Adanya status "viral" akun "facebook" Munia Sani bulan Mei 2018 yang terlihat dibawah ini, seberkas timbul tanya, sudah sebegitu semangatnya teman-teman di "toko sebelah" menggoreng segala sesuatu yang berkaitan dengan Jokowi untuk membuat popularitasnya menurun?
Dan hasilnya, banyak berita di televisi yang konon pro pemerintah "terpaksa" harus gencar memberitakan berulang-ulang bahwa foto ini adalah patung lilin dan beberapa koran di Palembang juga memuat berita yang nadanya sama, menjelaskan itu patung lilin dan bukan Jokowi asli. Efek foto ini ternyata tetap mengkhawatirkan walau sebenarnya lucu.
Di satu sisi saya berpendapat patung lilin untuk tokoh penting sebuah negara yang bersistem demokrasi, dimana si tokoh mau melakukan pemilihan umum ulang, keberadaan patung ini dapat beresiko menjatuhkan popularitas si tokoh kalau "digoreng" seolah asusila di negara yang masih banyak rakyat kurang baca, kurang sinyal, kurang jalan-jalan dan mudah dihasut dengan berita "hoax", sampai patungpun "dihoax".
 Di sisi lain, pembuatan patung lilin oleh musium sekaliber Madame Tussauds disaat si tokoh masih hidup adalah sebuah tanda popularitas yang tak tertahankan lagi, sehingga mereka tidak mau menunggu lama lagi sampai si tokoh ini pensiun atau menjadi orang biasa lagi atau meninggal, dimana patung mereka mau diapa-apain sama pengunjung juga tidak memiliki efek politis atau efek pencemaran lagi.
Mungkin, supaya jangan terjadi lagi "gorengan" mesra atau adegan pelecehan dengan patung lilin pak Jokowi, perlu dibuat gerakan ganti patung lilin presiden dengan posisi atau pose "aman", misalnya Jokowi sedang ada di  dalam mobil atau diatas kuda, sehingga yang mau memeluk atau menciumnya susah.Â
Karena ya itu tadi, yang pernah travelling  ke luar negeri sih mengerti hal-hal seperti ini, tetapi bagi rakyat yang tidak pernah jalan-jalan dan tidak "melek" sosial media, maka tergorenglah dia dan lunturlah kekagumannya pada Pakdhe Jokowi yang sementara ini oleh warga Singapura, Hongkong dan Malaysiapun banyak yang memujanya.