Liburan anak sekolah tahun ini bersamaan dengan bulan Ramadhan dimana umat muslim seluruh dunia menunaikan ibadah puasa dan seperti biasa ibunya anak-anak sudah jauh-jauh hari memesan tiket pesawat promo dari maskapai penerbangan "budget" karena dia sudah pasti ikutan cuti bersama pegawai negeri sipil.
Saya sebenarnya di rumah sakit hanya libur pas tanggal merah saja, makanya harus meminta cuti 5 hari mengikuti pola cuti bersama istri dan liburan sekolah 3 juniorku.
Kemarin, 8 Juni 2018 saya sempat ke salah satu "mall" di Palembang yang penuh sesak oleh pembeli, karena kita tahu hampir semua karyawan baik itu negeri maupun swasta sudah dibayarkan THR (tunjangan hari rayanya) dan itu sepertinya mau dihabiskan semua dalam minggu-minggu terakhir menjelang hari lebaran.
Coba bandingkan dengan hari ini di "mall" teramai di Malaysia, di menara kembar Petronas, tanggal 9 Juni 2018 , sangat sepi, beberapa wisatawan yang berfoto-foto tampaknya dari negara berwajah oriental dan bule maupun India, wajah-wajah melayu sangat jarang. Umat muslim Malaysia yang sedang berpuasa juga tidak mengunjungi "mall" untuk berbelanja, sebab konon kabarnya "kewajiban" memberikan THR tidak berlaku disana, malah kalau ada hari raya Imlek, baru pengusahanya yang warga keturunan Tiongkok memberikan "angpau".
Biasanya di depan menara kembar ini selalu ada air mancur yang memancar dengan irama tertentu yang menarik, tetapi hari ini tidak ada sebutir air pun muncrat ke atas, ini penghematan karena pengunjungnya sepi atau memang sedang rusak mesin air mancurnya, saya belum investigasi sampai sejauh itu.
Video diatas, saya rekam 5 tahunan yang lalu saat "sowan" di tempat yang sama dengan air mancurnya dan ramainya "mall" menara kembar Petronas bulan Juni 2013.
Apakah aktifitas lain di Malaysia ikutan sepi? Kalau melihat "tumpek blek" manusia di LRT (light rail transit) dan di stasiun KLCC yang masih dominan wajah-wajah Melayu dengan wajah yang sepertinya sedang berpuasa, maka terlihat aktifitas sehari-hari masyarakat Malaysia hampir sama dengan di Indonesia, kecuali mereka tidak berbelanja "lebih banyak" di penghujung bulan Ramadhan karena memang budaya "THR" disana tidak ada atau tidak seperti di Indonesia.
Melihat perbandingan ini, seharusnya masyarakat Indonesia masih bersyukur, tetapi kalau memilih bersungut-sungut juga "rapopo", enakan jaman siapa, toh?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H