Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Pendukung Jokowi Itu Berpikir Akan Golput

11 Agustus 2018   05:53 Diperbarui: 11 Agustus 2018   08:46 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya mungkin akan golput (golongan putih)" begitu pernyataan seorang Kompasianer, teman yang saya tahu pendukung Jokowi dan walau tidak memusuhi Prabowo, kemungkinan juga bukan penggemar Sandiaga Uno. Dia kecewa Pakde memilih calon wakilnya pak Ma'ruf Amin, bukan "M" yang lain yang menurutnya lebih baik.

"Ma'ruf Amin itu musuhnya Ahok..."Kata teman saya SMA yang juga "naga-naganya" mau memilih tidak memilih, karena untuk mengalihkan ke lawannya Jokowi lebih tidak enak di hati. Dia warga DKI Jakarta, jadi mengalami bagaimana pahitnya kekalahan di pilkada 2017 lalu.

"Kok jadi nuansanya lebih nasionalis toko sebelah dan Jokowinya yang lebih ekstrim kanan,ya?"Celetukan salah satu teman profesi yang belum memutuskan akan golput tahun depan, mau berdiskusi dengan beberapa teman dahulu.

Tiga kekecewaan itu yang saya tangkap benar-benar "menohok" hati beberapa teman, walaupun terancamnya baru "golput" bukan berpindah pilihan.

Masih tersisa 8 bulan, apakah teman-teman yang saya anggap masih "shock" dengan pilihan Pakde Jokowi ini akan tetap memilih golput atau seperti biasa akan legowo dan terus mendukungnya menyelesaikan penataan dan pembersihan di negeri ini dalam 5 tahun ke depan atau merelakan pemerintahan republik Indonesia dikelola dengan cara "Prabowo-Sandiaga ways" yang kita belum bisa bayangkan arahnya kemana, apakah tetap pembenahan infrastruktur, kemaritiman dan pembersihan mafia-mafia atau cara yang lebih "Oke-Oce" seperti yang diterapkan di DKI Jakarta setahun terakhir.

Hitung-hitungan saya, mungkin pendukung Jokowi yang benar-benar akan menjadi golput hanya sekitar 10%, itupun yang sangat dendam dengan "asumsi" cawapresnya Jokowilah yang membuat Ahok menjadi pesakitan atau yang sangat mendukung tuan "M" lain sebagai cawapres Jokowi. Sementara masyarakat pinggiran yang paling mudah "dimakan" isu SARA, justru lebih dapat dijaga, karena jumlah mereka adalah 60% dari mata pilih.

Saya pribadi tidak pernah meragukan "garis tangan" Jokowi, bahwa beliau "diijinkan" menjadi Presiden di republik ini adalah sebagai percontohan sebuah seni mengelola negeri yang "babak belur" menjadi lebih tertata, lebih fokus, lebih cepat karena setahu saya anak-anaknya tidak ikut-ikutan main proyek-proyek besar, tidak tahu kalau skala kecil-kecilan.

Wakil presiden bagi Jokowi memang harus dapat menjadi penyeimbang dirinya yang dianggap kurang "halal" bagi kalangan tertentu akibat partai yang mengusungnya sejak dari Solo sudah dilabelin macam-macam, serta fitnah tentang asal-usulnya yang begitu marak. 

Mobilitas Jokowi pun tinggi, maka wakilnya haruslah yang "betah" di Jakarta dan satu lagi isu terpenting yang dihembus-hembuskan lawan, yaitu turun gunungnya Tun Mahathir Mohammad di Malaysia yang berumur 93 tahun menjadi perdana menteri, itu seharusnya menjadi jawaban mengapa Jokowi memilih pak Ma'ruf Amin. Takala politisi yang lebih junior saling sikut tidak mau mengalah, maka jalan tengah adalah yang paling seniorlah yang diangkat.

Terakhir memang semua partai pendukung Pakde Jokowi harus solid minimal sampai 2023 pertengahan, semua harus punya kesempatan yang sama untuk mengorbitkan kadernya menjadi presiden berikutnya, mengingat pak Ma'ruf mungkin sudah tidak berniat menjadi presiden kalau kader lain lebih potensial dan anak-anak Jokowi pun tampaknya masih betah jualan martabak dan pisang. Kalau yang jadi cawapresnya seseorang yang berpotensial besar jadi presiden berikutnya, maka bukan tidak mungkin jalannya pemerintahan akan sering gonjang-ganjing akibat si wapres ini akan diserang terus justru oleh partai pengusung.

"Masbro" yang kemarin mau berpikir golput, pandanglah foto layar putih di tulisan ini, ketika saya potret ternyata hasilnya tidak benar-benar putih, justru banyak hitam-hitamnya, tetaplah memilih, walau agak berat di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun