atau istrinya sekalipun yang sastrawan juga. Â Nyatakan apresiasi jugalah terhadap karya si sastrawan yang diajak bicara. Mohon maaflah bu Ken, Â saya belum mencari karyanya untuk dibaca, saya janji akan cari di dunia maya.Â
![Dari FB Kompal](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/13/img-20170510-180443-5b718bd0677ffb181d10ba92.jpg?t=o&v=770)