Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kehebohan Perawat Tanggal 12 Mei di Rumah Sakit Kami

12 Mei 2018   17:54 Diperbarui: 12 Mei 2018   18:57 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala ruangan (dok. pri.)

"Cepat naik, Dok. Sudah heboh ini......."Telepon salah satu rekan kerja yang ada di lantai tiga. 

Semua perawat yang berjumlah 60-an orang berkumpul di aula rumah sakit, merayakan Hari Perawat Sedunia yang jatuh hari ini. Semua bertepuk tangan, berjoget dengan lagu daerah Batak yang dinamakan tarian Tor-tor. 

Tarian ini ada ritual mirip "saweran" dimana penari di depan akan dikasih oleh teman-temannya uang supaya semangat menari, sementara yang lain bertepuk tangan semakin lama semakin heboh.

Perawat, bahasa inggrisnya "nurse", sarjana keprofesiannya diberi gelar "Ners", dalam bahasa Belanda dahulu kala dibilang "zuster" dan "Bruder", mengapa, karena awal mulanya yang melayani di rumah sakit-rumah sakit yang ada adalah biarawati atau biarawan katholik yang tinggal di asrama-asrama biara.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit ini awalnya atas dasar panggilan kemanusiaan, karena untuk menyebarkan agama Katholik sendiri adalah tugas Pastur/ Romo yang bergerak di bidang rohani untuk mereka yang belum memiliki agama, kalau di Indonesia yang sudah memiliki agama biasanya tidak diinjili lagi, namun yang jelas-jelas belum mempercayai agama tertentu, barulah dilakukan pengabaran injil.

Jadi mengapa banyak berdiri rumah sakit dan sekolah katholik di tanah air yang berjalan dengan damai dengan penduduk sekitar, karena memang tidak "ujug-ujug" memperkenalkan agama dengan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsipnya, tetapi terlebih dahulu melayani dengan kesehatan dan pendidikan, pelayanan rohani dilakukan hanya untuk warga asing atau warga sekitar yang memang sudah seagama Katholik.

Kembali ke penamaan suster ke perawat, maka semua yang kuliah di akademi perawat, akademi kebidanan, akademi perawat gigi maupun keprofesian perawat "Ners", hendaknya tahu bahwa pelayanan keperawatan itu tulus dan ikhlas yang pada awal mulanya para biarawati yang terlibat disana sebenarnya tidak berbayar di jaman dahulu. Mereka melayani hanya untuk menjalankan keyakinannya melayani si sakit seolah melayani "Sang Pencipta" dan upahnya adalah kegembiraan bila melihat si sakit sembuh ataupun kalau tidak sembuh, si sakit dapat damai menerima perjalanan penyakit sampai pada akhir hayatnya.

Bagaimana biarawan dan biarawati dapat menghidupi komunitasnya? Awalnya dari bertani, berkebun, mengajar dan adanya donatur dari orang-orang berada yang berkelebihan uang tetapi lebih percaya bersedekah melalui komunitas ini daripada memberinya pada pengemis yang mereka tidak yakin apakah benar-benar miskin atau penipu.

Memang sesuai perkembangan jaman, maka profesi perawat tidak dapat terus-menerus diharapkan ikhlas-ikhlasan ala biarawati di masa lalu, karena profesi inipun ternyata kuliahnyapun tidak murah, sementara jaman dahulu pendidikannya berlangsung berjenjang dan informal antara suster yang junior yang hanya bisa mencuci luka, memandikan si sakit sampai yang sangat senior dapat melakukan tindakan memasang infus, selang makan di hidung atau selang kencing (kateter).

 Untuk sekolah keperawatanpun di perguruan tinggi swasta "ellite" ada yang biaya kuliahnya mirip-mirip profesi dokter atau dokter gigi, bagaimana mereka-mereka ini harus rela dibayar "serela-relanya" rumah sakit saja?

Apalagi di rumah sakit luar negeri, perawat kita yang "skill-nya" bagus sudah dibayar mahal, tiap tindakan pemasangan infus misalnya ada hitungannya tersendiri selain gaji pokok.

Masyarakatpun seharusnya tahu bahwa keberadaan rumah sakit-rumah sakit belakangan ini sebenarnya adalah karena adanya "zuster" biara yang melayani orang sakit rawat inap. Sementara dokter sebenarnya melayani dari rumah ke rumah atau di "kliniknya" seperti jaman dahulu yang basisnya adalah rawat jalan dan tidak rawat inap. 

Inilah dilema profesi keperawatan sebenarnya, dimana di satu sisi kemunculannya berdasarkan "keikhlasan" melayani penderita sakit yang perlu perawatan yang awalnya memang cuma-cuma, tetapi di sisi lain sudah termasuk profesi yang dibutuhkan oleh orang sakit dimana saat pulang ke rumahpun keluarganya tidak mampu mengurusi dan terbuka peluang pelayanan "home care" yang dapat memanggil perawat ke rumah dengan tarif khusus atau negosiasi antar perawat dan keluarga tersebut. 

Beberapa rumah sakit pun sebenarnya sudah menerapkan ada tunjangan fungsional untuk perawat yang berbeda-beda berdasarkan "skill" mereka, dimana perawat yang hanya punya keterampilan membagi obat atau menyuntik obat saja berbeda dengan perawat yang sudah punya kemampuan untuk asistensi di kamar operasi, menjahit luka dan melakukan pelayanan cuci darah, misalnya.


Yang terpenting, semua perawat harus menjalankan profesinya dengan bahagia, karena itulah pilihan hidupnya. Saya pribadi termasuk orang yang sangat mengagumi profesi ini karena terlahir dari rahim seorang perawat, yaitu  ibu saya yang mengabdikan hidupnya 40 tahun di dunia keperawatan sampai pensiun di tahun 1999.

Selamat hari perawat sedunia, semoga keikhlasan pelayanan dan penghargaan profesi ini dapat berjalan seiring di tahun-tahun mendatang.

dari FB Kompal
dari FB Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun